Duterte disebut melanggar HAM saat menggelar operasi pemberantasan narkoba.
Wakil Tetap Filipina di PBB, Teodoro Locsin, mempublikasikan surat pemberitahuan itu kepada Sekjen PBB Antonio Guterres di akun Twitter-nya. Keputusan untuk menarik diri Filipina dinilainya merupakan sikap yang mempolitisasi hak-hak asasi manusia.
Duterte, yang dikenal mengambil sikap keras terhadap perdagangan obat bius, telah berulang-ulang membantah ia memerintahkan polisi membunuh para tersangka perdagangan obat bius. Polisi membantah tuduhan-tuduhan pembunuhan dan usaha-usaha pemerintah untuk menutupi kesalahan. Para aktivis mengatakan lebih dari 4.000 orang terbunuh dalam bentrok dengan polisi bersenjata dan menolak ditahan.
"Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memerangi impunitas bagi kejahatan-kejahatan kejam, meskipun penarikannya dari Statuta Roma, khususnya sejak Filipina punya legislasi nasional yang menghukum kejahatan-kejahatan kejam," demikian pemerintah dalam sepucuk suratnya pada Kamis dan ditujukan ke Sekjen PBB.
Presiden majelis anggota ICC O-Gon Kwon dari Korea Selatan, mengatakan ia menyesalkan keputusan Presiden Duterte itu. Kwon menyarankan Filipina tetap sebagai anggota dan "melakukan dialog" daripada memilih keluar dari ICC. Menurutnya, langkah Filipina akan melukai usaha-usaha pengadilan itu untuk menghukum pelaku kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"ICC perlu dukungan kuat dari masyakarat internasional untuk menjamin efektivitasnya. Saya sarankan Filipina tetap sebagai pihak yang menandatangani Statuta Roma," katanya dalam sebuah pernyataan.
Statuta Roma merupakan perjanjian yang menjadi dasar berdirinya ICC. Filipina meratifikasinya pada 2011.
Credit republika.co.id