Jumat, 09 Juni 2017

Qatar tolak intervensi terhadap kebijakan luar negerinya


Qatar tolak intervensi terhadap kebijakan luar negerinya
Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani saat berbicara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 2 Maret 2015. (UN Photo / Jean-Marc Ferré)


Doha (CB) - Menteri Luar Negeri Qatar pada Kamis (8/6) menyatakan menolak campur tangan terhadap kebijakan luar negeri negaranya, dan mengesampingkan solusi militer terhadap krisis yang menyaksikan Riyadh dan sekutunya memutuskan hubungan diplomasi dengan Doha.

"Tidak ada yang berhak mengintervensi kebijakan luar negeri kami," kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani.

"Kami adalah negara yang merdeka dan berdaulat," katanya kepada AFP, menolak pengawasan dari negara lain.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain dan beberapa negara lain pekan ini memutuskan hubungan dengan Qatar karena menuduh kerajaan itu mendanai kelompok ekstremis dan punya hubungan dengan Iran, musuh bebuyutan Arab Saudi di kawasan itu.

Qatar membantah memiliki hubungan dengan ekstremis.

Seorang pejabat tinggi Uni Emirat Arab pada Rabu mengatakan kepada AFP bahwa langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya itu ditujukan untuk menekan Doha agar mengubah kebijakannya secara drastis.

"Ini bukan tentang perubahan rezim - ini tentang perubahan kebijakan, perubahan pendekatan," kata Menteri Negara Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash.

Qatar masih menjadi tempat tinggal bagi pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hamas Palestina dan Taliban Afghanistan.

Sheikh Mohammed menyebut upaya untuk mengasingkan Doha sebagai "hukuman kolektif" dan "upaya sistematis" terhadap Qatar, yang menurut dia terus bekerja sama dengan Amerika Serikat memerangi terorisme.

"Perwakilan Taliban di sini karena koordinasi dengan Amerika," katanya kepada AFP. "Mereka ditampung di sini... untuk perundingan perdamaian."

Krisis Teluk telah memunculkan kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya eskalasi militer di kawasan rentan itu. Namun demikian Menteri Luar Negeri Qatar mengesampingkan kemungkinan adanya konflik militer.

"Kami tidak melihat solusi militer sebagai solusi" bagi krisis itu, kata Sheikh Mohammed.

Gargash dari UEA mengatakan kebijakan terhadap Doha sekarang dibatasi pada hubungan diplomatik dan ekonomi, namun memperingatkan bahwa tidak ada yang bisa memproyeksikan "dinamika krisis".

"Seperti krisis apa pun, kau tidak bisa benar-benar mengendalikan dinamikanya... ini salah satu bahaya dari krisis apa pun. Tidak ada niatan kami untuk mengupayakan apa pun kecuali dalam bidang ekonomi," katanya dalam wawancara dengan AFP.

Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain menangguhkan penerbangan dari dan ke Doha dan menutup perbatasan laut dan udara ke Qatar.

Arab Saudi juga menutup satu-satunya batas darat dengan Qatar yang merupakan jalur impor pangan penting.

Sheikh Mohammed mengatakan Qatar meski demikian tetap bisa bertahan "selamanya", menambahkan bahwa negaranya tetap menghormati kesepakatan internasional dan akan melanjutkan pasokan gas alam cair ke UEA.Qatar adalah eksportir gas alam cair terbesar di dunia.



Credit  antaranews.com


Pasukan Qatar tinggalkan koalisi pimpinan Arab Saudi


Pasukan Qatar tinggalkan koalisi pimpinan Arab Saudi
ilustrasi: Qatar Airways (REUTERS/Alkis Konstantinidis)


Dubai (CB) - Angkatan bersenjata Qatar yang ditempatkan di Arab Saudi sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi untuk memerangi kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman kembali ke Qatar, Rabu, kata televisi pemerintah di akun Twitter-nya.

Pasukan tersebut telah ditempatkan di Arab Saudi bagian selatan, menurut laporan itu, memperkuat pertahanan Arab Saudi untuk melawan serangan Houthi.

Arab Saudi, yang bersama beberapa negara Arab lainnya telah memutuskan hubungan dengan Qatar dengan tuduhan mendukung terorisme dan memiliki hubungan dengan Iran, mengatakan bahwa Doha telah dikeluarkan dari koalisi yang dibentuk pada 2015 untuk melawan kelompok Houthi yang menguasai sebagian besar Yaman bagian utara.

