Rabu, 08 Juli 2015

Dilantik Jadi Panglima TNI, Gatot Dibayangi Pahlawan Perang


Dilantik Jadi Panglima TNI, Gatot Dibayangi Pahlawan Perang  
Jenderal Gatot Nurmantyo dilantik menjadi Panglima TNI, Rabu (8/7). (ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
 
Jakarta, CB -- Jenderal Gatot Nurmantyo akan dilantik menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia oleh Presiden Jokowi, Rabu (8/7), menggantikan Jenderal Moeldoko yang bulan depan pensiun dari dinas ketentaraan.

Sumpah dan janji jabatan yang bakal diucapkan Gatot bagai menjawab doa ayahnya 55 tahun silam. Jenderal bintang empat yang lahir 13 Maret 1960 itu pada satu kesempatan bercerita, ayahnya punya alasan khusus memberi dia nama ‘Gatot.’


Sang ayah berharap putranya kelak dapat meniru jejak pahlawan perang kemerdekaan Jenderal Gatot Subroto –yang namanya kini diabadikan menjadi nama salah satu jalan protokol di ibu kota RI, Jakarta.

"Pada saat Bapak saya berumur 16, Gatot Subroto adalah seorang pejuang. Bapak saya bercita-cita anak lelaki pertamanya diberi nama Gatot," ujar Gatot Nurmantyo ketika berpidato di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, 17 Juni.

Hari ini apa yang diimpikan ayahanda Gatot Nurmantyo bakal terwujud. Karier militer putranya membuat Gatot naik ke pucuk pimpinan TNI, dari sebelumnya menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat menjadi Panglima TNI.

Dari sudut pandang jabatan kemiliteran, Gatot Nurmantyo telah melampaui Gatot Subroto, sebab jabatan tertinggi yang pernah disandang Gatot Subroto adalah Wakil Kepala Staf TNI AD. Meski demikian, Gatot Subroto bukan perwira sembarangan.

Pengaruh besar Gatot Subroto pada negara ini dituliskan wartawan senior Rosihan Anwar melalui bukunya yang berjudul Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965.

Rosihan menuturkan ketika Gatot meninggal mendadak pada 11 Juni 1964, Indonesia memasuki masa berkabung selama satu pekan. Gatot Subroto mengembuskan nafas terakhir akibat serangan jantung. Bendera setengah tiang berkibar seantero negeri.

Gatot Subroto beroleh kehormatan penuh dari negara di akhir hidupnya meski perjalanan karier kemiliterannya naik turun. Pahlawan anumerta yang menjabat Gubernur Militer Daerah Istimewa II sebelum peristiwa 11 Oktober 1952 itu sempat dicopot dari jabatannya akibat dituduh ikut mendalangi aksi beberapa jenderal yang mengarahkan moncong meriam ke arah Istana Kepresidenan.

Namun dua tahun kemudian, Presiden Soekarno kembali menarik Gatot Subroto di lingkaran inti. Ia diberi jabatan Wakil KSAD. Jabatan itu disandang Gatot Subroto hingga hari wafatnya.

Ironisnya, meninggalnya Gatot Subroto mengakhiri kebimbangan Soekarno serta Menteri Pertahanan dan Keamanan Abdul Haris Nasution akan masa depan karier Gatot.

"Ada niat menaikkan pangkat Gatot menjadi jenderal, kemudian memberikan pensiun kepadanya. Ada niat menjadikannya penasihat hukum TNI setelah ia berhenti menjadi Wakil KSAD. Baik Soekarno maupun Nasution tidak tahu lagi apa yang harus mereka perbuat dengan Gatot. Dengan meninggalnya Gatot, masalah itu selesai dengan sendirinya," tulis Rosihan.

Perjalanan karier Gatot Nurmantyo tentu tak sepelik Gatot Subroto sebab mereka hidup pada zaman yang berbeda.

Mantan Kepala Angkatan Perang RI Letnan Jenderal T.B. Simatupang pernah memuji para petinggi militer yang berasal dari wilayah Banyumasan, Jawa Tengah.

"Saya tidak tahu mengapa, pimpinan militer banyak berasal dari Banyumas dan Kedu, seperti Sungkono, Sadikin, Bambang Sugeng, Gatot Subroto dan tentu yang tidak boleh dilupakan, Pak Urip," tulisnya pada buku berjudul Report From Banaran: Experiences During People's War.

TB Simatupang lantas berkata, pada masa itu muncul pembicaraan bahwa dialek Banyumas memang lebih terdengar lebih militan dibanding dialek masyarakat Pulau Jawa lainnya.

"Saya kerap bercanda, menganggap orang-orang itu (para pemimpin militer asal wilayah Banyumas) sebagai Prussian of Java," tulisnya merujuk kehebatan Kerajaan Prusia yang mempengaruhi Eropa pada abad ke-16 hingga 19.

Entah kebetulan atau tidak, Gatot Nurmantyo lahir di wilayah Banyumasan bagian utara, yakni Tegal.

Tantangan luar-dalam

Kurang lebih sepekan sebelum pelantikannya sebagai Panglima, TNI dirundung musibah. Pesawat Hercules C-130 yang dioperasikan Skuadron Udara 32 jatuh di Medan akibat kerusakan mesin.

Peristiwa yang merenggut lebih dari 100 nyawa tersebut memperpanjang catatan negatif soal alat utama sistem senjata TNI. Menurut catatan Center for Strategic and International Studies, sejak 2006 setidaknya dua pesawat matra udara TNI itu mengalami insiden setiap tahunnya.

Mengenai hal ini Gatot menegaskan, pesawat-pesawat tua TNI AU yang mendapatkan izin terbang berarti masih laik dioperasikan. Meski demikian ia berkata, "Pengadaan selanjutnya harus baru, kecuali yang sudah terlanjur."

Selain tugas modernisasi alutsista untuk memenuhi permintaan Presiden Jokowi soal zero military accident, Gatot memiliki segudang tantangan. Salah satunya adalah transparansi institusinya. Lembaga swadaya masyarakat kerap mendorong TNI membuka diri terhadap audit eksternal terkait penggunaan anggaran negara, pengadaan serta pemiliharaan alutsista.

Selain itu, menurut peneliti Imparsial Al Araf, “TNI harus berani membuka diri terhadap pihak eksternal. Itu hanya dapat terwujud kalau tidak resisten terhadap revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.”

Tak sekadar akuntabilitas, perubahan UU Peradilan Militer juga berkaitan dengan maraknya pelanggaran pidana yang dilakukan prajurit TNI, dari soal konsumsi narkotik, bentrokan, hingga pembunuhan.

Soal pembunuhan dan pertikaian yang melibatkan prajurit TNI AD, Gatot memiliki penyelesaian tersendiri. "Ada penekanan bagi seluruh prajurit, mereka tidak boleh ke klub-klub malam dan tempat terlarang, tapi juga tidak boleh melakukan hal yang tidak sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI," ujar Gatot melalui Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wuryanto.

Moeldoko beberapa pekan lalu sempat menyebut program yang harus dilanjutkan Gatot. Ia meminta Gatot tak hanya fokus pada peningkatan kemampuan alutsista, tapi juga kesejahteraan prajurit. Kedua hal tersebut, tegas Moeldoko, tak boleh dilupakan.

Gatot mengemban tugas berat. Masa depan TNI, penjaga Republik ini, ada di pundaknya.


Credit  CNN Indonesia