Rabu, 14 Maret 2018

Mahathir Akui Membui Anwar Ibrahim Adalah Sebuah Kesalahan


Mahathir Akui Membui Anwar Ibrahim Adalah Sebuah Kesalahan
Mahathir Mohamad mengakui keputusannya membui Anwar Ibrahim sebagai wakilnya ketika masih menjabat sebagai orang nomor satu di negara itu adalah kesalahan. (AFP Photo/Manan Vatsyayana)



Jakarta, CB -- Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengakui bahwa keputusannya untuk memenjarakan Anwar Ibrahim saat menjadi wakilnya ketika masih menjabat sebagai orang nomor satu di negara itu adalah sebuah kesalahan.

"Dari sudut pandang politik, saya tidak akan melakukan itu. Ketika saya menjadi perdana menteri, saya berjanji kepada diri sendiri tidak akan melakukan sesuatu yang membuat orang benci kepada saya," ujar Mahathir dalam wawancara khusus dengan Sin Chew Daily.

Mahathir menjelaskan bahwa saat harus mengambil keputusan itu, dia tidak punya pilihan lain karena polisi sudah memaparkan semua bukti atas kasus dugaan sodomi Anwar Ibrahim.


Dalam kesempatan tersebut, Mahathir pun menolak julukan diktator yang selama ini selalu dilekatkan padanya. Menurutnya, jika ia seorang diktator, Anwar akan langsung dijebloskan ke penjara tanpa proses hukum.


"Saya marah kepada polisi. Saya bertanya mengapa mereka tidak mengadili dia. Mereka tidak menjawab, tapi kemudian mengatakan bahwa dia sudah memiliki reputasi buru. Namun, saya memaksa dia harus diadili terlebih dulu," ucap Mahathir, sebagaimana dikutip The Straits Times.

Saat itu, Mahathir sebenarnya hanya memiliki kewenangan untuk memecat Anwar dari jabatan wakil perdana menteri dan menteri keuangan.


Namun kemudian, UMNO memutuskan untuk melucuti jabatan Anwar sebagai wakil presiden partai berkuasa tersebut.

"Kami menggelar rapat dewan tinggi hingga jam 4.00. Semua orang berhak berbicara. Mereka tidak hanya tak ingin dia menjadi wakil presiden, mereka juga tidak mau dia di dalam partai. Itu bukan keputusan saya," tutur Mahathir.

Kini, Anwar berada dalam masa tahanan pemerintah rezim Najib Razak atas tuduhan kasus sodomi kontroversial dan disebut-sebut sarat politik, tudingan serupa yang digunakan Mahathir untuk menjebloskan mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia itu ke penjara pada 1998.

Hidup di balik jeruji besi selama enam tahun, Anwar akhirnya bebas. Setelah Mahathir lengser dan digantikan oleh Najib Razak, Anwar sempat menjadi pemimpin oposisi yang kuat dan mendapat sokongan dari masyarakat luas sebelum akhirnya dipenjarakan kembali oleh rezim berkuasa.





Credit  cnnindonesia.com




Timor Leste Merdeka, Renegosiasi Perth Treaty Dinilai Logis


Timor Leste Merdeka, Renegosiasi Perth Treaty Dinilai Logis
PM Australia Malcolm Turnbull dan Presiden RI Joko Widodo. (Reuters/David Moir)


Jakarta, CB -- Indonesia belum meratifikasi perjanjian perbatasan yang diteken bersama Australia di Perth pada 1997 atau Perth Treaty 1997. Karena itu, perjanjian tersebut belum berlaku.

Pakar batas maritim I Made Andi Arsana menuturkan pada era 1970-an, saat konvensi hukum laut yang berlaku adalah United Nation Convention Law of the Sea (UNCLOS) 1958, di kawasan terdapat tiga negara yakni Indonesia, Australia dan Timor Portugis.

"Dalam membuat kesepakatan perbatasan, tiga-tiganya harus terlibat. Namun sayangnya saat itu, Timor Portugis tidak mau terlibat saat rencana negosiasi dilontarkan saat itu. Sehingga yang menetapkan batas maritim pertama kali adalah Indonesia dan Australia," kata Dosen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mata (UGM) tersebut.


Kesepakatan tersebut diteken pada 1972 dan telah diratifikasi kedua negara. "Pada 1972, kesepakatan Indonesia-Australia hanya dasar laut. Air lautnya tidak dibagi karena hukum laut yang berlaku saat itu, UNCLOS 1958," kata Andi, pakar aspek geospasial hukum laut.

Adapun pada 1975, Timor Leste bergabung dengan Indonesia. Kawasan yang tadinya belum disepakati perbatasannya, dengan berbagai dinamika menjadi batas yang kemudian disepakati pada Perth Treaty 1997.




Namun berbeda dengan Kesepakatan Batas Maritim RI-Australia 1972, Kesepakatan Batas Maritim Indonesia-Australia 1997 atau yang dikenal dengan Perth Treaty 1997 yang diteken pada 14 Maret 1997 di Kota Perth, Australia itu belum  menjadi hukum karena belum diratifikasi.

Timor Leste pun melepaskan diri dari Indonesia pada 2002. Negara itu pun telah menandatangani kesepakatan baru dengan Australia di New York 6 Maret lalu.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Damos Domuli Agusman memastikan bahwa Perth Treaty 1997 itu belum diratifikasi oleh kedua negara dan tidak dapat diratifikasi Indonesia karena mengandung wilayah Timor Leste.

"Belum diratifikasi oleh kedua negara dan dalam perjalanannya perjanjian ini tidak dapat diratifikasi karena mencakup area yang menjadi wilayah Timur Leste dan merupakan obyek konsiliasi antara Australia dan Timur Leste," kata Damos di Jakarta, Senin (12/3). Menurutnya, pihak Australia pun mengetahui hal tersebut.

Menurut Andi, meski tanpa kesepakatan Timor Leste dan Australia, Perth Treaty 1997 harus dinegosiasi ulang. Bukan karena 'dapat apa' tapi semata lantaran batas wilayah yang disepakati telah berubah.

"Ketika Timor Leste merdeka, ada yang harus direvisi pada perjanjian 1997 karena membagi kawasan yang bukan menjadi bagian Indonesia lagi," kata Andi. "Ini adalah konsekuensi logis legal dari perubahan geopolitik," kata Andi.

Meski hukum internasional mengatur bahwa perjanjian batas umumnya tidak direvisi. Namun, Perth Treaty 1997 belum 'penuh' sebagai sebuah traktat karena belum diratifikasi. Sebuah perjanjian batas wilayah baru sah, jika dokumen ratifikasi atau persetujuan parlemen telah diserahkan ke masing-masing negara.

Walaupun Australia memahami hal tersebut, menurut Andi, wacana membuka kembali negosiasi bisa membuat resah Australia. Pasalnya, banyak hal bisa terjadi dalam sebuah perundingan perbatasan.

Jika Indonesia dan Australia sepakat untuk merundingkan ulang batas wilayah maritim, maka hal itu pun tersebut harus menunggu ratifikasi traktat delimitasi Timor Leste-Australia yang baru diteken.




