Logo Badan Intelijen Negara. (Dok. bin.go.id)
Jakarta, CB
--
Rencana Kementerian Pertahanan pimpinan Ryamizard
Ryacudu membentuk badan intelijen baru yang khusus mengurusi sektor
pertahanan, disambut pro dan kontra. Badan Intelijen Pertahanan dianggap
perlu oleh sebagian kalangan, namun disebut tak mendesak oleh sebagian
lainnya.
Menteri Pertahanan beberapa kali menyebut, mayoritas
negara di dunia, terutama negara-negara besar, memiliki badan intelijen
pertahanan sendiri yang berada di bawah Kementerian Pertahanan. Hanya
Indonesia, klaim Ryamizard, dengan Kementerian Pertahanan yang tak
memiliki badan intelijen.
Menoleh ke belakang, lembaga intelijen
pertama di Indonesia dibentuk untuk kepentingan strategis bidang
pertahanan sebagai upaya menghalau ancaman dari dalam dan luar negeri.
Aksi intelijen itu menjadi tanggung jawab militer.
Peneliti
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, badan
intelijen yang didirikan di sebagian besar negara berkembang semula
adalah organisasi intelijen militer.
"Awalnya memang intelijennya
militer. Di Indonesia, organisasi intelijen pertama yang didirikan oleh
negara juga intelijen strategis, terkait militer," kata Ikrar kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (9/6).
Pemerintah Indonesia mendirikan
badan intelijen untuk pertama kalinya tak lama setelah proklamasi
kemerdekaan. Namanya Badan Istimewa. Kolonel Zulkifli Lubis dipercaya
memimpin lembaga itu. Dia tokoh militer didikan Jepang yang di kemudian
hari disebut sebagai Bapak Intelijen Indonesia.
Kolonel Zulkifli Lubis, ketua badan intelijen pertama di Indonesia. (Dok. TNI AD via Wikimedia)
|
Zulkifli, sebagai ketua badan intelijen pertama di Indonesia, melatih
puluhan pemuda untuk dijadikan anggota Badan Rahasia Negara Indonesia
(Brani). Institusi ini melingkupi gerakan intelijen yang memiliki unit
ad hoc, dengan cakupan operasi khusus hingga luar negeri.
Selanjutnya
organisasi intelijen menjamur di banyak lembaga. Menteri Pertahanan
Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B. Melalui lembaga tersebut,
seluruh badan intelijen disatukan di bawah Kementerian Pertahanan.
Pertempuran ideologi Namun
dalam perkembangannya, badan intelijen di semua angkatan bersenjata dan
kepolisian di Indonesia berjalan tanpa koordinasi. Presiden Sukarno
lantas membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) untuk menyolidkan
semua lembaga intelijen yang ada.
Nama institusi tersebut diubah
menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI). Soebandrio menjadi Kepala BPI
hingga 1966. Pengaruh tokoh Partai Sosialis Indonesia itu sangat kuat di
tubuh lembaga pimpinannya hingga terjadi perang ideologi dan konflik di
tubuh militer, juga intelijen.
Soebandrio, Keta Badan Pusat Intelijen era Sukarno. (Dok. bin.go.id)
|
Untuk mengimbangi BPI, Markas Besar Angkatan Darat mendirikan Pusat
Psikologi Angkatan Darat (PSiAD). Lembaga ini menjadi cikal bakal
terbentuknya Badan Intelijen ABRI (BIA) yang kini menjadi Badan
Intelijen Strategis (BAIS).
Pascaperistiwa Gerakan 30 September
1965 dan pemberangusan PKI, Soeharto membentuk Komando Intelijen Negara
(KIN) sebagai lembaga intelijen strategis. BPI dilebur ke dalam lembaga
yang dipimpin Brigjen Yoga Sugomo itu.
KIN memiliki unit operasi
khusus di bawah pimpinan Letkol Ali Moertopo dengan asisten Benny
Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Pada 22 Mei 1967, Presiden Soeharto
memutuskan untuk mengubah KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara
(BAKIN). Lembaga ini pada masa reformasi diubah lagi menjadi Badan
Intelijen Negara (BIN).
Departemen Pertahanan dan Keamanan era Orde Baru pun mendirikan Pusat
Intelijen Strategis (Pusintelstrat) yang banyak menyerap anggota PSiAD.
Intelijen militer juga memiliki badan operasional bernama Satgas
Intelijen Kopkamtib.
Pada 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel
Kopkamtib disatukan menjadi BIA. Badan ini dipegang oleh Panglima ABRI
yang saat itu dijabat Benny Moerdani. Enam tahun kemudian, BIA diubah
menjadi BAIS. Organisasi itu dituntut menguasai aspek strategis
pertahanan keamanan dan pembangunan nasional.
Saat
restrukturisasi belum lagi terwujud, BAIS diubah lagi menjadi BIA.
Institusi tersebut hanya melakukan operasi intelijen militer. Pengaruh
Benny Moerdani sangat kuat di dalamnya. Namun begitu Soeharto lengser
dari jabatan presiden, BIA dikembalikan lagi menjadi BAIS, hingga kini.
Dalam artikel
Menyimak Intelijen Republik Indonesia yang diterbitkan
Harian Kompas
pada 3 Oktober 2000, K Zaedan menyebut "Bolak-balik nama BIA-BAIS
memberi gambaran sangat ekspresif terkait bagaimana institusi intelijen
militer ini menjadi korban perkembangan politik nasional."
Tak harmonis?Sebagai
lembaga intelijen strategis, semula BAIS berada di bawah kepemimpinan
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. Namun sejak Reformasi,
Menhankam dan Panglima TNI dipisah secara kelembagaan sehingga BAIS tak
lagi di bawah Kemhan.
Belakangan Menteri Pertahanan Ryamizard
Ryacudu berniat mendirikan Badan Intelijen Pertahanan. Rencana itu
dipertanyakan Ikrar, sebab menurutnya fungsi intelijen pertahanan telah
dilaksanakan oleh BAIS yang kini berada di bawah koordinasi Mabes TNI.
"Yang
namanya BAIS itu intelijen strategis yang memang mengacu pada bidang
pertahanan, bukan kemudian mengurusi ancaman PKI, dan lainnya," ujar
Ikrar.
Jika fungsi BAIS dengan badan intelijen yang akan
didirikan Kemhan berbeda, Ikrar menduga telah terjadi ketidakharmonisan
terkait koordinasi di tubuh Mabes TNI dan Kemhan.
Ikrar mengatakan, badan intelijen mengacu pada tiga hal, yaitu
informasi, organisasi, dan aksi. Ketiga hal itu, kata Ikrar, harus jelas
pembagian perannya.
“Badan Intelijen Strategis (BAIS) itu
menjadi alatnya siapa, atau organisasi intelijennya siapa. Di bawah
Mabes TNI atau juga memberikan informasi kepada Kementerian Pertahanan,”
ujar Ikrar.
Menurut Ikrar, seharusnya Kemhan tak perlu lagi
membentuk Badan Intelijen Pertahanan karena BAIS telah mengacu pada
persoalan strategi pertahanan, bukan persoalan lain seperti ekonomi,
politik, sosial dan budaya yang umumnya telah dipegang oleh Badan
Intelijen Negara.
Wacana Kemhan membentuk Badan Intelijen
Pertahanan telah bergulir sejak awal tahun ini. Mengutip situs Kemhan,
badan itu akan menjadi wujud baru dari Badan Instalasi Strategis
Nasional yang bertugas mengelola kawasan instalasi strategis nasional.
Credit
CNN Indonesia