Edgar Matobato, 57, memicu kegemparan
setelah bersaksi soal pembunuhan ribuan orang atas perintah Duterte saat
menjabat walikota Davao. (AFP Photo/Noel Cellis)
Edgar Matobato, 57, memicu kegemparan setelah bersaksi di depan sidang Senat pada 15 September lalu, mengakui pembunuhan ribuan orang atas perintah Duterte saat menjabat walikota Davao. Matobato bahkan mengatakan, Duterte sendiri pernah membunuh seseorang dengan tangannya.
"Saya lelah berlari. Saya meminta maaf atas kesalahan saya kepada orang-orang, kepada mereka yang saya bunuh," kata Matobato, dalam wawancara Reuters di tempat persembunyiannya di Manila.
Matobato mengaku tidak berpendidikan, tidak bisa membaca atau menulis. Pekerjaannya selama bertahun-tahun di Davao adalah menjadi tukang bunuh Duterte. Setiap hari, dia menembak mati penjahat dan pecandu narkoba.
"Seumur hidup saya, saya seperti anjing yang dikirim ke sana dan ke mari dan diminta melakukan sesuatu. Saya mematuhi mereka, tanpa bertanya," kata Matobato.
"Permintaan saya hanya agar keluarga saya diampuni," lanjut dia sambil menangis.
Kubu Duterte membantah semua pengakuan Matobato. Menteri Kehakiman Filipina Vitaliano Aguirre mengatakan pengakuan Matobato adalah "kebohongan, bualan dan produk imajinasi."
Matobato mengatakan hidupnya sekarang serba terbatas akibat perlindungan. Dia mengaku lelah dan siap mati.
"Saya tidak bisa pergi kemana pun yang saya inginkan. Saya hanya ada di sini sepanjang hari," ujar Matobato.
"Saya tidak peduli jika saya mati sekarang. Saya menerima takdir saya. Saya hanya tidak ingin masuk penjara. Lebih baik mereka bunuh saya, gantung saya untuk semua dosa-dosa saya," lanjut dia.
Matobato dihadirkan di hadapan Senat dalam penyelidikan kasus pembunuhan ribuan orang yang diduga bandar dan pengguna narkoba sejak Duterte memimpin Juni lalu.
Lebih dari 3.100 orang tewas dalam kepemimpinan Duterte. Sebagian besar dibunuh oleh polisi dalam penyerbuan, sisanya tidak diketahui pelakunya.
Credit CNN Indonesia