Tampilkan postingan dengan label UEA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UEA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 November 2017

Saudi, Kuwait, UEA dan Bahrain Perintahkan Warganya Tinggalkan Libanon


Saudi, Kuwait, UEA dan Bahrain Perintahkan Warganya Tinggalkan Libanon
Pemerintah Arab Saudi bersama UEA, Kuwait dan Bahrain memerintahkan warganya yang tinggal di Libanon untuk segera meninggalkan negara itu. Foto/Ilustrasi/Ist


RIYADH - Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah memerintahkan warganya yang tinggal di Libanon untuk segera meninggalkan negara itu. Langkah yang diambil di tengah ketegangan ini diikuti Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

Riyadh juga mengeluarkan travel warning (peringatan perjalanan), di mana warga Saudi diminta untuk tidak melakukan perjalanan ke negara yang beribu kota di Beirut tersebut dari tempat asal manapun. Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan, alasan keputusan pemerintah itu karena mempertimbangkan situasi di negara tersebut.

”Kerajaan meminta agar semua warga tidak melakukan perjalanan ke Libanon dari destinasi internasional manapun,” bunyi pernyataan kementerian itu, yang dikutip dari Al Arabiya, Jumat (10/11/2017).



Pemerintah Kuwait pada hari Kamis malam juga memerintahkan warganya yang tinggal di Libanon untuk pulang. Kuwait juga menerbitkan travel warning agar warganya tak bepergian ke negara itu.

Sedangkan UEA yang telah mengeluarkan travel warning serupa sejak Februari 2016 ikut memperbaruinya, mengikuti langkah yang diambil Saudi.

Sementara itu, Kerajaan Bahrain sudah lebih dulu mengambil keputusan serupa, yakni sejak 5 November 2017. Pemerintah negara itu meminta warganya yang tinggal di Libanon untuk segera pergi dan “berhati-hati”.

“Demi keamanan warga dan untuk menghindari risiko yang mungkin mereka hadapi karena kondisi dan perkembangan yang akan dilalui Libanon,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Bahrain yang diterima AFP, menjelaskan alasan perintah pemerintah itu dikeluarkan.



Sebelumnya, Menteri Urusan Teluk Arab Saudi, Thamer al-Sabhan, mengatakan bahwa pemerintah Beirut telah menyatakan perang melawan Kerajaan Arab Saudi. Pernyataan menteri tersebut merujuk pada tindakan Hizbullah Libanon yang dia anggap sudah melakukan agresi terhadap Riyadh.

”Kami akan memperlakukan pemerintah Libanon sebagai pemerintah yang menyatakan perang terhadap Arab Saudi karena agresi Hizbullah,” katanya. 

Mengutip laporan Al Arabiya, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud telah mengungkapkan bahwa Saad Hariri—Perdana Menteri Libabon yang mengumumkan mengundurkan diri—merinci agresi Hizbullah terhadap Riyadh. Kerajaan Saudi menekankan bahwa pemerintah Libanon harus menyadari bahaya yang dipaksakan oleh milisi sekutu Iran tersebut.

Sabhan melanjutkan, milisi Hizbullah terlibat dalam tindakan “teroris” yang mengancam Kerajaan. Dia menegaskan bahwa Arab Saudi akan menggunakan semua cara politik dan lainnya untuk menghadapi faksi yang dia sebut sebagai “Partai Setan” itu.

”Kami mengharapkan pemerintah Libanon bertindak untuk mencegah Hizbullah,” katanya.

Sabhan juga menuduh Hizbullah menyelundupkan narkoba ke Arab Saudi dan melatih pemuda Saudi dalam tindakan terorisme.

Menteri tersebut mengatakan bahwa Hariri dan pemerintah Libanon tidak akan menerima posisi milisi Hizbullah. ”Libanon diculik oleh milisi Hizbullah dan di belakangnya adalah Iran,” katanya.


Credit  sindonews.com

Saudi, UEA, Kuwait Minta Warganya Tinggalkan Lebanon

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
SPA
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud menerima kunjungan mantan Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri di Riyadh pada Senin (6/11).
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud menerima kunjungan mantan Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri di Riyadh pada Senin (6/11).

