Muslim Uighur di Cina
CB, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menyesalkan dan mengutuk keras tindakan Pemerintah Cina yang melarang
umat Islam melaksanakan ibadah di Uighur. MUI pun meminta Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) untuk segera menindaklanjuti permasalahan yang
menimpa Muslim di Uighur.
"Ini jelas-jelas tidak bisa ditolerir karena tindakan ini jelas-jelas
merupakan sebuah pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia umat
Islam di Uighur," kata Sekjen MUI, Anwar Abbas kepada Republika.co.id, Senin (12/6). Ia mengatakan,
MUI mengimbau PBB, lembaga HAM Internasional dan badan-badan dunia
lainnya untuk mengambil tindakan terhadap permasalahan yang menimpa
Muslim di Uighur. Diharapkan mereka segera membuat langkah-langkah agar
pelarangan puasa dan sholat dihentikan Pemerintahan Cina.
"MUI juga mendesak negara-negara yang tergabung dalam organisasi
konferensi Islam untuk melakukan konsolidasi dan memaksa Pemerintahan
Cina menghentikan kebijakannya tersebut agar hak-hak umat Islam di
Uighur dapat ditegakkan," ujarnya.
Di samping itu, dia menyampaikan, MUI juga meminta Pemerintah
Indonesia untuk tidak tinggal diam. Pemerintah Indonesia lakukan
langkah-langkah diplomasi agar hak-hak beragama umat Islam di Uighur
dapat dipulihkan.
Sebelumnya, Pemerintah Xinjiang, Cina membuat aturan untuk melarang
Muslim di Uighur melaksanakan puasa dan sholat selama Ramadhan. Bahkan,
mereka memerintahkan pejabat pemerintahan tinggal di setiap rumah Muslim
untuk memastikan larangannya berjalan.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID
Dilarang Beribadah, Dunia Islam Bisa Boikot Produk Cina
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)
CB, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyidin Junaidi berharap,
Pemerintah Cina segera menghentikan larangan beribadah terhadap Muslim
Uighur di daerah otonom Xinjiang. Hal ini demi menjaga hubungan baik
antara-dunia Islam dan Pemerintah Cina.
"Apabila Pemerintah Cina tidak mengindahkan, bukan hal yang mustahil
Negara Arab dan Islam akan melakukan pemboikotan terhadap produk Cina,"
kata KH Muhyidin kepada Republika.co,id, Senin (12/6).
Dia mengatakan, MUI sebenarnya sudah melakukan protes mengenai
permasalahan yang menimpa Muslim Uighur ke Kedutaan Besar (Kedubes) Cina
di Jakarta. Mengutip Kedubes Cina, permasalahan yang menimpa Muslim
Uighur karena sebagian pejabat dan petinggi pemerintahan di daerah sana
tidak paham kebijakan.
Mengutip Kedubes Cina, Muhyidin mengatakan bahwa pelarangan tersebut
merupakan kebijakan yang dulu. Sekarang kebijakan tersebut sudah
dianulir.
Meski demikian, menurut KH Muhyidin, sangat disayangkan pejabat yang
baru tidak memahami kebijakan yang sudah dianulir tersebut. "Tapi
bagaimana pun MUI menyampaikan bahwa itu melanggar HAM," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelarangan ibadah terhadap Muslim Uighur sangat
bertentangan dengan sistem manajemen pemerintah di abad modern. Sebab,
bertentangan dengan HAM yang menghargai kebebasan orang beragama.
Menurutnya, kalau pelarangan ibadah puasa dan shlat terhadap Muslim
Uighur masih saja dilakukan Pemerintah Cina. Dikhawatirkan akan
berdampak fatal, mungkin saja umat Islam di dunia akan marah kepada
Pemerintahan Cina.
"Dan mereka bisa melakukan tindakan balasan terhadap orang-orang Cina yang ada di negara masing-masing," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Xinjiang, Cina membuat aturan untuk melarang
Muslim Uighur melaksanakan puasa dan sholat selama Ramadhan. Bahkan,
mereka memerintahkan pejabat pemerintahan tinggal di setiap rumah Muslim
untuk memastikan larangannya berjalan.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID
Pelarangan Puasa Muslim Uighur Cina Melanggar HAM
Muslim Uighur di Cina
CB, JAKARTA -- Pemerintah Distrik Xinjiang,
Cina, melarang warga muslim Uighur menjalankan ibadah puasa pada bulan
Ramadhan. Bahkan, selama bulan Ramadhan, pemerintah Distrik Xinjiang
meminta restoran dan rumah makan untuk tetap buka seperti biasa.