Credit  cnnindonesia.com




Presiden Jokowi terima Senat Parlemen Kazakhstan


Presiden Jokowi terima Senat Parlemen Kazakhstan
Presiden Joko Widodo menerima delegasi Senat Parlemen Kazakhstan yang ingin menjajaki potensi kerja sama bilateral di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (13/3/2018). (ANTARA/Bayu Prasetyo)



Jakarta (cb) - Presiden Joko Widodo antara lain berbicara tentang keragaman masyarakat Indonesia saat menerima kunjungan delegasi Senat Parlemen Kazakhstan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.

"Terima kasih telah berkunjung ke negara kami. Negara dengan populasi muslim terbesar, 87 persen dari 260 juta penduduk kami merupakan umat muslim," kata Presiden saat menerima delegasi dari Kazakhstan yang antara lain meliputi Ketua Senat Parlemen Kassym-Jomart Tokayev, Wakil Ketua Komite Hubungan Internasional, Pertahanan dan Keamanan Senat Darkhan Kaletayev, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kazakhstan untuk RI Askhat Orazbay.

Kepada delegasi yang juga terdiri atas Wakil Ketua Komisi Kebijakan Ekonomi, Inovasi Pembangunan dan Kewirausahaan Senat Sarsenbay Yangsegenov, anggota Komisi Pembangunan Sosial Budaya dan Pengetahuan Senat Sergey Ershov, anggota Komisi Hukum dan Sistem Pengadilan Senat Marat Tagimov, Presiden Jokowi juga menjelaskan upaya masyarakat Indonesia yang beragam suku, budaya dan agamanya menjaga perdamaian.

"Alhamdulillah kami dapat menjaga kebersamaan dalam prinsip perdamaian dan toleransi yang selalu memberi kenyamanan," kata Presiden.

Sementara delegasi Senat Parlemen Kazakhstan menyampaikan keinginan mereka menjajaki potensi kerja sama bilateral kepada Presiden Jokowi, yang selain menerima delegasi Kazhakstan juga akan menerima kunjungan Dewan Bisnis Amerika Serikat-ASEAN di Istana Merdeka.




Credit  antaranews.com






Myanmar Tolak Tuduhan Langgar HAM Ekstrem Terkait Rohingya


Seorang gadis berdiri di depan sebuah tempat penampungan PBB untuk pengungsi Rohingya yang tinggal di dalam negeri di Myanmar.

Seorang gadis berdiri di depan sebuah tempat penampungan PBB untuk pengungsi Rohingya yang tinggal di dalam negeri di Myanmar.
Foto: Reuters:/Soe Zeya Tun (File)


Pelanggaran ini kemungkinan besar merupakan kejahatan menurut hukum internasional.na



CB, NAYPYTAW -- Pemerintah Myanmar menolak dua laporan baru-baru ini mengenai tindakan kejahatan yang melanggar hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya. Pihaknya mengatakan klaim tersebut tidak ada penyokongnya.

Dua laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menemukan bahwa Myanmar telah melakukan pelanggaran HAM ekstrem terhadap orang-orang etnis Rohingya. Pelanggaran tersebut kemungkinan besar merupakan kejahatan menurut hukum internasional.

Dewan HAM PBB mendengar kedua laporan tersebut pada Senin (12/3). Dengan satu dari Misi Pencarian Fakta Independen mengenai Myanmar, dan satu lagi dari Yanghee Lee, Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Myanmar.

Sementara itu tim penyelidik telah dilarang untuk memasuki Myanmar. Oleh karena itu mereka mengandalkan wawancara dengan pengungsi dan lainnya di Bangladesh, Malysia, dan Thailand.

"Isi informasi dan materi yang kami kumpulkan sangat konkret dan luar biasa," kata para ahli Misi Pencitraan Fakta dalam laporan lisan mereka.
"Ini menunjukkan pelanggaran hak asasi manusia yang paling serius, kemungkinan besar masuk dalam kejahatan di bawah hukum internasional."

Laporan misi tersebut didasarkan pada lebih dari 600 wawancara mendalam dengan para korbandan saksi. Penyidik juga menganalisis citra satelit, foto dan cuplikan video.

"Setiap penolakan atas keseriusan situasi di Rakhine, pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan, dan penderitaan korban, tidak dapat dipertahankan," kata mereka. "Kami memiliki ratusan akun kredibel yang paling menyiksa."

Misi tersebut menemukan bahwa apa yang disebut operasi pembersihan oleh pasukan keamanan Myanmar telah menyebabkan hampir 700 ribu pengungsi Rohingya memasuki Bangladesh. Tindakan yang dilakukan sejak Agustus tahun lalu itu membuat banyak orang Rohingya terbunuh dalam operasi semacam itu.

"Orang-orang meninggal karena luka tembak, seringkali karena penembakan tanpa pandang bulu saat penduduk desa melarikan diri. Beberapa dibakar hidup-hidup di rumah mereka seringkali orang tua, difabel dan anak-anak muda. Yang lainnya diretas sampai mati."

Dalam pernyataannya, Lee mengatakan bahwa tindakan di negara ini menyandang tanda genosida. Dia mewawancarai lebih dari 100 pengungsi di Bangladesh dan mereka mengatakan hal-hal buruk kepadanya.

"Orang tua mengatakan kepada saya bahwa ada catatan mengerikan tentang menyaksikan anak-anak mereka dilemparkan ke dalam api. Korban selamat menggambarkan pasukan keamanan memanggil keluarga dari rumah mereka, memisahkan laki-laki dewasa dan anak laki-laki untuk dieksekusi di depan keluarga mereka atau dibawa pergi. Saya mendengar kesaksian tentang wanita dan anak perempuan yang diperkosa dan kemudian dibunuh, beberapa dibakar hidup-hidup di rumah mereka saat tidak sadar atau terikat," ujarnya melaporkan.

Hal tersebut membuat Lee ragu atas ketulusan Myanmar mengenai pemulangan para pengungsi dari Bangladesh. Terlebih karena kini mereka tidak bisa mengklaim tempat tinggalnya dulu di negara bagian Rakhine karena perkampungan mereka di sana telah rata dengan tanah akibat dibuldoser.

Bahkan citra satelit menunjukkan bahwa Myanmar telah membangun pangkalan militer di lokasi yang telah dibuldoser tersebut. Selain itu, tampaknya ada kebijakan kelaparan paksa, yang dirancang agar tidak ada kehidupan berkelanjutan di Rakhine utara bagi etnis Rohingya yang masih bertahan di sana.

Pemerintah Myanmar menolak legitimasi laporan tersebut. "Kami tidak menyangkal pelanggaran hak tapi kami meminta bukti yang kuat, berdasarkan fakta dan dapat dipercaya atas tuduhan yang mereka lakukan," kata juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay.




Credit  republika.co.id







Menhan AS Sebut Elemen Taliban Siap Berdialog Soal Perdamaian


Menhan AS Sebut Elemen Taliban Siap Berdialog Soal Perdamaian
Menhan AS James Mattis menyebut sejumlah elemen Taliban siap merundingkan perdamaian. (Reuters/Jonathan Ernst)


Jakarta, CB -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis menyebut sejumlah elemen dari kelompok Taliban siap berdialog soal upaya perdamaian dengan pemerintah Afghanistan.

Hal itu diutarakan Mattis setelah bertemu dengan Presiden Ashraf Ghani, di Kabul, Selasa (13/3).