CB, RIYADH -- Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait telah menyarankan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Lebanon dan mendesak orang-orang yang berada di negara tersebut untuk pergi sesegera mungkin.
"Karena situasi di Republik Lebanon, sumber resmi di Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa warga negara Saudi yang berkunjung atau tinggal di Lebanon diminta untuk meninggalkan negara sesegera mungkin," ujar sumber Kementerian Luar Negeri Saudi seperti dilansir Aljazirah, Jumat (10/11).
 
Kerajaan menasihati semua warga agar tidak melakukan perjalanan ke Lebanon dari destinasi internasional lainnya. Hanya beberapa jam kemudian, Kuwait dan UEA juga mendesak warga negaranya untuk segera meninggalkan Lebanon.
 
Bahrain - sekutu Arab Saudi - telah memerintahkan warganya meninggalkan Lebanon pada Ahad. Kementerian luar negeri Bahrain mengeluarkan sebuah travel advisory yang menyebutkan "alasan keamanan".
 
Lebanon sedang berada dalam kekacauan setelah pengunduran diri tiba-tiba Perdana Menteri Saad al-Hariri saat berkunjung ke Arab Saudi pada Sabtu. Keberadaannya sejak saat itu belum diketahui. Namun, pejabat mengatakan Hariri mungkin berada di bawah tahanan rumah atau untuk sementara ditahan di ibu kota Saudi, Riyadh.
 
Partai Lebanon's Future Movement, yang diketuai oleh Hariri, menuntut Hariri segera kembali dari Arab Saudi pascapengunduran dirinya.
 
"Kembalinya perdana menteri Lebanon, pemimpin nasional, Saad al-Hariri, dan kepala Lebanon's Future Movement, diperlukan untuk memulihkan martabat dan penghormatan Lebanon di dalam dan luar negeri," kata seorang mantan perdana menteri, Fouad Siniora , dalam sebuah pernyataan di TV.
 
Presiden Lebanon, Michel Aoun, akan segera meminta bantuan dari masyarakat internasional, Liga Arab, Amerika Serikat, Inggris, Cina dan Rusia untuk membantu mengungkap alasan di balik pengunduran diri Hariri.
 
Kantor berita Reuters melaporkan pada Kamis, mengutip seorang pejabat senior Lebanon, bahwa pemerintah Lebanon belum menerima surat pengunduran diri Hariri secara resmi, dan karena itu masih menganggapnya sebagai perdana menteri. Pejabat tersebut menambahkan pembatasan yang diberlakukan oleh Arab Saudi dinilai sebagai serangan terhadap para pemimpin Lebanon.
 
Riyadh telah membantah perdana menteri berada di bawah tahanan rumah.
 
Dalam pengunduran dirinya pada 4 November, Hariri secara implisit menyalahkan Iran dan sekutunya Lebanon, Hizbullah, atas keputusannya. Dalam sambutannya, dia mengatakan ada ancaman terkait keselamatannya.
 
Ayahnya, Rafik Hariri - yang juga menjabat sebagai perdana menteri - tewas dalam serangan bom pada 2005. Banyak pendukung Hariri menyalahkan Hizbullah atas insiden tersebut. Namun Hizbullah membantah terlibat.Dalam pidatonya dari Riyadh, Saad al-Hariri mengatakan Iran menanam kekacauan dan perusakan di negara tersebut dan ikut campur dalam masalah internal Lebanon dan juga negara-negara Arab lainnya.
 
"Mereka telah membangun sebuah negara di dalam sebuah negara," kata Hariri dari Riyadh.
 
Langkahnya yang tak terduga juga memicu kekhawatiran akan adanya eskalasi di wilayah antara Iran dan negara-negara Teluk, terutama Arab Saudi, dengan Lebanon di garis depan.
 
