Pangeran Turki al-Faisal, pejabat senior
kerajaan Arab Saudi, menganggap laporan CIA soal pembunuhan Jamal
Khashoggi tidak dapat dipercaya. (Alex Wong/Getty Images/AFP)
Jakarta, CB -- Pangeran Turki al-Faisal, pejabat senior kerajaan Arab Saudi, menganggap laporan Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) soal pembunuhan Jamal Khashoggi tidak dapat dipercaya.
Turki
bahkan mengaku bingung CIA tak diadili karena simpulan mereka mengenai
pembunuhan jurnalis pengkritik pemerintah yang terjadi di konsulat Saudi
di Istanbul, Turki, tersebut.
"Saya tidak mengerti mengapa CIA
tidak diadili di Amerika Serikat. Ini adalah pernyataan saya melihat
penilaian mereka tentang siapa yang bersalah dan siapa yang tidak, dan
siapa yang melakukan apa di konsulat Saudi di Istanbul," ucap Turki,
Minggu (25/11).
Pernyataan itu diutarakan Turki menanggapi laporan CIA yang bocor ke
media beberapa waktu lalu terkait penyelidikan pembunuhan Khashoggi.
Dalam
laporannya, badan intelijen itu menyimpulkan bahwa Putra Mahkota Saudi,
Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), memerintahkan pembunuhan tersebut.
CIA
menarik simpulan ini setelah menggali berbagai sumber intelijen,
termasuk panggilan telepon antara Khashoggi dengan saudara Putra Mahkota
yang juga menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk AS, Khalid bin
Salman.
Dalam percakapan tersebut, Khalid mengatakan kepada Khashoggi wartawan
itu harus pergi ke konsulat Saudi di Istanbul untuk mengambil dokumen
yang dibutuhkan. Khalid menjamin segalanya akan aman ketika Khashoggi
datang ke konsulat.
CIA juga disebut memiliki rekaman suara MbS ketika dia memerintahkan bawahannya untuk "membungkam" Khashoggi.
Dilansir
Reuters,
Turki menganggap laporan CIA tersebut belum tentu valid. Menurutnya,
lembaga itu pernah mengeluarkan laporan intelijen yang tidak akurat,
termasuk kesimpulan CIA bahwa Irak memiliki senjata kimia pada 2003
lalu.
Kesimpulan itu ditetapkan CIA sebelum Amerika Serikat menginvasi Irak.
"Itu
adalah (kesalahan) yang paling mencolok dari penilaian yang tidak
akurat dan salah, yang menyebabkan perang skala penuh dengan dampak
ribuan orang terbunuh," ucap Turki yang merupakan mantan kepala
intelijen Saudi sekaligus eks duta besar di Washington DC.
MbS
terus disebut-sebut terlibat dalam konspirasi pembunuhan Khashoggi di
dalam konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober lalu.
Meski
sempat menampik, Saudi akhirnya mengakui bahwa koresponden The
Washington Post itu tewas di dalam gedung konsulatnya. Namun, Riyadh
menegaskan kerajaan tidak terlibat konspirasi pembunuhan tersebut.
Saudi
menuturkan "operasi kasar" itu dilakukan oleh sejumlah pejabat
intelijen di luar kewenangan mereka. Negara kerajaan itu sejauh ini
telah menahan 21 tersangka.
Credit
cnnindonesia.com