"Mungkin tidak semua Taliban akan datang dalam satu kesempatan, itu terlalu jauh. Tapi ada sejumlah elemen Taliban yang jelas-jelas tertarik untuk berdialog dengan pemerintah Afghanistan," kata Mattis di Kabul, Selasa (13/3).


Lawatan Mattis hari ini tidak diumumkan secara resmi oleh pemerintah kedua negara.



Kunjungan ini dilakukan berselang beberapa pekan setelah Ghani mengungkapkan niat untuk berunding dengan Taliban dan mengakui kelompok itu sebagi partai politik.

Taliban merupakan kelompok pemberontak yang sudah belasan tahun menjadi ancaman keamanan utama Afghanistan. Sampai saat ini, kelompok tersebut masih menguasai sejumlah wilayah di negara tersebut.

Meski propagandanya lebih diarahkan kepada polisi dan militer, Taliban kerap meluncurkan serangan teror yang turut menewaskan ratusan warga sipil.

Sejauh ini Taliban menganggap tawaran berembuk pemerintahan Ghani hanya tipuan. Kelompok itu juga menyatakan hanya siap bernegosiasi dengan Amerika Serikat, bukan pemerintah Afghanistan.



Menanggapi hal itu, Mattis mengatakan AS sampai saat ini masih berupaya mendorong pemerintah Afghanistan memimpin dan terlibat proses rekonsiliasi tersebut.

"Sekarang kami ingin pemerintah Afghanistan memimpin dan mempersiapkan substansi dari upaya rekonsiliasi tersebut," kata Mattis.
Sejumlah elemen Taliban disebut siap berunding.
Sejumlah elemen Taliban disebut siap berunding. (REUTERS/Jim Hollander)
Di depan wartawan sebelum meninggalkan Kabul, Mattis mengungkapkan perundingan damai ini merupakan langkah awal menuju kemenangan Amerika yang selama lebih dari 16 tahun ikut berperang di Afghanistan.

Hingga kini ada sekitar 14 ribu pasukan AS di Afghanistan. Sejak Presiden Donald Trump menjabat, AS berupaya meningkatkan jumlah personel itu demi memaksimalkan upaya memberantas Taliban.



Meski begitu, Mattis menekankan bahwa tujuan AS kali ini adalah menyelesaikan konflik di Afghanistan melalui pendekatan rekonsiliasi politik, bukan militer.

"Kemenangan itu seperti apa? Kemenangan adalah ketika sebuah negara dan pasukan keamanannya bisa menegakkan hukum dan bisa melindungi bangsa dari ancaman apa pun," kata Mattis.

"Semua pihak sedang berusaha mencapai sebuah rekonsiliasi politik, bukan kemenangan militer. Kemenangan itu sendiri akan dicapai dari rekonsiliasi politik," ujarnya seperti dikutip AFP.




Credit  cnnindonesia.com





Pemerintah Palestina Minta Hamas Serahkan Keamanan Gaza


Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah.

Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah.
Foto: Reuters


Rombongan mobil pengiring PM Palestina terkena ledakan bom saat melintas di Gaza.


CB, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah menyampaikan seruan ke Hamas agar menyerahkan tanggung jawab keamanan Jalur Gaza kepada pemerintah Palestina yang berbasis di Ramallah. Seruan ini disampaikan setelah rombongan mobil pengiringnya kena dampak ledakan bom saat melintasi distrik Beit Hanoun pada Selasa (13/3) waktu setempat.

"Hari ini (Selasa 13/3), kami jadi sasaran percobaan pembunuhan dengan sebuah alat peledak yang terkubur dua meter di bawah tanah. Karena itu, kami minta Hamas menyerahkan keamanan Jalur Gaza kepada pemerintah Palestina. Kehadiran pemerintah di Gaza bisa lebih efektif dengan memberikan keamanan," kata dia seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (14/3).

Hamdallah juga menilai perlunya satu otoritas untuk mengamankan Jalur Gaza, terutama sesudah terjadi ledakan bom di pinggir jalan itu. "Perlu ada satu otoritas keamaanan di Jalur Gaza," ujarnya menambahkan.

Hamdallah beserta rombongan melakukan kunjungan ke Jalur Gaza didampingi oleh Kepala Intelijen Palestina Majid Faraj. Namun saat melintasi distrik Beit Hanoun, terjadi bom yang berada di pinggir jalan tiba-tiba meledak lalu merusakkan dua mobil di buntut rombongan.

Tidak ada korban tewas dalam ledakan tersebut. Enam orang terluka dan sedang mendapat perawatan medis di Ramallah.

Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Palestina di wilayah Gaza, Iyad al-Buzm, membenarkan adaya insiden ledakan bom saat rombongan kendaraan Hamdallah melewati Beit Hanoun. Penyebab ledakan tersebut saat ini sedang diselidiki oleh pasukan keamanan Gaza.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID






PM Palestina Selamat dari Upaya Pembunuhan di Gaza



PM Palestina Selamat dari Upaya Pembunuhan di Gaza
Ilustrasi ledakan. (Thinkstock/wandee007)



Jakarta, CB -- Pemerintah Palestina menyatakan Perdana Menteri Rami Hamdallah selamat dari upaya pembunuhan dengan bom yang ditanam di tepi jalan di Gaza, Selasa (13/3).

Serangan terhadap pemimpin upaya rekonsiliasi dengan Hamas itu terjadi bertepatan dengan rapat Gedung Putih terkait situasi kemanusiaan di Gaza.

Dilaporkan Reuters, hingga kini belum ada klaim tanggung jawab atas atas insiden ini. Sementara itu, Hamas mengecam serangan tersebut.


Beberapa menit setelah ledakan, perdana menteri berusia 59 tahun itu tampak tidak terluka, menyampaikan pidato di pembukaan fasilitas pengelolaan limbah dan bersumpah terus mempersatukan Palestina.


Dia mengatakan ledakan itu mengakibatkan tiga kendaraan rusak dan tanah berlubang.

Pihak pemerintah menuding Hamas bertanggung jawab atas serangan, tapi tidak secara langsung menyebut kelompok itu melakukan serangan dan menyiratkan penguasa Gaza itu gagal menyediakan perlindungan yang cukup.

Hamas dan pemerintah Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas masih terbelah soal pembagian kekuasaan administratif Jalur Gaza di bawah kesepakatan yang dimediasi Mesir. Hamas merebut kekuasaan atas wilayah itu dari pendukung Abbas pada 2007 lalu.




Credit  cnnindonesia.com




Turki Klaim 3.400 Militan Kurdi di Afrin Sudah Dinetralisir



Militan Kurdi yang terus berupaya melawan militer Turki.

Militan Kurdi yang terus berupaya melawan militer Turki.
Foto: Rand.org


Dalam operasi di Afrin itu tidak pernah menjadikan warga sipil sebagai sasaran.



CB,  JAKARTA -- Sebanyak 3.400 anggota kelompok militan Kurdi di Afrin, Suriah, diklaim telah dinetralisir selama Operasi Ranting Zaitun berlangsung. Hal ini disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat berpidato dalam sebuah agenda kenegaraan.

Erdogan dalam kesempatan itu juga menuturkan operasi tersebut dilakukan untuk membersihkan seluruh kelompok militan yang ada di Afrin, Manbij, dan Suriah utara. Turki, lanjutnya, dalam operasi di Afrin itu tidak pernah menjadikan warga sipil sebagai sasaran.