Setidaknya
sekitar 10 juta warga muslim Uighur tinggal di sekitar barat laut
Distrik Xinjiang, yang berbatasan langsung dengan Mongolia, Rusia, dan
Asia Tengah. Warga Muslim Uighur merupakan warga minoritas dan kerap
mendapatkan tindakan represif dari pemerintah Cina terkait aktivitas
keagamaan mereka. Termasuk dengan larangan berpuasa selama bulan
Ramadhan.
Kebijakan ini telah dijalankan oleh Pemerintah Cina dalam beberapa
tahun terakhir, termasuk pada bulan Ramadhan tahun ini. Menanggapi
pelarangan ibadah puasa ini, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Jazuli Juwaini, mengkritik kebijakan tersebut.
Menurut
Jazuli, pelarangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM). ''Tindakan pemerintah Cina, yang melarang Muslim Uighur
untuk berpuasa jelas melanggar hak asasi manusia. Untuk itu, kami
menghimbau Pemerintah Cina agar memperkenankan Umat Islam untuk
menjalankan ibadahnya,'' ujar Jazuli dalam keterangan tertulis yang
diterima Republika.co.id, Selasa (7/6).
Jazuli
menambahkan, sebagai salah satu negara besar di dunia, Cina seharusnya
memberi contoh dalam mempromosikan penghormatan terhadap HAM. Terlebih,
hal ini terkait dengan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinan masyarakat Muslim Uighur.
''Di zaman modern, dengan
arus informasi yang demikian maju, rasanya tidak semestinya
pelarangan-pelarangan beribadah masih dilakukan. Apalagi dilakukan oleh
negara sekaliber Cina,'' tegas anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Kebijakan
pelarangan ibadah puasa tersebut merupakan salah satu tindakan represif
terhadap umat Islam. Kebijakan ini justru bakal menciptakan instabiltas
di dalam negeri Cina sendiri. ''Kebijakan ini justru merugikan Cina
sendiri, karena dapat menimbulkan instabilitas dalam negeri dan juga
protes dari negara-negara lain,'' tuturnya.
Pemerintah Distrik
Xinjiang, Cina, mengeluarkan pengumuman terkait pelarangan ibadah puasa
terhadap seluruh warga Xinjiang, termasuk Muslim Uighur. Pelarangan
tersebut berlaku kepada seluruh anggota Partai Komunis, Pegawai Negeri
Sipil, pelajar, dan warga minoritas.
''Anggota partai, kader,
PNS, pelajar, dan warga minoritas, tidak diperkenankan berpuasa selama
bulan Ramadhan. Selain itu, mereka tidak ambil bagian dalam aktivitas
religius lainnya. Selama Ramadhan, bisnis makanan dan minuman tidak
boleh tutup,'' tulis pengumuman resmi Pemerintah Distrik Xinjiang
seperti dikutip AFP.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID
Cina Diduga Larang Muslim Uighur Berpuasa, Turki: Kami Sedih
Muslim Uighur yang mendiami wilayah Zinjiang bagian barat.
CB, ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki
menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas berita, bahwa Beijing
telah menanamkan pembatasan segmen populasi Muslim selama bulan suci
Ramadan.
“Kami sedih mendengar laporan umat muslim Uighur Turki dilarang memenuhi tugas agamanya,” katanya.
Slogan-slogan para demonstran seperti “neraka hidup panjang untuk
para penyiksa orang di dunia" teriak para demonstran. Kepala Cabang AGD
Antalya Siddik Uyar telah mengklaim dalam sebuah pernyataanya, bahwa
lebih dari 100 Uighur Turki telah menjadi martir di Cina mencoba
mengikuti agama mereka.
Dia menambahkan bahwa umat Islam di Cina juga telah dipaksa untuk
minum alkohol. “Umat Muslim harus mulai boikot dan berhenti membeli
produk-produk Cina,” kata ketua Asosiasi Hak Asasi Manusia Pembela, Ali
Akbas, seperti yang dilansir. Anadolu Agency. Kamis (02/7).
Dia menambahkan, pihaknya juga ingin Turki merevisi perjanjian
politik dan ekonomi dengan Cina. “Kecuali negara tersebut mengakhiri
penyiksaan Uighur," katanya.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID