Ilustrasi.
Target Swasembada Beras. Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di
pelataran penggilingan padi di Desa Sibalaya, Tanambulava, Sigi,
Sulteng, Senin (17/9). Sulteng berkomitmen untuk berkontribusi 1,5 juta
ton beras untuk swasembada pangan nasional tahun 2014 yang ditargetkan
sebesar 10 juta ton. (FOTO ANTARA/Basri Marzuki) ()
Pekanbaru (CB) - Indonesia akan lebih cepat dalam mencapai
swasembada pangan khususnya untuk komoditi beras bahkan diprediksi
terwujud tahun ini atau lebih cepat dibanding target pemerintah yakni
tahun 2017, demikian pakar pertanian Dr Soemitro Arintadisastra.
"Prediksi saya, pada April, hingga Mei dan Juni produksi beras
nasional sudah melebihi kebutuhan dalam negeri," kata Soemitro kepada
pers saat berkunjung ke kawasan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan
Swadaya (P4S) Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu,
Kabupaten Kampar, Selasa sore.
Ia mengatakan, banyak faktor yang pada akhirnya membuat negara
ini swasembada pangan lebih cepat dibanding target yang ditetapkan oleh
Presiden Joko Widodo.
Salah satunya, lanjut dia, adalah pola tanam yang telah diubah
oleh sebagian besar para petani di daerah-daerah penghasil beras seperti
di Kabupaten Kampar dan sebagian besar daerah di Pulau Jawa.
"Mereka menanam padi pada awal tahun tepatnya pada Januari
dimana ketika itu musim hujan telah dilalui. Maka hasil panen dapat
dicapai pada April dengan hasil yang berlimpah, bahkan dapat menutupi
kebutuhan pangan nasional hingga Mei dan Juni," katanya.
Ia menjelaskan, bahwa selama 50 tahun para petani di berbagai
daerah di tanah air memiliki pola dan waktu penanaman padi yang salah.
Musim tanam kerap dilakukan sebelum dan ketika memasuki musim hujan pada
akhir tahun sehingga hasilnya justru buruk.
Oleh karena itu, lanjut pakar, tidak sedikit petani nasional yang
kerap mengalami kerugian karena saat musim tanam sudah mengalami
kebanjiran dan ketika panen, malah masih memasuki musih hujan sehingga
padi tidak terjemur dengan maksimal.
Padi yang buruk, menurut dia juga akan menghasilkan produk beras
yang buruk, dengan harga jual yang tentunya rendah, tidak sebanding
dengan modal tanam hingga perawatan dan panen.
"Kondisi demikian telah dialami banyak petani di berbagai daerah
di Indonesia sehingga sulit untuk mencapai swasembada pangan," katanya.
Untuk tahun ini, lanjut dia, digagas ubah pola dan waktu tanam
yang tadinya dilakukan pada pertengahan dan akhir tahun, maka kali ini
dilakukan pada awal tahun atau setelah puncak musim hujan.
Untuk diketahui, lanjut dia, puncak musim hujan adalah musim
dimana berbagai kawasan di tanah air kerap dilanda banjir. Masa tanam
setelah musim ini sangat baik untuk padi.
"Ketika panen, cuaca telah cerah dan pengeringan dapat dilakukan
maksimal sehingga hasilnya juga baik. Ketika musim ini, tanaman padi
juga maksimal menyerap pupuk sehingga hasil panen bisa jauh lebih
memuaskan," katanya.
Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau sebelumnya telah menyatakan
siap mendukung Program Kadaulatan Pangan yang dijalankan Pemerintah
Pusat menuju swasembada pangan bahkan program-program berkaitan telah
dilaksanakan sejak lama sebelum Era Presiden Joko Widodo.
"Pemda Kampar dalam progres pembangunan telah melakukan upaya
peningkatan swasembada pangan di Kabupaten Kampar, terlebih masyarakat
yang ingin terjun dibidang pertanian juga mendapatkan pelatihan
langsung," kata Bupati Kampar Jefry Noer.
Jefry mengatakan, jauh sebelum program Pemerintah Pusat itu
diluncurkan, Pemkab Kampar telah lebih dulu menjalankan Program Lima
Pilar Pembangunan yang kini dikerucutkan menjadi "3 Zero", zero
kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh.
Untuk menyukseskan program tersebut, Pemkab Kampar juga membuka
berbagai kegiatan dimana percontohannya dibangun secara terpusat di
kawasan P4S Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu.
Berbagai kegiatan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat diterapkan di kawasan ini. Masyarakat dilatih untuk terampil
dalam menjahit, serta beternak, bertani hingga dalam pembibitan ikan dan
pengelolaan limbah.
"Soal upaya kedaulatan pangan, Kampar telah memiliki program yang
sejalan. Bahkan kami menargetkan swasembada pangan tercapai dalam waktu
dekat," katanya.
Saat ini Pemkab Kampar juga menjalankan program yang dinamakan
Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi. Sebagai percontohan, Jefry
membangun lahan seluas seribu meter persegi dan 1.500 meter persegi di
kawasan P4S.
Di dua lahan tersebut, Jefry membangun integrasi kehidupan yakni
masyarakat diajarkan untuk menjadi mandiri dengan menanam sayuran
seperti cabai dan jamur, peternak ikan lele, sapi dan mengola kotorannya
menjadi biourine dan biogas lebih berharga dibanding susu bahkan
minyak.
"Jika semua masyarakat di tiap desa di Kampar menjalankan program
ini, maka kemandirian pangan dan energi akan terwujud secara merata.
Dengan lahan seluas itu, setiap keluarga akan berpenghasilan minimal Rp6
juta per bulan," katanya.
Credit
ANTARA News