Menteri perminyakan Saudi, Thamer al-Sabhanmengatakan Hizbullah terlibat dalam setiap tindakan teroris yang mengancam Arab Saudi. Hariri, seorang politikus Sunni terkemuka, telah menjabat kurang dari satu tahun, namun sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri antara tahun 2009 dan 2011.






Credit  republika.co.id







Rabu, 08 November 2017

Yaman Ancam Serang Arab Saudi dan Uni Emirat Arab


Yaman Ancam Serang Arab Saudi dan Uni Emirat Arab

Kondisi sebuah pasar yang hancur usai dilanda serangan udara di Saada, Yaman, 1 November 2017. REUTERS/Naif Rahma

CB, Jakarta - Angkatan bersenjata Houthi Yaman mengancam akan melakukan serangan terhadap Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Lapangan terbang kedua negara akan menjadi sasaran serangan udara kami," ujar juru bicara Houthi Yaman, Kolonel Aziz Rashed, seperti dikutip FoxNews, Selasa, 7 November 2017.

Warga mengevakuasi jenazah korban serangan udara di Saada, Yaman, 1 November 2017. Serangan udara ini menewaskan 26 orang. REUTERS/Naif Rahma
Rashed mengatakan kepada wartawan di Sanaa, Senin malam, 6 November 2017, waktu setempat, para ahli militernya sanggup mengembangkan misil dengan jarak jelajah hingga 1.500 kilometer.
Ancaman itu disampaikan sebagai bagian dari kian meningkatnya ketegangan antara Houthi Yaman yang menguasai bagian utara negara dengan tetangganya, negeri kaya minyak sejak 2015.
Rashed mengatakan, "Kami meminta kepada seluruh perusahaan penerbangan dan pelancong menghindari lapangan terbang di kedua negara, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sebab kedua lokasi tersebut menjadi sasaran serangan milil kami."

Sejumlah jenazah korban tewas tergeletak di halaman rumah sakit usai serangan udara di Saada, Yaman, 1 November 2017. Serangan udara Arab Saudi menghancurkan sebuah pasar yang berdampingan dengan hotel. REUTERS/Naif Rahma

Sabtu pekan lalu, Houthi Yaman mengklaim berhasil menembakkan misil balistiknya ke Ryadh sehingga menimbulkan kerusakan besar. Namun kabar tersebut dibantah Saudi.
Pejabat militer Saudi mengatakan mereka telah menembak dan menghancurkan misil Yaman di langit dengan Scud dari permukaan ke udara di sebelah timur Ryadh.


Credit  tempo.co







Kamis, 19 Oktober 2017

UAE bantu 100 korban cedera aksi bom bunuh diri di Somalia


UAE bantu 100 korban cedera aksi bom bunuh diri di Somalia
bom bunuh diri (ANTARA News/Ridwan Triatmodjo)



Dubai, Uni Emirat Arab (CB) - Uni Emirat Arab (UAE), Rabu (18/10), mengumumkan negara itu akan merawat 100 orang yang cedera akibat aksi bom bunuh diri di Mogadishu dan mengirim pasokan medis ke berbagai rumah sakit Somalia, kata Kantor Berita Emirat (WAM).

Kantor berita resmi UAE menyatakan Bulan Sabit Merah Emirat telah memulai pengaturan darurat bagi pengiriman cepat orang yang cedera ke negara tetangga Somalia, Kenya, sesuai keperluan berdasarkan kondisi kesehatan mereka.

Masyarakat Bulan Sabit Merah UAE juga mengumumkan organisasi tersebut akan menyediakan perawatan menyeluruh buat 300 anak yatim-piatu yang telah kehilangan keluarga mereka dalam enam bulan terakhir aksi bom bunuh diri, sebagaimana dikutip dari Xinhua.

Tindakan itu adalah "ungkapan sesungguhnya" mengenai pentingnya ikatan UAE dan rakyatnya pada situasi saat ini di Somalia, dan upaya mereka untuk menyelamatkan mereka dari momok perang dan konflik, kata WAM.

Dua pemboman melanda dua persimpangan yang dipenuhi orang di jantung Ibu Kota Somalia, Mogadishu, pada Sabtu (14/10), sehingga menewaskan dan melukai ratusan orang.