Sementara itu, Organisasi Kerja sama Islam (OKI) meminta Qatar untuk menghormati komitmennya dalam upaya bersama melawan terorisme, menyusul keputusan beberapa negara Arab untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar karena dianggap mendukung kegiatan dan kelompok teroris.

Sekretariat Jenderal OKI menyatakan telah mengikuti perkembangan terkini di kawasan Teluk, yaitu pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar oleh banyak negara anggota OKI menyusul informasi dan bukti tindakan bermusuhan yang berasal dari Qatar, kata pernyataan pers dari Sekretariat Jenderal OKI.

Sekretariat Jenderal OKI meminta Qatar untuk menghormati komitmen dan kesepakatan yang telah ditandatangani di dalam Dewan Kerja sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC), terutama yang berkaitan dengan menghentikan dukungan untuk kelompok dan kegiatan teroris.

Sekretariat Jenderal OKI menekankan perlunya semua negara anggota OKI, termasuk Qatar, untuk mematuhi prinsip-prinsip Piagam OKI, yang menyerukan untuk mematuhi kebijakan bertetangga yang baik, menghormati kedaulatan, independensi dan integritas teritorial, serta tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri dari masing-masing negara anggota.

Sebelumnya, beberapa negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Hal itu dimulai oleh Pemerintah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir yang dalam sebuah pernyataan menyampaikan keputusan tersebut.

Pemutusan hubungan diplomatik itu disebabkan hubungan Qatar dengan Iran dan dukungan kedua negara itu terhadap kelompok-kelompok teroris yang dianggap bertujuan untuk mengacaukan wilayah Teluk.

Arab Saudi menuduh Qatar mendukung kelompok teroris yang didukung Iran, seperti kelompok Ikhwanul Muslimin, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan Al-Qaeda.

Selanjutnya, keempat negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar menutup akses ke negara Teluk tersebut. Keempat negara tersebut juga akan menangguhkan perjalanan udara dan laut dari dan ke Qatar.

Selain itu, Arab Saudi juga akan menutup penyeberangan darat dengan negara tetangganya itu, demikian Reuters.





Credit  antaranews.com




Uni Emirat Arab upayakan "perubahan kebijakan" Qatar


Uni Emirat Arab upayakan
Peta sejumlah negara kawasan Jazirah Arab. (Repro: World Atlas)



Dubai (CB) - Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan beberapa negara lain terhadap Qatar untuk menekan Doha agar membuat perubahan kebijakan drastis, menurut pejabat senior UEA kepada AFP.

"Ini bukan tentang perubahan rezim -- ini tentang perubahan kebijakan, perubahan pendekatan," kata Menteri Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash dalam sebuah wawancara, dan menuding Qatar sebagai "juara ekstremisme dan terorisme di kawasan itu."

"Pemerintah Qatar membantah. Mereka mencoba mendeskripsikan hal itu sebagai masalah yang berkaitan dengan kebebasan dalam menentukan kebijakan asing mereka, dan itu tidak benar," ujar Gargash.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain termasuk di antara beberapa negara yang pada pekan ini memutus hubungan diplomatik dengan Qatar, di tengah krisis terburuk yang melanda kawasan Teluk dalam beberapa tahun terakhir.

Keempat negara menangguhkan semua penerbangan ke dan dari Doha, dan memberikan waktu dua pekan kepada semua warga Qatar untuk kembali ke negara mereka.

Negara-negara Arab menuding Qatar, yang merupakan negara kaya gas yang berbatasan dengan Saudi itu, mendukung ekstremisme.

Qatar membantah semua tudingan tersebut.

Dipimpin oleh Kuwait, upaya mediasi saat ini sedang dilakukan untuk menyelesaikan krisis, yang menurut Gargash merupakan hasil dari "akumulasi bertahun-tahun politik Qatar yang subversif dan dukungan terhadap ekstremisme dan organisasi teroris."

"Kami sekarang telah mencapai cul-de-sac dalam upaya mencoba meyakinkan Qatar untuk mengubah arah mereka," jelasnya, menggambarkan krisis diplomatik serupa pada tahun 2014.

Arab Saudi, UEA dan Bahrain untuk sementara menarik duta besar mereka dari Bahrain pada 2014 dalam sebuah perselisihan yang serupa dengan krisis pekan ini, demikian AFP.




Credit  antaranews.com