Ribuan orang tumpah ruah di Times
Square, New York, menyuarakan penolakan terhadap kesepakatan nuklir Iran
yang mereka sebut berbahaya bagi keamanan dunia. (Reuters/Mike Segar)
Diberitakan Channel NewsAsia, massa meneriakkan yel-yel yang meminta pemerintah AS tidak percaya pada Iran. Mereka mengatakan bahwa kesepakatan nuklir mengancam Israel dan keamanan global.
|
"Kami di sini sebagai warga Amerika berbicara dalam satu suara untuk menghentikan Iran sekarang, menolak kesepakatan ini. Kongres harus bekerja dan memihak rakyat Amerika, berdiri untuk keamanan kita dan menolak kesepakatan Iran," kata George Pataki, Republikan mantan gubernur New York.
Jeffrey Wiesenfeld, panitia penyelenggara Aksi Setop Iran itu mengklaim ada sekitar 10 ribu orang yang mengikuti demonstrasi tersebut. Kebanyakan peserta aksi mendukung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengatakan bahwa kesepakatan tersebut mengganggu hubungan dengan AS.
Dalam kesepakatan pekan lalu, Iran setuju mengurangi pengaya nuklirnya agar tidak mampu membuat senjata dengan balasan penghapusan sanksi dan embargo oleh barat.
Kesepakatan ini menandai keberhasilan perundingan yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Aksi protes ribuan orang di New York menentang kesepakatan nuklir antara AS dengan Iran. (Reuters/Mike Segar)
|
Aksi di New York itu juga diisi oleh laporan berita soal pengeboman di seluruh dunia yang dilakukan kelompok radikal yang didukung Iran. "Iran telah membunuh warga Amerika selama 36 tahun. Hentikan kesepakatan," bunyi suara dalam layar.
Menurut cendekiawan dan anggota Partai Demokrat Alan Dershowitz, seorang professor hukum di Harvard, kesepakatan dengan Iran adalah kesalahan besar bagi Amerika, perdamaian dunia dan keamanan Timur Tengah.
Saat ini Kongres yang terdiri dari mayoritas Partai Republik akan meninjau kesepakatan itu dalam 60 hari ke depan. Kongres bisa mengajukan mosi tidak setuju, tapi kemungkinan besar akan diveto oleh Obama. Penolakan veto harus mendapat persetujuan dari dua per tiga anggota Kongres dan Senat.
Credit CNN Indonesia