Sabtu, 17 Maret 2018

Warga Etnis Buddha Tempati Bekas Wilayah Rohingya di Rakhine


Warga Etnis Buddha Tempati Bekas Wilayah Rohingya di Rakhine 
 Ilustrasi pengungsi Rohingya di Bangladesh. (REUTERS/Adnan Abidi)
 
 
Jakarta, CB -- Penduduk etnis Buddha Rakhine berbondong-bondong pindah ke desa "model" Koe Tan Kauk, menempati wilayah yang dulunya didominasi warga Muslim Rohingya di salah satu negara bagian Myanmar.

Para pendatang baru ini pindah ke wilayah yang sebagian besar sudah "dibersihkan" dari penduduk Rohingya. Desa yang dulunya ditempati Rohingya itu telah dihancurkan hingga rata dengan tanah pertanian yang subur.

Imigran etnis Rakhine dari wilayah selatan yang miskin namun relatif stabil tersebut untuk saat ini jumlahnya masih sedikit.

Tetapi mereka berharap jadi pelopor rencana "Rakhinisasi" untuk meningkatkan demografi wilayah yang dulunya mayoritas Muslim itu.

"Kami benar-benar takut pada orang Kalar dan tadinya tidak berencana untuk datang ke sini," kata Chit San Eain kepada AFP. "Kalar" adalah sebutan yang merendahkan untuk warga Muslim disana.

Chit San Eain adalah seorang wanita 28 tahun yang pindah dengan suami dan anak balitanya ke sebuah pondok di Koe Tan Kauk.

"Tapi sekarang setelah mereka tidak ada lagi, kami memiliki kesempatan untuk bertemu kembali dengan keluarga yang tinggal di sini," kata dia.

Reruntuhan pemukiman Rohingya terbentang beberapa kilometer dari lokasi itu.

Hampir 700 ribu penduduk Muslim Rohingya diusir tentara Myanmar dari Rakhine ke Bangladesh sejak 25 Agustus tahun lalu. Sebanyak 300 ribu warga etnis Rohingya lainnya didorong keluar dari selatan dan tengah Rakhine oleh operasi tentara sejak tahun 1970an.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut operasi tentara itu sebagai pembersihan etnis yang menunjukkan semua "ciri genosida."
Ratusan ribu warga Rohingya mengungsi ke luar negeri setelah ditekan oleh militer Myanmar.  
Ratusan ribu warga Rohingya mengungsi ke luar negeri setelah ditekan oleh militer Myanmar. (AFP Photo/Fred Dufour)
Myanmar membantah keras tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa pengungsi dipersilakan untuk kembali.

Namun sejauh ini mereka hanya mengizinkan 374 dari 8.000 pengungsi yang namanya telah diajukan untuk tahap awal repatriasi.

Banyak orang Rohingya yang trauma serta menolak dipulangkan ke Rakhine, di mana kamp detensi dan tetangga yang bermusuhan menanti mereka.

Dengan tidak adanya etnis Rohingya, banyak bermunculan proyek pembangunan, yang dibiayai pemerintah dan tentara atau disponsori swasta, mengubah Rakhine utara.
Warga Rohingya menjadia korban pembantaian pemerintah Myanmar.  
Warga Rohingya menjadia korban pembantaian pemerintah Myanmar. (Handout via REUTERS)
Mengisi kekosongan tanah Rohingya yang pergi adalah taktik lama dari negara mayoritas Buddha yang dipandang memerangi Islam tersebut.

Chit San Ean adalah penerima bantuan dari Komite Penambahan untuk Rekonstruksi Teritori Nasional Rakhine di Perbatasan Barat (CRR), sebuah skema swasta yang dibentuk tak lama setelah krisis pengungsi dimulai.

Didanai oleh donor etnis Rakhine, ambisi CRR adalah mendirikan zona "tanpa Muslim" di sepanjang 100 kilometer dari ibukota negara bagian Sittwe hingga kota Maungdaw.

Nasionalis Rakhine mengatakan CRR adalah benteng melawan Islam dan sebuah cara untuk memastikan kelompok etnis mereka memiliki suara dalam proyek pembangunan negara bagian yang didominasi oleh Birma, yang mereka tidak percaya.

"Siapa yang harus diprioritaskan selain warga Rakhine di wilayah Rakhine?" kata Than Tun, Sekretaris Jenderal CRR.



Credit  cnnindonesia.com