MANAGUA
- Presiden Nikaragua Daniel Ortega membatalkan rencana perubahan sistem
kesejahteraan untuk mengakhiri unjuk rasa yang menewaskan sejumlah
demonstran. Unjuk rasa itu merupakan krisis terbesar dalam
pemerintahannya. Ortega sebelumnya bersikeras dengan rencana kebijakan
itu saat unjuk rasa mulai terjadi pekan lalu.
Para demonstran menentang rencana menaikkan kontribusi pekerja pada jaminan keamanan sosial dan turunnya dana pensiun. Kerusuhan selama unjuk rasa telah menewaskan sedikitnya tujuh orang dan memicu penjarahan serta kepanikan konsumen yang memborong barang-barang kebutuhan pokok.
Paus Fransiskus, pemerintah Amerika Serikat (AS), dan para pemimpin bisnis mendesak Ortega menghentikan kekerasan sebelum dia tampil di televisi dan menyatakan kebijakan yang telah disahkan parlemen pekan lalu akan dicabut.
“Resolusi sebelumnya pada 16 April 2018 yang memicu semua situasi ini, dicabut, dibatalkan dan dikesampingkan,” kata Ortega dikutip kantor berita Reuters.
Pemerintah berpendapat perubahan sistem kesejahteraan itu diperlukan untuk menaikkan keuangan Nikaragua. Ortega menjelaskan, perundingan akan digelar untuk menyusun rencana baru demi memperkuat sistem keamanan sosial.
Meski demikian, pemerintah dikecam oleh para demonstran. Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan korban tewas selama kerusuhan mencapai sedikitnya 25 orang.
Toko-toko di Managua dijarah selama akhir pekan, menurut para saksi mata. Pada Sabtu (21/4), media lokal melaporkan seorang jurnalis ditembak mati saat menyiarkan langsung kerusuhan di Bluefields. Tayangan video yang menunjukkan insiden itu menyebar luas di media sosial.
Polisi membubarkan para demonstran dan membatasi media selama beberapa hari terakhir sehingga memicu kritik lebih keras terhadap Ortega. Dia dianggap memperkuat kontrol terhadap berbagai lembaga negara sejak dia menjabat untuk kedua kali 11 tahun silam.
Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menyerukan dialog untuk mengakhiri konflik dan memulihkan HAM. AS mendesak pemerintah Nikaragua membiarkan media bekerja dengan bebas. “Kami mengecam kekerasan dan kekuatan berlebihan yang digunakan kepolisian dan lainnya pada warga sipil yang menggunakan hak mereka untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat dengan bebas,” ujar juru bicara Deplu AS Heather Nauert.
Para demonstran menentang rencana menaikkan kontribusi pekerja pada jaminan keamanan sosial dan turunnya dana pensiun. Kerusuhan selama unjuk rasa telah menewaskan sedikitnya tujuh orang dan memicu penjarahan serta kepanikan konsumen yang memborong barang-barang kebutuhan pokok.
Paus Fransiskus, pemerintah Amerika Serikat (AS), dan para pemimpin bisnis mendesak Ortega menghentikan kekerasan sebelum dia tampil di televisi dan menyatakan kebijakan yang telah disahkan parlemen pekan lalu akan dicabut.
“Resolusi sebelumnya pada 16 April 2018 yang memicu semua situasi ini, dicabut, dibatalkan dan dikesampingkan,” kata Ortega dikutip kantor berita Reuters.
Pemerintah berpendapat perubahan sistem kesejahteraan itu diperlukan untuk menaikkan keuangan Nikaragua. Ortega menjelaskan, perundingan akan digelar untuk menyusun rencana baru demi memperkuat sistem keamanan sosial.
Meski demikian, pemerintah dikecam oleh para demonstran. Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan korban tewas selama kerusuhan mencapai sedikitnya 25 orang.
Toko-toko di Managua dijarah selama akhir pekan, menurut para saksi mata. Pada Sabtu (21/4), media lokal melaporkan seorang jurnalis ditembak mati saat menyiarkan langsung kerusuhan di Bluefields. Tayangan video yang menunjukkan insiden itu menyebar luas di media sosial.
Polisi membubarkan para demonstran dan membatasi media selama beberapa hari terakhir sehingga memicu kritik lebih keras terhadap Ortega. Dia dianggap memperkuat kontrol terhadap berbagai lembaga negara sejak dia menjabat untuk kedua kali 11 tahun silam.
Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menyerukan dialog untuk mengakhiri konflik dan memulihkan HAM. AS mendesak pemerintah Nikaragua membiarkan media bekerja dengan bebas. “Kami mengecam kekerasan dan kekuatan berlebihan yang digunakan kepolisian dan lainnya pada warga sipil yang menggunakan hak mereka untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat dengan bebas,” ujar juru bicara Deplu AS Heather Nauert.
Credit sindonews.com