Menurut Erdogan, kalau militer Turki juga menargetkan warga sipil, tentu Afrin sudah takluk sekarang ini. "Afrin pasti sudah jatuh jika kami menargetkan warga sipil," kata dia seperti dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (14/3).

Erdogan menilai, Operasi Ranting Zaitun ini sekaligus untuk memotret kekejaman kelompok militan Kurdi di Afrin. Terlebih, anggota kelompok tersebut menyamar sebagai orang lokal dan membantai anak-anak.

Turki pada 20 Januari lalu meluncurkan Operasi Ranting Zaitun untuk menaklukkan kelompok ISIS dan militan Kurdi YPG/PKK di Afrin, Suriah. Staf umum Turki menyatakan operasi tersebut untuk membangun keamanan dan stabilitas di sepanjang perbatasan Turki dan wilayah Afrin.

Selain itu juga untuk melindungi warga Suriah dari penindasan dan kekejaman kelompok militan tersebut. Operasi itu dilakukan berdasarkan hukum internasional, resolusi Dewan Keamanan PBB, hak pembelaan diri berdasarkan piagam PBB, dan penghormatan terhadap integritas wilayah Suriah. Pihak militer juga menyatakan bahwa hanya target teror yang digempur.




Credit  republika.co.id









SDF Suriah tuduh Ankara lakukan pembersihan etnis di Afrin


SDF Suriah tuduh Ankara lakukan pembersihan etnis di Afrin
Tentara pembebasan Suriah dukungan Turki berada di Afrin, Suriah, Jumat (2/3/2018). (REUTERS/Khalil Ashawi)




Beirut (CB) - Seorang pejabat tinggi Kurdi Suriah, Selasa, menuduh Turki menempatkan keluarga Turkmen dan Arab di desa-desa yang direbut dalam kampanye tentara Turki di wilayah Kurdi, Afrin.

Seorang pejabat senior Turki mengatakan tuduhan itu "benar-benar salah".

Turki melancarkan serangan besar di wilayah Suriah barat laut pada Januari, yang bertujuan untuk mengusir milisi YPG Kurdi.

Redur Xelil, kepala hubungan luar negeri di Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah aliansi milisi yang didominasi YPG, mengatakan bahwa Turki sedang melakukan kebijakan "perubahan demografis" di wilayah tersebut.

"Pemerintah Turki menempatkan keluarga Turkmen dan Arab di desa Afrin yang diduduki setelah memaksa pergi orang-orangnya dan mendistribusikan barang-barang milik orang-orang Afrin ke pemukim baru," katanya dalam sebuah pesan tertulis kepada Reuters.

Pejabat senior Turki tersebut mengatakan: "Klaim bahwa orang-orang Arab dan Turkmen ditempatkan di Afrin benar-benar salah ... Pengalihan populasi ke wilayah tersebut untuk mengubah struktur demografis tidak mungkin."

Turki memandang YPG sebagai perpanjangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melakukan pemberontakan tiga dekade di Turki dan didaftar sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Turki.

Amerika Serikat menganggap YPG sebagai mitra berharga dalam perang melawan militan ISIS di Suriah utara.

Xelil menambahkan bahwa peran Turki di Suriah utara "meletakkan dasar bagi konflik etnis dan perselisihan antara orang Arab, Kurdi dan Turkmen".

Sementara itu sebelumnya Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan Angkatan bersenjata Turki akan terus melakukan operasi di Suriah setelah operasi di Afrin dan Manbij untuk menyapu petempur Kurdi-Suriah dari perbatasan Turki dengan Suriah.

Turki, yang meluncurkan operasi di wilayah Suriah barat laut, Afrin, pada Januari mengancam untuk bergerak lebih jauh ke wilayah timur, Manbij, tempat pasukan YPG Kurdi Suriah dikerahkan.

Langkah itu membuat pasukan Turki menghadapi kemungkinan konfrontasi dengan Pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di sekitar kota.

Pada Kamis, menteri luar negeri Turki mengatakan pasukan Turkiak an menyelesaikan serangan di Afrin pa da Mei dan akan melakukanserangan gabungan bersama Baghdad terhadap gerilyawan Kurdi di Irak pascapemilihan umum parlemen Irak.



Credit  antaranews.com







Pemberontak Sebut Jet Suriah Serang Wilayah De-eskalasi


Pemberontak Sebut Jet Suriah Serang Wilayah De-eskalasi
Ilustrasi serangan udara. (AFP Photo/Aris Messinis)



Jakarta, CB -- Pemberontak dan warga setempat menyebut jet tempur pemerintah menyerang wilayah kekuasaan kelompok bersenjata yang dijadikan "zona de-eskalasi" di selatan Suriah, Senin (12/3).

Dua petinggi pemberontak mengatakan kepada Reuters setidaknya delapan serangan menghantam kota Busr al-Harir, Hrak, al-Gharaiya al-Gharbiya dan al-Sowara di daerah pedesaan di timur Deera.

Amerika Serikat dan Rusia sepakat menjadikan daerah itu sebagai zona de-eskalasi pada tahun lalu.


Seorang sumber di pihak pemberontak mengatakan sejumlah sasaran yang dihantam dekat dengan garis depan pertempuran di utara Deraa, tak jauh dari garnisun besar militer Suriah di sekitar Izra, wilayah yang dikuasai pemerintah.

Satu serangan lainnya menghantam pusat pertahanan sipil di wilayah Laja dan daerah permukiman di sejumlah kota, kata seorang warga di Busr al Harir.

Wilayah selatan Suriah adalah satu dari tiga bagian negara di mana pemberontak yang menentang Presiden Bashar al-Assad masih menguasai banyak populasi warga. Dua daerah lainnya ada di bagian utara dekat perbatasan dengan Turki dan timur Ghouta di pinggiran Damaskus.
Timur Ghouta masih terus dibombardir pemerintah meski sudah banyak korban sipil berjatuhan.
Timur Ghouta masih terus dibombardir pemerintah meski sudah banyak korban sipil berjatuhan. (AFP PHOTO/Hamza Al-Ajweh)
Dua diplomat senior mengatakan Yordania dan negara-negara Barat khawatir pasukan Suriah yang didukung Rusia akan melakukan serangan besar-besaran di selatan jika berhasil mengambil alih timur Ghouta.

Seorang komandan pemberontak mengatakan serangkaian serangan di selatan tampak seperti peringatan bagi pemberontak yang dinaungi Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Mereka tengah merencanakan serangan besar dalam beberapa hari ke depan untuk membantu rekan-rekannya di Ghouta.

"Semula kami akan memulai operasi, dan kami belum mengumumkan kapan serangan itu akan dilakukan, dan rezim melakukan serangan lebih dulu," kata Abu Nabout, seorang komandan di Liwa Tawheed al-Jnoob, salah satu faksi pemberontak FSA.

Seorang petinggi pemberontak lain mengatakan faksi-faksi FSA sudah mengerahkan pasukan untuk mengantisipasi pertempuran lebih besar.
Pemberontak FSA.
Pemberontak FSA. (Reuters/Rami Zayat)
"Saya bisa bilang semua faksi di selatan dalam keadaan siap dan waspada dengan seluruh peralatan dan pasukan tempurnya," kata Khaled al-Faraj, komandan pasukan pemberontak di provinsi Quneitra.

