Proyek
Laut Tiongkok Selatan: Seorang awak Angkatan Udara Filipina mengambil
gambar ini, yang menunjukkan proyek konstruksi Tiongkok di Beting
Mischief pada tahun 2003. Tiongkok terus membuat landasan tanah dalam
rantai Kepulauan Spratly untuk meningkatkan kehadirannya di laut. [AFP]
Beijing telah bergerak ke tahap baru "menciptakan fakta" di
Kepulauan Spratly, Laut Tiongkok Selatan, yang dikenal sebagai Kepulauan
Nansha di Tiongkok.
"Citra satelit yang dianalisis oleh
IHS Jane’s untuk
pertama kalinya mengidentifikasi kegiatan reklamasi lahan dan konstruksi
instalasi oleh Tiongkok di Karang Hughes di Kepulauan Spratly," jurnal
strategis Inggris melaporkan pada 16 Februari.
"Citra ini, yang disediakan oleh Airbus Defense and Space dan
diambil pada bulan Januari, juga menunjukkan kemajuan pembangunan di
Karang Johnson Selatan, yang seperti Karang Hughes, berada di Tepian
Union, dan Karang Gaven di Tepian Tizard," tulis Sean O'Connor dan James
Hardy, para analis di
IHS Jane’s.
Sebuah "wadah pemikir Washington telah memperoleh apa yang
dikatakan sebagai citra satelit eksklusif, yang menunjukkan bahwa proyek
reklamasi tanah Tiongkok di Kepulauan Spratly berada pada skala yang
lebih besar dan maju pada tingkat yang jauh lebih cepat dari yang
sebelumnya diketahui,"
Taipei Times di Taiwan melaporkan pada tanggal 21 Februari.
Pusat Studi Strategis Internasional
[CSIS] di Washington, DC "telah menerbitkan beberapa foto di situs
web-nya ... CSIS mengatakan pembangunan berlangsung pada enam terumbu:
Karang Gaven [Karang Nansyun], Karang Johnson Selatan [Karang Chigua],
Karang Fiery Cross [Karang Yongshu], Karang Mischief [Karang Meiji],
Karang Cuarteron [Karang Huayang] dan Karang Hughes [Karang Dongmen],"
menurut surat kabar itu.
Citra satelit menunjukkan konstruksi pada Karang Hughes di Kepulauan Spratly,
IHS Jane’s melaporkan.
"Lokasi itu, yang telah berkembang dari landasan seluas 380
meter persegi [4.090 kaki persegi] menjadi sebuah pulau seluas 75.000
meter persegi [807.293 kaki persegi, atau 3,86 mil persegi], adalah
contoh lain dari reklamasi tanah Tiongkok di Tepian Union,"
IHS Jane’s melaporkan.
Proyek Karang Hughes meningkatkan luas tanah 200 kali
"Instalasi asli seluas 380 meter persegi masih tetap dikelilingi
oleh tanah reklamasi dengan cara yang konsisten dengan proyek-proyek
reklamasi Tiongkok lainnya di Laut Tiongkok Selatan. Sebuah instalasi
baru yang lebih besar sedang dibangun berbatasan langsung dengan
landasan baru, sementara sejak Agustus 2014 dinding laut di bagian barat
telah rampung, juga sebuah dermaga di sisi timur pulau baru tersebut,"
tulis analis IHS Jane's.
Pembangunan berkelanjutan menyebabkan luas lahan menjadi sekitar
200 kali dari ukurannya 10 tahun yang lalu, jika dibandingkan dengan
citra DigitalGlobe dari tanggal 1 Februari 2004, menurut
Want China Timesyang berbasis di Taiwan, pada 24 Februari.
"Kemajuan yang signifikan juga telah dicapai di Karang Johnson
Selatan, yaitu sekitar 30 kilometer [18,6 mil] sebelah barat daya dari
Karang Hughes dan juga bagian dari Tepian Union, dan pada Karang Gaven
di Tepian Tizard, di barat laut dari Tepian Union," tulis analis
IHS Jane’s.
Tiongkok mengklaim kedaulatan total atas Laut Tiongkok Selatan,
salah satu jalur laut maritim yang paling penting dan sangat digunakan
di dunia, menurut 10 garis putus-putus
negara itu. Klaim ini dibantah oleh negara-negara tetangga Vietnam,
Filipina, Malaysia dan Brunei, yang semuanya mempertahankan klaim untuk
setidaknya beberapa karang.
