Indonesia pernah gagal menggarap mobil nasional di era Soeharto.
Jokowi kunjungi pabrik Proton (REUTERS/Olivia Harris)
CB - Presiden Joko Widodo membuat kejutan bagi industri otomotif di dalam negeri. Tanpa
woro-woro,
di sela kunjungannya ke Malaysia, ia menjadi saksi penandatanganan
kerjasama antara PT Adiperkasa Citra Lestari milik AM Hendropriyono,
mantan kepala BIN, dengan Proton Holdings yang diwakili Mahathir
Muhammad.
Proton Holdings merupakan perusahaan negeri jiran yang memproduksi
mobil nasional di negeri itu dengan merek Proton. Pertanyaan besar
muncul di benak publik, akankah Jokowi menelurkan kembali Mobnas Jilid
II, setelah proyek serupa gagal di era Soeharto lebih dari satu dekade
lalu?
MoU yang ditandatangani Jumat 6 Februari 2015 itu berisi studi kelayakan
untuk menjajaki bidang-bidang kerjasama spesifik, termasuk potensi
pembangunan dan proyek manufakturnya di Indonesia.
Meski tidak menyebut secara resmi bahwa Proton akan membantu
Indonesia membuat mobil nasional, namun berita ini sontak menjadi
perhatian masyarakat, baik dalam negeri maupun internasional.
Pemicunya, Proton tidak memiliki catatan penjualan yang gemilang di Indonesia. Menurut berita yang dilansir dari
Paultan.org,
Proton saat ini tengah dirudung masalah keuangan. Bahkan, pangsa pasar
Proton di negara mereka sendiri harus turun drastis, dari 53 persen di
2001, menjadi 17 persen di 2014.
Selain itu, perjanjian kerjasama ini juga akan berdampak kepada para pemain otomotif lokal, seperti PT SMK.
"Kenapa harus Proton? Bukan menggandeng perusahaan otomotif yang memang sudah
settle (mapan), seperti perusahaan otomotif dari Jerman atau Amerika, " ungkap Humas PT SMK, Sabar Budi, pada
VIVA.co.id, Minggu 8 Februari 2015.
Murni bisnis
Sentimen negatif yang muncul di masyarakat langsung dijernihkan
Menteri Perindustrian Saleh Husin. Ia menegaskan, kerja sama antara
Proton dengan PT Adiperkasa Citra Lestari, murni urusan bisnis. Proton
sedang menjajaki investasi baru di Indonesia.
Saleh juga
mengatakan, MoU yang dilakukan kedua perusahaan merupakan bentuk
komitmen investasi. MoU tersebut bakal ditindaklanjuti dengan pembuatan
studi kelayakan (
feasibility study/FS)
"Siapa yang bilang buat mobil nasional (mobnas)? Setiap orang yang
mau usaha termasuk mau investasi tentu pasti membuat FS, apakah usahanya
layak atau tidak, termasuk dalam hal Proton," ujar Saleh pada
VIVA.co.id.Studi
kelayakan itu ditargetkan selesai enam bulan ke depan dan tidak
menggunakan dana APBN, namun bekerja sama dengan perusahaan Badan
Usaha Milik Negara. "Jadi sekali lagi itu murni
privat to privat," tambahnya.
Saleh juga menambahkan, Presiden Jokowi hingga saat ini belum
menyinggung sedikit pun mengenai wacana mengkaji kembali kebijakan
mobil nasional.
Fokus pemerintah saat ini adalah meningkatkan porsi komponen lokal.
Khususnya komponen yang digunakan perusahaan otomotif internasional
yang memiliki basis produksi di Indonesia. Sehingga dapat menambah
penciptaan lapangan kerja dan akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Terlepas dari apakah Proton akan menjadi partner pembuatan mobil
nasional Indonesia atau tidak, satu hal yang saat ini masih belum
terjawab adalah kemampuan produk lokal untuk bisa bersaing dengan buatan
asing.
Proyek mobil nasional dinilai perlu menjawab sejumlah tantangan dan
memiliki strategi pengembangan, mengingat pasar otomotif sudah dikuasai
para produsen asing.
"Tidak mudah untuk bersaing," ujar pengamat otomotif, Suhari Sargo, kepada
VIVA.co.id, Minggu 8 Februari 2015.
Menurut Suhari, minat pasar sudah terbentuk dari produk-produk mobil
keluaran raksasa produsen otomotif. Untuk itu, pengembangan mobil
nasional perlu terobosan agar eksistensinya dilirik konsumen di pasar.
Bagaimana caranya? Dia pun mengatakan, ada dua cara supaya mobil itu
bisa bersaing dengan merek-merek lainnya. Yang pertama, bersaing
dalam teknologi.
