Juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir,
mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengecek kebenaran dan
akurasi puluhan dokumen rahasia Amerika Serikat mengenai peristiwa G-30S
dan upaya penggulingan Presiden Sukarno. (ANTARA FOTO/ho/Suwandy)
Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia akan
mengecek kebenaran dan akurasi puluhan dokumen rahasia Amerika Serikat
mengenai peristiwa G-30S dan upaya penggulingan Presiden Sukarno.
“Yang
perlu kami lakukan sebelum menyimpulkan adalah mengecek akurasi dan
kebenaran laporan tersebut,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri
RI, Arrmanatha Nasir, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (18/10).
Arrmanatha
mengatakan, verifikasi diperlukan karena dokumen tersebut memuat
laporan duta besar dan Konsul Jenderal AS di Indonesia pada masa itu.
Dokumen-dokumen tersebut, tuturnya, berisikan penjelasan para
perwakilan diplomatik AS mengenai situasi di Indonesia berdasarkan
persepsi, informasi, dan akses yang mereka dapat selama 1964-1968.
Menurut Arrmanatha, semua laporan itu harus diverifikasi kebenarannya dengan peristiwa dan fakta yang sesungguhnya.
Pernyataan ini disampaikan setelah sebanyak 39 dokumen dengan total 30
ribu halaman tentang AD dan PKI itu dipublikasikan oleh lembaga
non-profit National Security Archive (NSA), lembaga National
Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and
Records Administration (NARA), dalam situs
nsarchive.gwu.edu, 17 Oktober.
Rangkaian
dokumen yang berbentuk catatan harian dari tahun 1964-1968 itu
menyebutkan, di antaranya, tentang upaya AD untuk menyingkirkan Sukarno
dan menghancurkan gerakan kiri di Indonesia, eskekusi terhadap pemimpin
PKI, serta keterlibatan pejabat Amerika dalam mendukung upaya AD itu.
Disebutkan,
upaya penjatuhan Sukarno itu tak lepas dari pendekatan AD kepada
sejumlah kedutaan besar negara-negara Barat. Hal itu dilakukan untuk
melihat kemungkinan kesuksesan gerakan tersebut.
"Menurut pejabat
di Kedutaan Besar Jerman, AD Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan
kemungkinan untuk menjatuhkan Sukarno," seperti tertulis dalam dokumen
telegram Kedubes AS di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri, tanggal 12
Oktober 1965.
Presiden
Soekarno dan periwara tinggi AD Soeharto saat berbincang, pada 1966.
Kedua pihak disebut terlibat perseteruan kekuasaan melalui perstiwa
1965. (AFP PHOTO/PANASIA)
|
Gerakan untuk menggalang dukungan untuk menjatuhkan Sukarno ini juga
dilakukan mantan Menteri Keuangan Sjarifuddin Prawiranegara kepada
mantan pejabat USAID Edwin L. Fox. Sjarifuddin mulanya mengapresiasi
upaya Amerika untuk menyingkirkan komunisme di Vietnam dan memberikan
demokrasi.
Kedubes AS pun mengetahui adanya pembantaian anggota
PKI oleh "Ansor" di sejumlah wilayah di jawa Timur. Misionaris yang baru
kembali dari Kediri, Jawa Timur, pada 21 November 1965, melihat 25
mayat di sungai. Misionaris Mojokerto melaporkan melihat 29 mayat di
sungai.
Pengungkapan dokumen lama itu sendiri merupakan respons
atas meningkatnya minat masyarakat terhadap dokumen yang tersisa
mengenai pembunuhan massal tahun 1965-1966 yang ada di AS.
(Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)
|
Dokumen itu juga menyinggung hubungan AS-Indonesia, upaya Inggris
dalam pembentukan Malaysia, dan perluasan operasi rahasia AS yang
bertujuan memicu bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.
Selama
ini, kisah tentang seputar peristiwa 1965 dinilai didominasi oleh narasi
tunggal karya Orde Baru. Bahwa, Gerakan 30 September dilakukan oleh PKI
demi merebut kekuasaan. Para jenderal AD pun dibunuhi. Dan Soeharto,
yang kemudian menjadi Presiden, tampil sebagai penyelamat.
CNNIndonesia.com
menghubungi Kapuspen TNI Mayor Wuryanto dan Kadispen TNI AD Kolonel
lfret Denny Tuejeh, terkait dengan pemberitaan itu namun keduanya belum
merespons.
Credit
cnnindonesia.com
Soal Andil AS di Pembantaian 65, Kemlu: Perlu Cross-check
Photo : ANTARA FOTO/Teresia May
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir.
CB – Sebuah dokumen milik pemerintah AS yang sudah
dideklasifikasi mengungkapkan bahwa Amerika Serikat tahu dengan detail
terkait pembantaian di Indonesia, yang terjadi sekitar dekade 1960-an.
Sebanyak 39 dokumen deklasifikasi yang sebelumnya berkatagori rahasia itu berasal dari kumpulan
file, catatan harian dan memo dari Kedutaan Besar AS di Jakarta selama periode 1964 hingga 1968.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI,
Arrmanatha Nasir, mengakui belum mengetahui secara detail dokumen yang
dikeluarkan tersebut. Namun berdasarkan laporan media, dokumen itu
berisi komunikasi Kedutaan Besar AS di Jakarta selama periode tersebut.
"Itu
bisa merupakan pandangan dan persepsi serta posisi Kedubes AS saat itu
terkait perkembangan situasi di Indonesia tahun 1963-1966. Yang perlu
dicek adalah akurasi dan kebenaran dari laporan tersebut. Sebelum
menyimpulkan, kita
cross-check juga," kata Jubir Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2017.
Arrmanatha
menegaskan, semua negara memiliki sejarah masing-masing tak terkecuali
Indonesia. Selain itu, baik pemerintah maupun organisasi dan tokoh
masyarakat juga telah melakukan berbagai langkah rekonsiliasi terkait
peristiwa 1965.
Diketahui di banyak negara, status sebuah dokumen rahasia
memiliki masa waktu untuk dipublikasikan. Umumnya, masa waktu tersebut
berkisar antara 30 hingga 40 tahun kecuali ada permintaan khusus dari
pemerintah untuk diperpanjang.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 39
dokumen deklasifikasi dirilis oleh National Declassification Centre
(NDC) yakni sebuah divisi dari National Archives and Records
Administration pada Selasa, 17 Oktober 2017.
Dikutip dari
http://nsarchive.gwu.edu,
17 Oktober 2017, dokumen itu mengungkapkan, pemerintah AS memiliki
pengetahuan dan andil terkait peran Angkatan Darat Indonesia melakukan
kampanye adanya pembunuhan massal untuk melawan Partai Komunis negara
(PKI) yang dimulai pada tahun 1965.
Credit
viva.co.id