Credit  antaranews.com







Rabu, 18 Oktober 2017

Jet UEA Jatuh saat Tempur di Yaman, Dua Pilot Tewas


Jet UEA Jatuh saat Tempur di Yaman, Dua Pilot Tewas
Pesawat jet tempur Uni Emirat Arab (UEA). Pesawat jet tempur UEA jatuh saat jalankan misi tempurdi Yaman, Selasa (17/10/2017). Foto/REUTERS


ABU DHABI - Pesawat jet tempur Uni Emirat Arab (UEA) jatuh di wilayah Yaman pada hari Selasa waktu setempat saat menjalankan operasi tempur. Dua pilot jet tempur dinyatakan tewas.

Komando Angkatan Bersenjata UEA mengumumkan Pilot Ali Saeed Saif Al Mesmari dan Bader Yahiya Mohammad Al Marashdeh menjadi martir setelah pesawat tempur jatuh karena kegagalan teknis di Yaman.

Kecelalaan tragis ini terjadi saat kedua pilot menjalankan tugas mereka sebagai bagian dari “Operation Restoring Hope” koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Komando Angkatan Bersenjata UEA menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para martir.

Mengutip laporan Gulf News, Rabu (18/10/2017), Mayor Pilot Ali Saeed Saif Al Mesmari, 34, dari Fujairah telah menikah dan memiliki tiga anak.

”Kita semua ingin kematiannya sebagai martir dan satu-satunya harapannya adalah untuk mencapai kemartiran,” kata seorang kerabat korban. ”Bagi kami tidak ada kehormatan yang lebih besar daripada mencapai kesyahidan di garis tugas. Kita semua hidup untuk kehormatan ini,” imbuh pihak keluarga korban.

Sementara itu, Letnan Satu Pilot Bader Yahiya Mohammad Al Marashdeh, dari Kalba di Sharjah, bertugas di Angkatan Udara UEA di Yaman selama empat bulan. Al Marashdeh, berusia 20-an tahun, sudah menikah dan memiliki satu anak.

UEA merupakan bagian dari koalisi Arab yang memerangi milisi Houthi yang berusaha menggulingkan pemerintah Yaman yang dipimpin Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi. 




Credit  sindonews.com







Jumat, 13 Oktober 2017

UEA Akhiri Misi Diplomatik Korea Utara


UEA Akhiri Misi Diplomatik Korea Utara
UEA mengakhiri misi diplomatik Korut dan tidak akan mengeluarkan visa bagi warga negara itu. Foto/Istimewa


DUBAI - Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan pihaknya mengakhiri misi duta besar non-residen Korea Utara (Korut) dan mengakhiri layanan utusannya sendiri di Pyongyang. Demikian pernyataan kementerian luar negeri UEA dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita WAM.

WAM menambahkan UEA juga akan berhenti mengeluarkan visa baru atau lisensi perusahaan kepada warga Korut. Ribuan pekerja Korut yang tinggal di wilayah negara Teluk yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS), terutama bekerja di lokasi konstruksi.

"Langkah-langkahnya masuk dalam konteks kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab untuk memperkuat keinginan internasional dan untuk menghentikan proliferasi program senjata nuklir dan rudal," kata kementerian tersebut seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/10/2017).

Presiden AS Donald Trump mendesak negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan lalu untuk memberikan tekanan kepada Korut untuk mengakhiri senjata nuklirnya, dengan menggunakan pidato perdananya ke badan dunia untuk menjawab apa yang dia katakan adalah tantangan global utama.

Uji coba nuklir Korut dan peluncuran rudal telah menimbulkan ketegangan global dan mendorong beberapa putaran sanksi internasional di Dewan Keamanan PBB.

Pengumuman tersebut menyusul langkah serupa oleh tetangga UEA di Teluk Arab macam Qatar dan Kuwait, yang bulan lalu menurunkan hubungan mereka dengan Pyongyang dan berhenti mengeluarkan visa baru untuk warga Korut. 




Credit  sindonews.com