Rusia yang mendukung pemerintah dan Amerika yang mendukung pemberontak untuk menggulingkan Assad diam-diam bertemu di Yordania pada Juni lalu dan mengumumkan gencatan senjata di barat daya Suriah, sebulan setelahnya.

Upaya perdamaian AS pertama di bawah pemerintahan Donald Trump yang terlaksana pada 7 Juli itu diperpanjang pada November lalu wilayah yang berbatasan dengan Israel dan Yordania.

Meski ada sejumlah pelanggaran, gencatan itu membantu mengurangi tensi pertempuran dan bertujuan untuk mencapai de-eskalasi lebih panjang, selangkah menuju penyelesaian konflik secara penuh.





Credit  cnnindonesia.com






Rusia Peringatkan AS Untuk Tidak Serang Basis Militer Suriah


Rusia Peringatkan AS Untuk Tidak Serangan Basis Militer Suriah
Kepala Staf Umum Rusia Valery Gerasimov menyatakan pihaknya akan merespon dengan keras setiap serangan yang menargetkan basis militer Suriah. Foto/Istimewa


MOSKOW - Kementerian Pertahanan Rusia memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk tidak melakukan serangan terhadap basis militer Suriah. Ini merupakan respon atas ancaman yang ditebar Washington kepada Damaskus beberapa waktu lalu.

Dalam sebuah pernyataan, Kepala Staf Umum Rusia Valery Gerasimov menyatakan pihaknya akan merespon dengan keras setiap serangan yang menargetkan basis militer Suriah. Alasanya, banyak penasihat militer Rusia yang ditempatkan di basis-basis militer itu.

"Ada banyak penasihat militer Rusia, perwakilan dari Center for Reconciliation of Opposing Sides dan tentara Rusia di Damaskus dan di fasilitas pertahanan Suriah," kata Gerasimov, seperti dilansir Russia Today pada Selasa (13/3).

Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis memperingatkan pemerintah Suriah mengenai penggunaan senjata kimia dalam perang saudara di negara tersebut. Suriah diduga telah melakukan sejumlah serangan kimia dalam serangan terhadap basis pemberontak di negara tersebut.

Mattis menyatakan sangat tidak bijaksana bagi Damaskus untuk mencoba melakukan serangan dengan menggunakan senjata kimia di Ghouta Timur dan memperingatkan bahwa akan merespon dengan keras serangan semacam itu.

"Akan sangat tidak bijaksana bagi mereka untuk menggunakan gas yang bisa digerakkan senjata. Dan menurut saya, Presiden Donald Trump menampilkan dengan sangat jelas di awal pemerintahannya mengenai hal ini," ucap Mattis.

Pada awal April tahun lalu, Trump memerintahkan serangan terhadap basis pemerintah Suriah, sebagai respon atas serangan senjata kimia yang dilakukan Damaskus.






Credit  sindonews.com




Rusia Miliki Rudal Hipersonik Sarmat, Selamat Tinggal Rudal Setan


Rusia Miliki Rudal Hipersonik Sarmat, Selamat Tinggal Rudal Setan
Rudal balistik antarbenua (ICBM) R-36M Rusia yang oleh NATO dinamai sebagai rudal Setan. Foto/Russia Today


MOSKOW - Rusia segera memensiunkan keluarga rudal balistik antarbenua (ICBM) R-36M era Soviet, yang dinamai NATO sebagai rudal Setan. Rudal ikonik ini akan “dibuang” karena negara rival Amerika Serikat (AS) ini sudah memiliki ICBM Sarmat dengan sistem hipersonik.

”(Rudal Setan) ini berada di akhir rentang hidupnya, dan kita akan mulai membuang rudal itu,” kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Yury Borisov.

Borisov tidak merinci model pasti dari rudal Setan yang akan disingkirkan. ICBM R-36M pertama kali digunakan pada tahun 1975 dan menjadi wahana nuklir strategis berbasis silo yang paling kuat di dunia. Dua modifikasi dari rudal itu telah dibuat tak lama setelah versi aslinya digunakan.

Modifikasi terbaru dari rudal yang mengandalkan liquid-propelled ini dikenal di Rusia sebagai R-36M2 Voevoda. Namun, entah mengapa di Barat dijuluki dengan nama yang lebih menakutkan, yakni “Setan”.

Menurut Borisov, senjata yang menua tersebut akan diganti dengan rudal Sarmat generasi baru, yang kini jadi tambahan terbaru koleksi senjata di gudang amunisi Rusia.

”Tidak ada keraguan bahwa pada akhir kemampuan Voevoda, kita akan mendapatkan rudal Sarmat baru,” ujarnya, seperti dikutip Russia Today, Selasa (13/3/2018).


Sebelumnya,  Borisov mengumumkan bahwa industri senjata negaranya sudah siap untuk memproduksi massal ICBM Sarmat berkecepatan hipersonik.

"Semua masalah praktis, ilmiah, teknis dan pembuatan terkait telah diatasi. Fasilitas yang diperlukan untuk pembuatan misil (Sarmat) yang diperintahkan oleh Kementerian Pertahanan, sudah siap,” kata Borisov kepada surat kabar Krasnaya Zvezda.

Pada tanggal 1 Maret, Presiden Vladimir Putin mengatakan dalam pidato kenegaraannya di hadapan Majelis Federal bahwa Rusia telah memulai produksi massal senjata dengan sistem Avangard, yang mampu menempuh jarak antarbenua di lapisan padat atmosfer dengan kecepatan lebih cepat dari Mach 20.

”Sistem Avangard, yang disebutkan oleh presiden, telah diuji dengan baik. Kami memiliki kontrak untuk produksi massal sistem ini,” kata Borisov. 




Credit  sindonews.com






Rusia Klaim Sudah Hentikan Pembuatan dan Hancurkan Cadangan Racun Syaraf


Rusia Klaim Sudah Hentikan Pembuatan dan Hancurkan Cadangan Racun Syaraf
Rusia menyatakan mereka telah menghentikan produksi dan menghancurkan semua cadangan senjata kimia mereka, termasuk racun syaraf Novichok. Foto/Istimewa


MOSKOW - Rusia menyatakan mereka telah menghentikan produksi dan menghancurkan semua cadangan senjata kimia mereka, termasuk racun syaraf "Novichok". Racun syaraf "Novichok" adalah racun yang digunakan terhadap pembelot Rusia, Sergei Skripal.

Anggota Majelis Tinggi Rusia, Igor Morozov menyatakan penghancurkan racun, yang masuk dalam kategori senjata kimia tersebut sudah dikonfirmasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).

"Rusia tidak hanya menghentikan produksi agen saraf, termasuk Novichok, tapi juga menghancurkan semua cadangan mereka sepenuhnya. Hal ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan internasional di bawah kendali pengamat internasional OPCW," kata Morozov, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (13/3).

Pernyataan Mozorof ini muncul tidak lama setelah Perdana Menteri Inggris, mengatakan “sangat mungkin” Rusia bertanggung jawab atas nasib Skripal yang dianggap sebagai pengkhianat Moskow.

May menuduh serangan tersebut merupakan tindakan langsung oleh negara Rusia di Inggris, atau pemerintah Rusia mengizinkan agen sarafnya ”Novichok” untuk jatuh ke tangan yang salah. ”Pemerintah telah menyimpulkan bahwa sangat mungkin Rusia bertanggung jawab,” katanya.

