Amnesty Internasional mendesak China
menjelaskan mengenai dugaan penahanan satu juta orang minoritas Muslim
di wilayah otonomi Xinjiang. (Reuters/Thomas Peter)
Jakarta, CB -- Amnesty Internasional mendesak China menjelaskan mengenai dugaan penahanan satu juta orang minoritas Muslim di wilayah otonomi Xinjiang.
"Ratusan
ribu keluarga hancur akibat tindakan keras ini," kata Nicholas Beqelin,
Direktur Asia Timur Amnesty Internasional, dalam sebuah pernyataan yang
dikutip AFP, Senin (24/9).
"Mereka putus asa untuk
mengetahui apa yang terjadi pada orang-orang yang mereka cintai dan
sudah saatnya pihak berwenang China memberikan mereka jawaban."
Beijing
dilaporkan meningkatkan pembatasan terhadap minoritas Muslim untuk
memerangi kelompok ekstremis Islam dan separatis di provinsi tersebut.
Namun, para pengamat mengatakan dorongan itu berisiko menimbulkan
kebencian terhadap Beijing dan justru semakin menyulut kelompok
separatis.
Dalam sebuah laporan berisi kesaksian dari orang-orang
yang ditahan di berbagai kamp penampungan, Amnesty menyatakan bahwa
Beijing telah meluncurkan kampanye yang "mengintensifkan pengintaian
yang menganggu, indoktrinasi politik, dan asimilasi budaya secara
paksa."
Orang-orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya dihukum
karena melanggar peraturan yang melarang memelihara jenggot, mengenakan
cadar, dan memiliki Al-Quran yang tidak sah.
Panel Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada bulan lalu melaporkan bahwa sebanyak satu juta orang
Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp pendidikan.
China dilaporkan menahan lebih dari satu juta orang dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang. (Reuters/Thomas Peter)
|
Kebanyakan dari mereka ditahan karena melakukan pelanggaran seperti
melakukan kontak dengan anggota keluarga di luar negeri dan mengucapkan
selamat liburan Islam di media sosial.
Beijing membantah berbagai
laporan mengenai kamp tersebut, tetapi banyak bukti-bukti dalam bentuk
dokumen pemerintah dan berbagai kesaksian orang-orang yang melarikan
diri.
Laporan ini juga mengindikasikan bahwa pihak berwenang
China menahan banyak orang di kamp-kamp tanpa proses hukum yang jelas
untuk indoktrinasi politik dan budaya.
Berdasarkan dari laporan
Amnesty, beberapa mantan tahanan mengaku diikat dengan rantai, disiksa,
dipaksa untuk menyanyikan lagu-lagu politik dan belajar mengenai Partai
Komunis.
Amnesty pun menyerukan kepada pemerintah di seluruh dunia untuk meminta pertanggungjawaban kasus ini di Xinjiang.
Pekan
lalu, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengecam pelanggaran berat
kepada kaum Muslim Uighur yang ditahan di kamp-kamp pendidikan.
Para
pejabat China sendiri menyerukan agar praktik keagamaan sejalan dengan
nilai-nilai dan budaya tradisional China, seruang yang memicu
kekhawatiran pegiat HAM.
Awal bulan ini, beberapa draf regulasi menunjukkan China
mempertimbangkan pengetatan konten keagamaan di internet, seperti gambar
orang sedang berdoa.
Pengawasan ketat ini dilakukan untuk
membendung kelompok ekstremis. Pihak berwenang juga telah menghapus
simbol-simbol Islam dari tempat umum di berbagai daerah dengan populasi
Muslim yang signifikan.
Orang-orang Kristen juga menjadi target
kekerasan ini, seperti sebuah gereja "bawah tanah" di Beijing yang
ditutup oleh pihak berwenang pada awal bulan ini. Salib gereja-gereja di
provinsi Henan juga dibongkar dan umat Kristen menjadi target
kekerasan.
Credit
cnnindonesia.com