CB, SINGAPURA
-- Negara-negara anggota ASEAN telah meminta Indonesia sebagai negara
koordinator Kemitraan Komprehensif Ekonomi Kawasan (RCEP) dapat segera
menyelesaikan negosiasi dengan enam negara mitra, yakni Australia, Cina,
India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
"Kita sebagai country coordinator,
semua meminta kita bisa menyelesaikan pembahasan RCEP di masa
kepemimpinan Singapura, jadi kita mau mengupayakan semaksimal mungkin
untuk finalize RCEP," kata Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita di Hotel Shangrila, Singapura, Sabtu (28/4).
Mendag hadir sebagai ketua delegasi Pertemuan Dewan Komunitas
Ekonomi ASEAN (AEC) ke-16 sekaligus mendampingi Presiden Joko Widodo
dalam berbagai pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-32 ASEAN di
Singapura.
Menanggapi permintaan negara-negara
anggota ASEAN tersebut, Enggar mengatakan Indonesia akan bekerja
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan negosiasi, namun semua anggota
harus sepakat terlebih dulu agar perhimpunan tersebut memiliki nilai
tawar yang bulat dalam negosiasi dengan enam negara mitra.
"Saya push lagi,
sekali kita ASEAN sepakat maka jangan pernah dalam pembicaraan itu kita
kembali lagi bicara di antara ASEAN, jadi kita harus ada ASEAN paper dulu, ada kesepakatan ASEAN, karena ASEAN adalah inisiator dari RCEP itu," tuturnya.
Sebagai
tindak lanjut, ASEAN plus enam negara akan melakukan pertemuan di
Jepang pada Juli 2018 untuk segera membuat finalisasi RCEP. RCEP mulai
diadopsi sepuluh anggota ASEAN secara bertahap sejak KTT Ke-21 ASEAN di
Pnom Penh, Kamboja, pada 2012, dan negosiasinya dimulai pada awal 2013.
Kemitraan
regional tersebut bertujuan mencapai hubungan ekonomi yang saling
menguntungkan di antara negara anggota ASEAN dan mitra dagang ASEAN.
Para pemimpin di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-32 ASEAN di Singapura 2018 (Biro Pers Istana Kepresidenan)
Singapura (CB) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-32
ASEAN menghasilkan tiga dokumen tanpa ada satu pun yang menyebutkan
kesepakatan untuk mengatasi isu kemanusiaan Rohingya.
Ketiga dokumen tersebut disampaikan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien
Loong sebagai ketua ASEAN 2018 di Hotel Shangri-La, Singapura, Sabtu.
Ketiga dokumen hasil tersebut adalah Pernyataan Pemimpin ASEAN tentang
Kerja Sama Keamanan Siber, Nota Konsep Jaringan Kota Pintar ASEAN (ASCN)
dan Visi Pemimpin untuk ASEAN yang Berketahanan dan Inovatif.
Dari ketiga dokumen hasil tersebut hanya pada Visi Pemimpin ASEAN
sedikit disebutkan ada poin ke sepuluh tentang pentingnya penghormatan
Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar.
Poin tersebut menyebutkan "ASEAN menekankan kembali komitmen untuk
memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan dasar yang sejalan dengan
Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) dan Pernyataan Phnom Penh tentang Adopsi AHRD
dan juga instrumen internasional tentang HAM yag diikuti negara-negara
anggota ASEAN.
Padahal, berbagai pihak, termasuk dari Komisi Antarpemerintahan ASEAN
untuk HAM (AICHR) dan Parlemen ASEAN untuk HAM(APHR), telah menyampaikan
seruan kepada para pemimpin ASEAN agar dapat menghasilkan pernyataan
yang kuat agar ASEAN dapat segera bertindak mengatasi masalah
kemanusiaan Rohingya.
Kepala Pusat Studi ASEAN The Habibie Center Ibrahim Almuttaqi
menyayangkan para pemimpin ASEAN membatasi diri dengan hanya
menghasilkan tiga dokumen hasil, padahal ada isu krisis kemanusiaan
Rohingya yang mendesak untuk diatasi di kawasan Asia Tenggara.
Ibrahim berpendapat bahwa ketidakhadiran Aung San Suu-Kyi di KTT ASEAN
seharusnya dapat dimanfaakan para pemimpin ASEAN lainnya untuk
mengeluarkan pernyataan yang lebih kuat terkait penyelesaian krisis
kemanusiaan Rohingya.