”Ini adalah tindakan langsung oleh Negara Rusia terhadap negara kita, atau pemerintah Rusia kehilangan kendali atas agen saraf yang berpotensi merusak bencana ini dan membiarkannya masuk ke tangan orang lain,” tukasnya.




Credit  sindonews.com









Lavrov: Rusia Tidak Akan Respon Ultimatum Inggris


Lavrov: Rusia Tidak Akan Respon Ultimatum Inggris
Lavrov menyatakan pihaknya tidak akan merespon ultimatum Inggris, hingga London mengirimkan contoh racun yang diduga digunakan terhadap pembelot Rusia. Foto/Istimewa


MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menyatakan pihaknya tidak akan merespon ultimatum Inggris, hingga London mau mengirimkan contoh racun yang diduga digunakan terhadap pembelot Rusia, Sergei Skripal.

Ultimatun terhadap Rusia disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson. Johson mengatakan Rusia harus menjelaskan kejadian yang benar. Dia mengatakan bahwa Duta Besar Rusia di London harus menjawabnya paling lambat hari ini.

Jika Moskow tidak memberikan tanggapan yang kredibel, pemerintah Inggris akan menyimpulkan bahwa serangan tersebut melibatkan penggunaan kekerasan yang tidak sah oleh negara Rusia terhadap Inggris Raya.

"Kami pasti mendengar ultimatum tersebut disuarakan di London. Juru bicara Kementerian Luar Negeri telah berkomentar mengenai sikap kita terhadap hal ini," ucapnya mengacu pada pernyataan Maria Zakharova tentang pernyataan Perdana Menteri Inggris, Theresa May di Parlemen sebagai "sirkus".

Lavrov lalu menuturkan bahwa kasus dugaan penggunaan senjata kimia harus ditangani melalui saluran yang tepat, melalui Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW), di mana Rusia dan Inggris adalah anggotanya.

"Begitu rumor tersebut muncul bahwa Skripal diracun  dengan menggunakan agen yang diproduksi Rusia, seperti yang disampaikan oleh pemimpin Inggris, kami mengirim permintaan resmi untuk mengakses hal itu, sehingga ahli kami dapat mengujinya sesuai dengan Konvensi Senjata Kimia. Sejauh ini permintaan tersebut telah diabaikan oleh pihak Inggris," ucapnya, seperti dilansir Russia Today pada Selasa (13/3).

Dia  menegaskan bahwa Rusia tidak ada hubungannya dengan serangan terhadap Skripal dan akan membantu Inggris dalam penyelidikan tersebut, dengan syarat bahwa London memenuhi kewajibannya sendiri mengenai bagaimana bukti serangan tersebut ditangani.

"Aturan OPCW mengizinkan Inggris dalam hal ini untuk mengirim permintaan ke Rusia mengenai senjata kimia buatan Rusia dan mengharapkan tanggapan dalam waktu 10 hari. Jika tanggapannya tidak memuaskan, Inggris harus mengajukan keluhan ke dewan eksekutif organisasi tersebut dan konferensi anggota dewan CWC," katanya.

"Untuk bagiannya, Rusia mengharapkan Inggris untuk berbagi bukti mengenai kasus Skripal. Mantan agen ganda dan putrinya Yulia, yang juga diracuni, memegang kewarganegaraan Rusia, jadi Rusia memiliki hak untuk mengetahui bagaimana usaha mereka dalam menyelidiki insiden ini," tukasnya.




Credit  sindonews.com






Anggota parlemen dipenjara 14 tahun karena jadi mata-mata Rusia


Anggota parlemen dipenjara 14 tahun karena jadi mata-mata Rusia
Ilustrasi Mata-mata (ANTARA News/Grafis)



Chisinau, Moldova (CB) - Pengadilan Moldova menjatuhkan hukuman penjara 14 tahun kepada mantan anggota parlemen Yuri Bolboceanu atas dakwaan berkhianat dan menjadi mata-mata untuk intelijen militer GRU Rusia, kata kantor kejaksaan agung, Selasa.

Negara bekas Soviet itu telah lama menjadi titik perebutan pengaruh antara Rusia dan Barat.

Hubungan Moldova dengan Moskow menurun tajam pada 2017 karena serangkaian pertentangan sampai-sampai harus saling usir diplomat mereka.

Bolboceanu, anggota parlemen masa 2001-2005 dan 2010-2014, ditangkap tahun lalu atas kecurigaan bekerja untuk GRU sejak Oktober 2016 hingga Maret 2017.

"Ia mengumpulkan informasi soal kepentingan nasional dan menyerahkannya (kepada GRU), yang bisa dipakai untuk merugikan kepentingan Moldova," kata kejaksaan agung seperti dikutip Reuters.

Kejaksaan agung mengatakan penyelidikan yang dijalankan pihaknya telah menemukan bahwa Bolboceanu menjalin kerja sama dengan GRU.

Bolboceanu antara lain diketahui pernah menggelar pertemuan secara berkala, penggunaan metode dan peralatan khusus, penggunaan metode komunikasi rahasia serta pembayaran imbalan uang setelah perintah-perintah dilaksanakan.

Bolboceanu membantah tuduhan-tuduhan itu.

Ia memiliki hak mengajukan banding atas vonis terhadapnya, termasuk larangan memiliki jabatan publik selama empat tahun setelah dibebaskan.



Credit  antaranews.com


Mantan Pejabat Oposisi Rusia Ditemukan Tewas di Inggris


Mantan Pejabat Oposisi Rusia Ditemukan Tewas di Inggris
Ilustrasi. (Thinkstock/Katarzyna Bialasiewicz)



Jakarta, CB -- Mikolai Glushkow, mantan pejabat Rusia yang pernah bekerja untuk tokoh oposisi Kremlin, Boris Berezovsky, ditemukan tewas di London, Inggris.

Media lokal Inggris dan Rusia melaporkan bahwa Glushkov ditemukan tewas oleh putrinya, Natalya, di kediamannya di New Malden, barat daya London, pada Senin (12/3).

Kabar ini datang di tengah kisruh kasus peracunan seorang mantan agen ganda Rusia, Sergei Skripal, di Salisbury pada pekan lalu. Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan bahwa ada indikasi kuat Rusia menjadi dalang di balik serangan kimi terhadap Skripal.


Kepolisian kontra-terorisme Inggris yang menyelidiki kasus itu menyatakan bahwa mereka sedang menginvestigasi kematian seorang pria berusia 60-an tahun di barat daya London, tapi tak mengungkap identitasnya.


Mereka hanya mengatakan bahwa penyelidikan itu dilakukan "sebagai penyelidikan awal atas kemungkinan kaitan pria tersebut.

Namun, juru bicara kepolisian itu memastikan bahwa hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan keterkaitan kematian ini dengan insiden di Salisbury.

"Kematian itu masih tidak bisa dijelaskan," katanya kepada AFP.


Guardian melaporkan bahwa Glushkov menerima suaka politik dari Inggris setelah mendekam selama lima tahun di penjara Rusia atas tuduhan pencucian uang.

Berezovsky sendiri adalah seorang tokoh kuat yang pernah menjadi pendukung Presiden Vladimir Putin, tapi kemudian berubah haluan ke oposisi.

