CB, Jakarta - Sejumlah aktivis menyerukan kepada PBB agar memberikan tekanan kepada Cina karena dugaan pelanggaran HAM yang
semakin merosot di negara itu, termasuk penahanan massal terhadap satu
juta umat muslim Uighurs yang ada di wilayah barat Provinsi Xinjiang.
“Dalam lima tahun terakhir, secara umum pelanggaran HAM di Cina semakin memburuk, khususnya di wilayah timur Turkestan (Xinjiang) dan Tibet. Di wilayah itu kemerosotan situasi sangat tak terbayangkan. Untuk itu lah, kami berharap negara-negara anggota PBB untuk berbicara dengan lantang dan keras,” kata Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia, seperti dikutip dari Reuters, Senin, 5 November 2018.
Dia menceritakan Xinjiang telah menjadi sebuah negara polisi, dimana ibunya meninggal di sebuah kamp penahanan pada Mei 2018. Jarang ada yang keluar dari kamp penahanan dalam keadaan hidup.
Sharon Hom, Direktur Eksekutif HAM di Cina, mengatakan penahanan terhadap lebih dari satu juta penduduk etnis Uighur adalah titik balik bagi komunitas internasional. Sebab hal ini sama sekali tidak bisa dikesampingkan.
Sejumlah muslim Uighurs berasal dari wilayah barat jauh dari Cina wilayah Xinjiang, saat mereka berada di penampungan sementara setelah mereka ditahan di kantor pusat regional imigrasi Thailand di dekat perbatasan Malaysia-di Hat Yai, Songkla (14/3). REUTERS/Athit Perawongmetha
Rencananya Dewan HAM PBB akan mengevaluasi catatan pelanggaran HAM Cina pada Selasa, 6 November 2018 atau pertama kalinya sejak 2013. Evaluasi kali ini diharapkan bisa fokus pada perlakuan yang diterima etnis-etnis minoritas di Cina, khususnya etnis Uighurs dan Tibet.
Menjawab tuduhan pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas ini, Beijing mengatakan Xinjiang menghadapi sebuah ancaman dari militan dan separatis Islam. Beijing pun menyangkal tuduhan adanya penganiayaan di suatu area, dimana ratusan orang diyakini terbunuh dalam kerusuhan antara penduduk etnis Uighurs dan etnis Han yang merupakan kelompok mayoritas di Cina.
Beijing juga menyangkal tuduhan pelanggaran HAM dengan penahanan sewenang-wenang dan reedukasi politik diseluruh jaringan kamp-kamp rahasia di Cina.
“Dalam lima tahun terakhir, secara umum pelanggaran HAM di Cina semakin memburuk, khususnya di wilayah timur Turkestan (Xinjiang) dan Tibet. Di wilayah itu kemerosotan situasi sangat tak terbayangkan. Untuk itu lah, kami berharap negara-negara anggota PBB untuk berbicara dengan lantang dan keras,” kata Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia, seperti dikutip dari Reuters, Senin, 5 November 2018.
Dia menceritakan Xinjiang telah menjadi sebuah negara polisi, dimana ibunya meninggal di sebuah kamp penahanan pada Mei 2018. Jarang ada yang keluar dari kamp penahanan dalam keadaan hidup.
Sharon Hom, Direktur Eksekutif HAM di Cina, mengatakan penahanan terhadap lebih dari satu juta penduduk etnis Uighur adalah titik balik bagi komunitas internasional. Sebab hal ini sama sekali tidak bisa dikesampingkan.
Sejumlah muslim Uighurs berasal dari wilayah barat jauh dari Cina wilayah Xinjiang, saat mereka berada di penampungan sementara setelah mereka ditahan di kantor pusat regional imigrasi Thailand di dekat perbatasan Malaysia-di Hat Yai, Songkla (14/3). REUTERS/Athit Perawongmetha
Rencananya Dewan HAM PBB akan mengevaluasi catatan pelanggaran HAM Cina pada Selasa, 6 November 2018 atau pertama kalinya sejak 2013. Evaluasi kali ini diharapkan bisa fokus pada perlakuan yang diterima etnis-etnis minoritas di Cina, khususnya etnis Uighurs dan Tibet.
Menjawab tuduhan pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas ini, Beijing mengatakan Xinjiang menghadapi sebuah ancaman dari militan dan separatis Islam. Beijing pun menyangkal tuduhan adanya penganiayaan di suatu area, dimana ratusan orang diyakini terbunuh dalam kerusuhan antara penduduk etnis Uighurs dan etnis Han yang merupakan kelompok mayoritas di Cina.
Beijing juga menyangkal tuduhan pelanggaran HAM dengan penahanan sewenang-wenang dan reedukasi politik diseluruh jaringan kamp-kamp rahasia di Cina.
Credit tempo.co