Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun (wikipedia)
Yogyakarta (CB) - Adik tiri
Sri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo mengaku sudah bertemu dengan Sri
Sultan pekan lalu. Menurut Prabukusumo, Sultan menjawab bahwa apa yang
diucapkan dan dilakukan tersebut adalah perintah Allah SWT. Bahkan
Sultan meminta adik-adiknya untuk bisa mengerti, karena itu adalah
kehendak Tuhan. Mendengar jawaban itu, ujar Prabukusumo, dirinya dan 10
adik-adiknya tidak bisa menerima, sebab jawaban Sri Sultan sulit
diterima nalar.
"Kepada adik-adiknya yang mempertahankan kebenaran paugeran, beliau
berkata begitu. Sekarang terserah masyarakat memaknai ucapan dan
tindakan Ngarso Dalem (Sri Sultan-red)," kata Prabukusumo.
Menambahkan pendapat kakaknya, GBPH Yudhaningrat menyatakan bahwa 11
adik Sultan telah menyatakan sikap menentang Sabdaraja dan Dawuh Raja
yang dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X.
Ke-11 Pangeran tersebut berasal dari tiga istri Sri Sultan Hamengku
Buwono IX. Putra KRAy Ciptamurti (istri ke-4) antara lain GBPH
Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryomataram,
GBPH Hadinegoro, GBPH Suryonegoro. Dari istri ke-3, KRAy Hastungkara
antara lain, GBPH Condrodiningrat, GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo.
Sedangkan dari istri pertama, KRAy Pintoku Purnomo yaitu GBPH
Hadisuryo, dan dari istri kedua, KRAy Windyaningrum adalah KGPH
Hadiwinoto, adik kandung HB X. Yudhaningrat juga menyebutkan,
pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi yang adalah putri
mahkota, akan memutus silsilah Hamengku Buwono. Jika ada perubahan gelar
dan perubahan silsilah dari keturunan bukan laki-laki, maka silsilah
tersebut akan terputus dan hilang.
“Ini bencana bagi silsilahnya. Silsilahnya akan menurunkan
putra-putra GKR Mangkubumi, silsilah Hamengku Buwono akan hilang. Sebab
kita ini patriarki bukan matriarki. Kami para adik berupaya
mengingatkan pada Sultan HB X untuk kembali menghayati amanat leluhur,
supaya beliau sadar bahwa langkahnya salah,” ujar Yudhaningrat.
Sementara itu, pengamat politik UGM Bayu Dardias Kurniawan
mengatakan, alasan mendasar mengenai adanya penolakan oleh para
adik-adik Sultan terhadap Sabdaraja dan Dawuh raja, karena Dawuhraja
telah menghilangkan kemampuan Kasultanan Yogyakarta untuk memilih
pemimpinnya.
Menurutnya, Sultan sama sekali tidak memberikan alternatif sistem.
Sehingga Kasultanan Yogyakarta akan dihadapkan pada krisis mencari
pemimpin jika garis laki-laki dihapuskan. Bayu juga menyoroti, Sri
Sultan HB X tidak mau secara terbuka mengatakan bahwa GKR Mangkubumi-lah
yang akan meneruskan tahtanya.
Kondisi pro dan kontra di internal Kraton Yogyakarta masih akan
berlanjut, meski Sri Sultan sudah mengemukakannya secara terbuka.
Menurut Bayu adik-adik Sultan berupaya mempertahankan masa lalu,
sekaligus masa depan Kasultanan. Sementara, Sultan sendiri menyatakan
bahwa sikapnya adalah amanat leluhur yang harus ditaati.
Credit
Beritasatu.com
Sri Sultan Jelaskan Pergantian Gelarnya
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Antara/Agus Nugroho)
Yogyakarta (CB) - Raja
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X,
menjelaskan pergantian gelar yang disandangnya yang sebelumnya tercakup
dalam isi
sabdaraja yang dikeluarkan pada 30 April 2015.
Sri Sultan yang mengenakan kemeja batik duduk bersila didampingi
istri, GKR Hemas, menjelaskan ihwal pergantian gelar yang disandangnya
di hadapan masyarakat dari berbagai daerah di Dalem Wironegaran yang
merupakan kediaman puteri pertamanya, GKR Mangkubumi, Jumat (8/5) sore.
Sultan mengatakan, sejak sabdaraja tersebut dikeluarkan, gelar yang disandangnya berubah menjadi
Ngarsa
Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang
Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgeng Ing
Bawono Langgeng, Langgeng Ing Toto Panoto Gomo.
Gelar itu mengubah gelar sebelumnya yakni
Ngarsa Dalem Sampeyan
Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing
Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng
Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Menurut Sultan, pergantian nama itu merupakan
dawuh atau perintah dari Allah SWT melalui leluluhurnya. Dengan demikian tidak bisa dibantah, dan hanya bisa menjalankan saja.
"
Dawuh itu mendadak. Kewenangan Gusti Allah dan tidak diperbolehkan dibantah," kata dia.
Adapun gelar
Buwono menjadi
Bawono, dia menjelaskan,
Buwono memiliki arti jagat kecil sementara
Bawono memiliki arti jagat besar.
"Kalau disebut
Buwono daerah, ya
Bawono berarti nasional. Kalau
Buwono disebut nasional,
Bawono berarti internasional," kata dia.
Selanjutnya, perubahan
kaping sedasa menjadi
kasepuluh adalah untuk menunjukkan urutan. Sebab
kaping memiliki arti hitungan tambahan, bukan
lir gumanti (urutan).
"Seperti
kapisan (pertama),
kapindo (kedua),
katelu (ketiga), dan seterusnya. Jadi tidak bisa
kaping sedoso karena dasarnya
lir gumanti," kata dia.
Sementara itu, tambahan
Suryaning Mataram menunjukkan
berakhirnya perjanjian Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring yang
merupakan periode mataram lama dari zaman Kerajaan Singasari sampai
Kerajaan Pajang. Sementara mulai zaman Kerajaan Mataram dengan Raja
Panembahan Senapati hingga Kerajaan Ngayogyakarta saat ini merupakan
Mataram baru.
Adapun penggantian
Kalifatullah Sayidin diganti
Langgeng Ing Toto Panoto Gomo adalah menunjukkan berlanjutnya tatanan agama Allah di jagat.
"Hanya itu yang bisa saya artikan, kalau lebih dari itu nanti jadi
ngarang sendiri dan belum tentu benar. Saya hanya sekadar menyampaikan
dawuh," kata dia.
Credit
Beritasatu.com