Ia kemudian ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi di rumahnya di London pada 2013. Glushkov mengatakan bahwa dia tidak percaya Berezovsky mati karena alasan medis.




Credit  cnnindonesia.com


Eks Warga Rusia Tewas, Polisi Sebut Tak Terkait Agen Ganda


Eks Warga Rusia Tewas, Polisi Sebut Tak Terkait Agen Ganda
Ilustrasi korban tewas. (Foto: Joe Belanger/thinkstock)



Jakarta, CB -- Nikolai Glushkov, 68, eks warga Rusia yang pindah ke Inggris, ditemukan meninggal, di London, Inggris, Senin (12/3) malam waktu setempat.

Seperti dillaporkan oleh Reuters, kematiannya diunggah oleh salah satu temannya, Damian Kudryavtsev, melalui akun Facebook-nya. Namun, penyebab kematiannya belum jelas.



Nikolai merupakan teman dekat dari mendiang taipan Rusia Boris Berezovsky. Ia tercatat pernah bekerja pada perusahaan penerbangan Aeroflot dan perusahaan mobil milik Berzovsky, LogoVAZ, pada dekade 90-an.

Pada 1999, Nikolai didakwa penipuan dan pencucian uang. Ia mendekam dalam penjara selama lima tahun dan bebas pada 2004. Dalam beberapa tahun terakhir, ia tinggal di London dan mendapat suaka politik dari Inggris.

Terpisah, kepolisian Inggris mengonfirmasi bahwa kematian seorang pria berusian 60-an di London tak terkait dengan tewasnya seorang agen ganda di Salisbury, belum lama ini.



Kepolisian sendiri tidak mengungkap identitas korban ataupun membenarkan bahwa korban adalah Nikolai.

Hal itu diketahui setelah pihak kepolisian antiteroris melakukan pemeriksaan ke lokasi ditemukannya korban di Clarence Avenue, New Malden, pada Senin (12/3) pukul 22.46 GMT.

"Kematiannya saat ini dianggap tak bisa dijelaskan," ujar kepolisian London dalam sebuah pernyataan. "Tidak ada bukti yang mengaitkannya dengan kematian di Salisbury," imbuhnya.

Sebelumnya, Sergei Skripal (66), eks mata-mata Rusia ditemukan dalam keadaan tak sadar bersama putrinya, Yulia (33), di sebuah bangku pusat perbelajaan, di Salisbury, Inggris, pada Minggu (4/3).



Pada 2006, Skripal divonis 13 tahun penjara di Rusia karena dianggap terbukti mengkhianati intelijen Rusia dengan menjadi agen lembaga intelijen Inggris, MI6, sejak 1990-an.

Polisi mengonfirmasi Skripal dan putrinya diracun menggunakan agen saraf, zat kimia yang bisa melumpuhkan sistem saraf hingga menyebabkan kematian.





Credit  cnnindonesia.com






Mengenal Novichok, gas saraf yang racuni eks agen ganda Rusia


Mengenal Novichok, gas saraf yang racuni eks agen ganda Rusia
Sergei Skripal, mantan agen dinas rahasia Rusia yang membelot ke Inggris, dan baru-baru ini mendadak sakit keras karena terpapar zat berbahaya (Reuters)




Princeton, New Jersey (CB) - Sergei Skripal, mantan agen dinas intelijen militer Rusia yang pernah membocorkan belasan agen Rusia di Inggris, dan putrinya, saat ini berjuang melawan maut setelah ditemukan ambruk pada 4 Maret usai diracun gas saraf Novichok, di Inggris selatan.

Novichok adalah nama senjata kimia yang diam-diam diciptakan Rusia pada akhir Perang Dingin.

Gas saraf Novichok menyerang sistem saraf sehingga korbannya kesulitan nafas dan terpapar sakit yang tak terlukiskan, kata pakar kimia Rusia yang turut mengembangkan gas saraf era Uni Soviet, Vil Mirzayanov.

Gas saraf ini dapat disentisis dengan mencampurkan senyawa-senyawa mematikan.

Mirzayanov pernah menyaksikan berbagai binatang dari tikus sampai anjing yang dipakai untuk menjadi objek uji coba senjata kimia yang sepuluh kali lebih mematikan ketimbang VX yang dipakai untuk membunuh Kim Jong Nam, abang tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Rusia diketahui pernah mengembangkan  program senjata kimia rahasia peninggalan Perang Dingin.

Program senjata kimia itu melibatkan 30.000 sampai 40.000 orang, termasuk 1.000 orang yang membuat Novichok. Menurut Mirzayanov, banyak dari orang-orang ini yang tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka produksi.

Menjadi kian mudah bagi Rusia untuk memproduksi material-material Novichok karena berada di bawah selubung pabrik pembuat bahan kimia untuk pertanian, kata Mirzayanov.





Credit  antaranews.com





Pakar kimia Rusia yakin Putin perintahkan racuni Skripal


Pakar kimia Rusia yakin Putin perintahkan racuni Skripal
Sergei Skripal, mantan agen dinas rahasia Rusia yang membelot ke Inggris, dan baru-baru ini mendadak sakit keras karena terpapar zat berbahaya. (Reuters)



Princeton, New Jersey (CB) - Seorang pakar kimia Rusia yang turut mengembangkan gas saraf era Uni Soviet yang digunakan untuk meracun mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal di Inggris selatan belum lama ini menyatakan, hanya pemerintah Rusia yang bisa melancarkan serangan dengan racun mematikan dan canggih semacam itu.

Vil Mirzayanov (83) sama sekali tak ragu bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin bertanggung jawab meracun eks agen ganda itu karena Rusia mengendalikan secara ketat timbunan gas beracun Novichok seraya menyebut gas saraf ini terlalu rumit untuk dijadikan senjata oleh aktor non negara.

"Kremlin sepanjang masa, seperti semua penjahat, membantah," kata Mirzayanov dalam wawancara di rumahnya di Princeton, New Jersey, yang selama 20 tahun menjadi tempat pengasingannya.

Sergei Skripal, mantan agen dinas intelijen militer Rusia yang membocorkan belasan agen Rusia di Inggris, dan putrinya, saat ini berjuang melawan maut setelah ditemukan ambruk pada 4 Maret usai diracun Novichok, kata pihak berwenang Inggris seperti dikutip Reuters.

Mirzayanov mengaku menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menguji dan mengembangkan Novichok, yang merupakan nama senjata kimia yang diam-diam diciptakan Rusia pada akhir Perang Dingin.

Senjata kimia ini 10 kali lebih mematikan dari gas saraf VX yang umum diketahui orang.

Menurut Mirzayanov, Rusia memiliki timbunan berton-ton gas saraf ini, namun Rusia membantah memilikinya.

"Novichok ditemukan, diteliti, diujicoba dan diproduksi berton-ton hanya oleh Rusia. Tak ada di dunia ini yang tahu soal ini (selain Rusia)," kata Mirzayanov.

Tak punya penawar

Pada awal 1990-an, ketika negara-negara di seluruh dunia menandatangani Konvensi Senjata Kimia yang merupakan pakta senjata multinasional demi mencegah pengembangan dan pengembangan senjata kimia, Mirzayanov marah karena mengetahui Rusia menyembunyikan keberadaan Novichok.

Dia lalu dipecat dan dipenjarakan setelah membeberkan generasi baru senjata kimia itu dalam sebuah artikel berita. Para pejabat Barat kemudian menekan Rusia untuk membebaskan Mirzayanov.

Dia pindah ke AS yang di sana dia menerbitkan sebuah buku yang mengungkapkan apa yang dia ketahui soal program senjata kimia rahasia Rusia peninggalan Perang Dingin itu.

Program senjata kimia itu melibatkan 30.000 sampai 40.000 orang, termasuk 1.000 orang yang membuat Novichok. Menurut dia banyak dari orang-orang ini yang tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka produksi.

Gas saraf ini dapat disentisis dengan mencampurkan senyawa-senyawa mematikan.

Menjadi kian mudah bagi Rusia untuk memproduksi material-material Novichok karena berada di bawah selubung pabrik pembuat bahan kimia untuk pertanian, kata Mirzayanov.

"Ini penyiksaan. Racun ini sama sekali tak bisa diobati," kata Mirzayanov seperti dikutip Reuters.

Mirzayanov menyatakan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan menggunakan gas saraf mematikan ini untuk menakutnakuti para pembangkang lainnya untuk bungkam.

"Saya kaget. Saya tak bisa membayangkan senjata kimia ini sekalipun dalam mimpi buruk saya, digunakan teroris sebagai senjata," tutup dia seperti dikutip Reuters.





Credit  antaranews.com




Uni Eropa dukung Inggris ultimatum Rusia


Uni Eropa dukung Inggris ultimatum Rusia
Sergei Skripal, mantan agen dinas rahasia Rusia yang membelot ke Inggris, dan baru-baru ini mendadak sakit keras karena terpapar zat berbahaya (Reuters)




Brussel (CB) - Uni Eropa mengatakan percobaan pembunuhan terhadap seorang mantan mata-mata Rusia di Inggris "sangat mengejutkan" dan EU siap mendukung Inggris yang belum lama ini mengultimatum Rusia, jika diminta.

Badan eksekutif Uni Eropa meminta pemimpin negara kelompok itu memanfaatkan pertemuan puncak mereka minggu depan untuk menunjukkan kesetiakawanan kepada Perdana Menteri Inggris Theresa May dan meyakinkan akan menggalang upaya bersama untuk menghukum pihak yang harus bertanggung jawab.

Inggris memberi tenggat hingga Selasa tengah malam kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menjelaskan bagaimana racun saraf, yang dikembangkan Uni Soviet, bisa sampai digunakan untuk merobohkan seorang mantan agen ganda Rusia, yang memasok informasi rahasia kepada intelijen Inggris.

Juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan dalam tanggapan melalui surat elektronik bahwa penggunaan bahan kimia kelas militer dalam upaya pembunuhan di wilayah Kerajaan Inggris, yang mengancam warga negara itu, adalah kejadian "mengejutkan".

"Kami berdiri bersama Kerajaan Inggris dalam upaya mengadili kasus ini dan siap memberikan dukungan jika diperlukan," kata dia.



Secara terpisah, wakil kepala Komisi Eropa mengatakan kepada Parlemen Eropa bahwa Uni Eropa memiliki tugas berdiri berdampingan dengan Inggris dan meminta 27 pemimpin negara Uni Eropa lainnya untuk menjelaskan posisi itu ketika mereka bertemu dengan PM May pada pertemuan puncak berkala Uni Eropa di Brussel pekan depan.

Pertemuan puncak itu antara lain akan membahas pemisahan Inggris dari Uni Eropa yang akan segera terjadi.

"Jika gas syaraf telah secara aktif digunakan terhadap warga sipil di salah satu negara anggota kita, saya yakin Dewan Eropa harus tegas menyatakan solidaritas penuh dengan rakyat dan pemerintah Inggris dalam menangani kasus ini," kata Frans Timmermans yang waktu menjadi menteri luar negeri Belanda pernah menuduh Rusia menjatuhkan sebuah pesawat yang terbang dari Amsterdam di atas Ukraina pada 2014.

Wakil presiden pertama Komisi Eropa itu juga mengatakan Uni Eropa harus bekerja sama untuk memberikan hukuman terhadap pelakunya berdasarkan atas Konvensi Senjata Kimia yang diawasi lembaga yang berpusat di Denhaag, OPCW.






Credit  antaranews.com






Inggris ultimatum Rusia jelaskan gas saraf peracun mata-mata


Inggris ultimatum Rusia jelaskan gas saraf peracun mata-mata
Sergei Skripal, mantan agen dinas rahasia Rusia yang membelot ke Inggris, dan baru-baru ini mendadak sakit keras karena terpapar zat berbahaya. (Reuters)



London (CB) - Inggris memberi tenggat hingga Selasa tengah malam kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menjelaskan bagaimana racun saraf buatan Uni Soviet bisa sampai digunakan untuk menumbangkan seorang mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal yang dikabarkan memasok informasi rahasia kepada intelijen Inggris.

Skripal, 66, beserta putrinya, Yulia, 33, berada di rumah sakit dalam keadaan gawat sejak 4 Maret, saat keduanya ditemukan dalam keadaan tidak sadar di bangku di luar pusat perbelanjaan di kota katedral Inggris, Salisbury.

Perdana Menteri Theresa May mengatakan "kemungkinan besar" Rusia adalah pihak yang harus bertanggung jawab. Kecurigaan itu muncul setelah Inggris mengenali senyawa itu sebagai bagian dari racun saraf Novichok yang sangat mematikan. Racun itu dikembangkan oleh militer Soviet pada 1970-an dan 1980-an.

"Ini merupakan tindakan langsung (yang dilakukan) oleh negara Rusia terhadap negara kita," kata May kepada parlemen, Senin waktu setempat, "Atau pemerintah Rusia telah kehilangan kendali terhadap bahan (beracun) yang berpotensi sangat berbahaya merusak saraf dan membiarkan bahan itu jatuh ke tangan pihak-pihak lain."

Rusia akan menggelar pemilihan presiden pada 18 Maret. Vladimir Putin, yang merupakan agen intelijen KGB, diperkirakan menang mudah untuk masa jabatan presiden keempatnya.



Rusia membantah memiliki peran apa pun dalam peracunan itu dan mengatakan Inggris sedang membangunkan histeria anti-Rusia.

Duta besar Alexander Yakovenko yang dipanggil oleh departemen luar negeri Inggris diberi waktu hingga Selasa tengah malam untuk menjelaskan apa yang telah terjadi atau menghadapi langkah-langkah yang disebut PM May "lebih ekstensif", terhadap perekonomian Rusia.

Jika Rusia tidak memberikan tanggapan memuaskan hingga Selasa malam waktu London, May akan menyampaikan rencana tindakan Inggris kepada parlemen. PM May dijadwalkan melakukan pertemuan dengan para pejabat tinggi bidang keamanan Rabu ini.

Menteri Luar Negeri Boris Johnson mengatakan, Selasa, tindakan Inggris akan "sepadan tapi kuat".

Rusia telah meminta akses untuk menyelidiki racun saraf yang digunakan terhadap Skripal tapi Inggris menolak memberikannya, kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Duta besar Inggris untuk Rusia pada Selasa menemui wakil Lavrov di Moskow, kata juru bicara kedutaan besar Inggris seperti dikutip Reuters.




Credit  antaranews.com