"Sayangnya, di bawah keketuaan Singapura keinginan kita untuk
mendapatkan penyampaian yang jelas tentang perlindungan hak asasi
manusia terlalu terpecah-pecah dan pada akhirnya terlewatkan," kata dia.
Sementara itu, dua dokumen lainnya, yakni Pernyataan Pemimpin ASEAN
tentang Kerja Sama Kemananan Siber dan ASCN bersifat lebih praktis
sebagai panduan bagi kerja sama internal negara-negara anggota di bidang
keamanan siber dan pembangunan jaringan kota pintar melalui berbagai
program.
Warga etnik Kachin mengantre untuk memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.
Foto: EPA/Seng Mai
PBB melaporkan sejak awal April, ada sekitar 4.000 warga etnis Kachin yang mengungsi
CB, YANGON
-- Ribuan warga etnis Kachin di Myanmar utara terpaksa meninggalkan
kampungnya dan mengungsi. Ini merupakan dampak dari pertempuran terbaru
antara Kachin Independent Army (KIA) dengan militer Myanmar.
Pertempuran
antara gerilyawan KIA dengan militer Myanmar kembali memanas. Militer
Myanmar dilaporkan membombardir basis-basis para gerilyawan dengan
serangan udara dan artileri. Hal ini menyebabkan warga sipil di negara
bagian Kachin mengungsi.
PBB melaporkan sejak awal April hingga saat ini, terdapat
sekitar 4.000 warga etnis Kachin yang telah meninggalkan rumahnya dan
mengungsi. Selain itu, muncul pula kekhawatiran tentang terperangkapnya
warga sipil di daerah-daerah yang berkecamuk dekat perbatasan Cina. Hal
ini menjadi perhatian PBB.
"Perhatian terbesar kami
adalah keselamatan warga sipil, termasuk wanita hamil, orang tua,
anak-anak, dan orang-orang difabel. Kami harus memastikan orang-orang
ini dilindungi," ujar Kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan
Kemanusiaan (OCHA), dikutip laman BBC, Sabtu (28/4).
Etnis
Kachin, yang mayoritas beragama Kristen, telah berjuang untuk
mendapatkan otonomi yang lebih besar di Myanmar sejak 1961. Militer
Myanmar sendiri sempat menyepakati gencatan senjata dengan KIO. Namun
kesepakatan tersebut hancur pada 2011. Pertempuran yang sempat mereda
selama 17 tahun akhirnya meletup kembali.
Pada Rabu
(25/4), sebanyak 32 kelompok masyarakat sipil Kachin di Myanmar dan luar
negeri membuat sebuah surat bersama dan dikirim ke Dewan Keamanan PBB.
Mereka mendesak Dewan Keamanan agar mengambil tindakan terhadap militer
Myanmar yang dianggap berupaya melenyapkan identitas mereka.
Di
surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Kachin telah mengalami
berbagai pelanggaran hak asasi manusia, mencakup pemindahan paksa,
pemerkosaan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang, dan eksekusi.
Hal ini telah berlangsung selama konflik bersenjata berlangsung di
Kachin.
"Jenis-jenis pelanggaran hak asasi manusia
ini bukan hal baru bagi masyarakat Kachin atau kelompok etnis lain di
Myanmar," kata kelompok masyarakat Kachin dalam suratnya.
"Militer
Myanmar telah menggunakan taktik ini untuk menanamkan rasa takut dan
kontrol dalam upayanya menghancurkan identitas etnis kita, menghancurkan
agama kita, menjajah tanah kita, dan mencuri sumber daya alam kita,"
kata kelompok tersebut menambahkan.
Kelompok
masyarakat sipil Kachin mendesak PBB agar segera menyeret Myanmar ke
Pengadilan Pidana Internasional. Sebab mereka menilai Pemerintah Myanmar
telah gagal melindungi komunitas etnis minoritas dari ancaman dan
serangan militernya.
AS menilai tidak ada perbaikan substansial pada Kesepakatan Nuklir Iran.
CB,
BRUSSELS -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo
menyatakan, Presiden Donald Trump belum membuat keputusan terkait apakah
AS akan keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran. Namun, Trump tidak akan
mempertahankan kesepakatan tersebut kecuali bila ada perubahan yang
signifikan di dalamnya.