Laut Tiongkok Selatan
diperkirakan mengangkut $5 trilyun dalam perdagangan internasional
setiap tahun, termasuk hampir semua minyak yang diimpor oleh Korea
Selatan dan Jepang serta impor pangan dan energi yang sangat besar untuk
Tiongkok.
CSIS melaporkan bahwa foto-foto ini membenarkan laporan bahwa Beijing sedang membangun sebuah landasan udara di Karang Fiery Cross. Luas lahannya tampaknya telah meningkat 11 kali lipat dalam beberapa bulan terakhir, menurut
Taipei Times.
Karang bisa berfungsi sebagai pusat komando dan pengendalian
"Para ahli mengandaikan bahwa karang akhirnya bisa menjadi
sebuah pangkalan militer dua kali ukuran Diego Garcia di Samudera
Hindia, yang memungkinkan fungsi sebagai pusat komando dan pengendalian
untuk Angkatan Laut Tiongkok," situs web CSIS melaporkan.
"Bangunan-bangunan di Karang Hughes dan Karang Gaven memiliki
rancangan yang hampir sama: adanya bangunan segi empat utama dengan apa
yang tampaknya menjadi sebuah menara anti-pesawat atau radome di setiap
sudut. Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki standar desain
fasilitas utama dan sedang membangunnya di seluruh pulau-pulau baru,"
kata
IHS Jane’s.
CSIS menyimpulkan "bahwa Tiongkok dengan mudah hanya mengeruk
pasir dari dasar laut dan membuangnya ke karang yang dangkal," menurut
Taipei Times.
"Setelah jumlah yang diinginkan dari tanah reklamasi dibuat,
pekerja mengelilingi pulau dengan pembatas beton untuk melindungi
terhadap erosi dan gelombang badai dan memulai pembangunan fasilitas
baru," kata situs CSIS.
Seorang peneliti independen mengenai keamanan di Asia Tenggara,
Zachary Abuza, mengatakan kepada CSIS bahwa pulau-pulau buatan yang
sangat diperluas ini akan meningkatkan proyeksi kekuatan Beijing di laut
dengan berfungsi sebagai basis operasi maju untuk angkatan laut,
penjaga pantai dan angkatan udara negeri itu.
"Pulau-pulau ini juga akan berfungsi sebagai sarana untuk
mendukung industri penangkapan ikan dan eksplorasi minyak lepas pantai
Tiongkok, dan memperluas jangkauan serta waktu bagi negeri ini untuk
bekerja di Laut Tiongkok Selatan," katanya.
Proyek merupakan bagian dari upaya Tiongkok untuk membangun kedaulatan
Gordon G. Chang, seorang ahli keamanan Asia Timur, mengatakan
kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] bahwa program konstruksi baru
besar-besaran ini sudah jelas merupakan bagian dari strategi terpadu
penuh tekad dari Tiongkok untuk perlahan-lahan tapi pasti membangun
kedaulatan atas seluruh wilayah yang diklaimnya dalam 10 garis
putus-putus.
"Pembangunan pulau oleh Tiongkok dari nol di Spratly memberi
arti baru pada ungkapan 'menciptakan fakta di lapangan," kata Chang.
"Dalam hal ini, pada kenyataannya, memang menciptakan tanah."
"Tiongkok akan melakukan apa saja untuk mengontrol perairan Laut
Tiongkok Selatan, bahkan mengubah geografi," katanya. "Ambisi Beijing
ini luar biasa, namun tidak begitu bijaksana."
Pada tahun 2014, Presiden Tiongkok Xi Jinping berusaha untuk meyakinkan para pemimpin dari 10 negara di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN].
Filipina dan Vietnam, keduanya anggota ASEAN, tetap khawatir
atas dorongan Beijing untuk membuat fakta-fakta geografis baru untuk
memastikan kedaulatannya atas sebagian besar Laut Tiongkok Selatan.
Charles W. Freeman, rekan ketua Komisi Kebijakan AS-Tiongkok,
mengatakan kepada APDF bahwa laju pembangunan yang dramatis oleh
Tiongkok di wilayah itu sebagian telah didorong oleh kemajuan
pelaksanaan Hukum Laut PBB[UNCLOS] yang baru.
"Berlakunya undang-undang baru tentang perjanjian laut telah
mendorong negara-negara pantai - secara terlambat termasuk Tiongkok -
untuk buru-buru mengajukan klaim dengan merebut, mengisi, dan memperkuat
apa pun yang terlihat pada saat air pasang di laut kosong di antara
mereka," katanya kepada APDF.
Credit
APDForum