Mobil nasional yang diproduksi setidaknya sudah mengantongi
teknologi yang modern dan tidak tertinggal oleh produsen-produsen
mobil lainnya.
"Yang kedua, bersaing dalam pemasaran bagaimana dia merebut segmen pasar," kata dia.
Soal teknologi, penasihat Proton Club Indonesia, Iwan Eka Nugraha
memastikan, Proton sudah memiliki kemampuan memproduksi kendaraan dengan
standar yang tinggi, bahkan hingga level Eropa sekalipun.
"Harga mobil Proton cukup murah. Bahkan mereka sudah melengkapi produknya dengan kantong udara dan
Anti-lock Braking System (ABS), karena memang dua fitur ini sudah menjadi standar di Eropa," ujar Iwan.
Pernah Gagal
Untuk diketahui, Indonesia pernah menjadi saksi hancurnya para pemain
lokal yang memiliki impian besar, yakni mengharumkan nama bangsa dengan
memproduksi mobil buatan dalam negeri.
Mazda, KIA dan Hyundai, adalah tiga merek mobil yang sempat menjadi
basis pembuatan mobil nasional. Namun, gara-gara krisis moneter dan
gempuran dari produsen besar, nama Timor, Cakra, Nenggala, dan Mobil
Rakyat (MR) 90, kini hanya menjadi penghias bursa mobil bekas saja.
Saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Walikota Solo,
industri otomotif lokal sempat diisukan akan bangkit. Proyek mobil
nasional Esemka yang dibuat putra putri bangsa menjadi sorotan banyak
media.
Munculnya isu ini dikarenakan Jokowi terang-terangan memberikan
dukungan pengembangan mobil yang dibuat PT Solo Manufaktur Kreasi ini.
Bahkan ia sempat mengganti mobil dinasnya dengan Esemka.
Namun belum juga melaju, para pemain lokal kini harus berhenti
sebelum terjun ke medan perang akibat ketatnya birokrasi dan kurangnya
dukungan dari pihak-pihak terkait.
Mobil yang dibanggakan Jokowi sempat gagal lolos uji emisi yang
dilakukan pemerintah. Meski kemudian mobil tersebut berhasil lolos,
namun tidak ada tindak lanjut dari presiden untuk mengarahkan Esemka ke
jalur produksi berskala besar.
Padahal, menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor
Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, sama seperti negara lain,
Indonesia dinilai memiliki potensi memiliki mobil nasional.
Caranya, kata Jongkie, ada dua opsi yang harus dilaksanakan, yaitu
membuat mobil nasional dengan melakukan produksi dari nol, sehingga
sesuai kriteria, atau membeli teknologi yang lebih instan.
"Kita
coba lihat beberapa negara seperti merek Proton dan Hyundai, mereka
beli teknologi dari Mitsubishi juga. Jadi, harus ada pembicaraan, dan
harus membeli tipe mobil mana, produksi dan komponen dalam negeri,"
ujar Jongkie.
Pasar Potensial
Sekadar catatan, menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor
Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil di Tanah Air selama 2014 lalu
tercatat sebanyak sekitar 1,2 juta unit. Sementara itu, produksi
kendaraan penumpang roda empat mencapai hampir 1,3 juta unit.
Dari 1,3 juta unit yang diproduksi, ada sekitar 300 ribu unit yang
diekspor ke luar negeri. Artinya, suplai dan permintaan mobil di dalam
negeri saat ini bisa dikatakan berimbang.
Tidak mengherankan apabila Indonesia dianggap sebagai pasar potensial
penjualan kendaraan bermotor. Dengan harga bahan bakar minyak yang
saat ini turun, dan mulai stabilnya perekonomian dalam negeri, ini
menjadi kesempatan emas para produsen otomotif untuk menawarkan produk
terbaru mereka pada masyarakat Indonesia.
Sayang, moncernya penjualan kendaraan bermotor tidak dirasakan para
pemain lokal. Industri otomotif Indonesia memang masih dikuasai pihak
asing, sementara produsen lokal hanya bisa menyaksikan sambil gigit
jari.
Hal ini dikarenakan sampai sekarang, belum ada langkah nyata dari
pemerintah agar perusahaan lokal bisa bersaing dengan para pemain besar
seperti Toyota dan Honda. Pemerintah justru makin 'memberi angin'
kepada para pemain besar, dengan menyetujui proyek mobil murah ramah
lingkungan (
low cost green car, LCGC).
Kini, masyarakat hanya bisa menunggu, apakah dalam waktu tidak lama
lagi, Indonesia bisa kembali memiliki mobil nasional, yang kali ini
semoga bisa bertahan selamanya.
Credit
VIVA.co.id