"Tidak ada perbaikan yang
substansial. Tidak ada yang mengatasi kekurangan dari kesepakatan itu,
dia (Trump) sepertinya tidak akan tetap berada dalam kesepakatan itu
setelah bulan Mei nanti," kata dia seperti dilansir Anadolu Agency, Sabtu (28/4).
Trump menganggap kesepakatan nuklir Iran 2015 itu "gila" dan
menjadi kesepakatan terburuk yang pernah dibuat. Dia juga memberikan
ancaman bahwa AS akan menarik diri dari kesepakatan tersebut.
Trump
menuturkan akan tetap dalam kesepakatan itu bila Washington dan sekutu
Eropanya menyinggung sisi kesepakatan yang tidak terkait dengan
perjanjian aslinya meliputi kegiatan regional Iran dan program rudal
balistiknya.
Trump memiliki tenggat waktu sampai 12
Mei nanti untuk memutuskan apakah dia akan terus memperpanjang sanksi
terhadap Iran. Beberapa negara, seperti Inggris, Prancis, Jerman, Uni
Eropa, Cina, dan Rusia melihat kesepakatan itu sebagai cara terbaik
untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir. Iran pun dengan tegas
membantah programnya dimaksudkan untuk mengembangkan senjata nuklir.
Trump
mengkritik kesepakatan nuklir 2015 yang secara efektif mencabut
beberapa sanksi Barat terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan
program nuklirnya. Meski begitu, Inggris dan sekutu Eropanya, Perancis
dan Jerman berpendapat bahwa apa yang disebut Rencana Aksi Bersama
Komprehensif sedang berlangsung dan mencari cara untuk mengatasi
kekhawatiran Trump tentang aktivitas Iran yang lebih luas tanpa keluar
dari kesepakatan nuklir.
Berdasarkan usulan Presiden
Prancis, Emmanuel Macron, AS dan Eropa akan setuju memblokir kegiatan
nuklir Iran hingga 2025 dan seterusnya, untuk mengatasi program peluru
kendali balistik Iran dan menghasilkan persyaratan untuk penyelesaian
politik demi mengekang Iran di Yaman, Suriah, Irak dan Lebanon.
GAZA
- Kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza menyalahkan pejabat Otoritas
Palestina atas percobaan pembunuhan Perdana Menteri Palestina Rami
Hamdallah pada 13 Maret lalu.
Melempar tuduhan atas serangan bom
pinggir jalan yang dilewati konvoi Hamdallah tampaknya akan memperdalam
perpecahan politik antara kelompok Hamas dan Presiden Palestina Mahmoud
Abbas yang didukung Barat.
Abbas menyalahkan serangan itu kepada
Hamas sesaat setelah insiden di Gaza, di mana Hamdallah, yang telah
memelopori upaya Otoritas untuk berdamai dengan Hamas, tidak terluka.
Namun
Eyad al-Bozom, juru bicara kementerian dalam negeri Hamas di Gaza,
mengatakan pada konferensi pers hari Sabtu bahwa tiga perwira senior
Otoritas Palestina yang bermarkas di Tepi Barat telah mendalangi ledakan
itu.
Al-Bozom mengatakan bahwa para pejabat Otoritas Palestina
yang dicurigai juga berada di belakang upaya untuk membunuh kepala
keamanan Hamas Tawfeeq Abu Naeem pada bulan Oktober di Gaza.
Tiga
orang yang diidentifikasi oleh Hamas sebagai tersangka yang terlibat
dalam pemboman itu tewas dalam baku tembak dengan pasukannya di Gaza
pada 22 Maret.
Kementerian Dalam Negeri Gaza mempresentasikan
video pengakuan oleh empat orang yang ditahan, yang dikatakan merupakan
bagian dari sel yang diarahkan oleh petugas Otoritas Palestina, yang
berbasis di Tepi Barat. Namun Hamas tidak memberikan bukti lebih lanjut.
Khalil
al-Hayya, wakil kepala Hamas di Gaza, mengatakan pada konferensi pers
terpisah bahwa para tersangka ingin membunuh rekonsiliasi.
Tudingan
Hamas itu pun di bantah oleh Otoritas Palestina. Seorang juru bicara
untuk layanan keamanan Otoritas menyalahkan Hamas atas ledakan 13 Maret.
"Semakin banyak Hamas mencoba untuk menghindari tanggung jawab, semakin tenggelam," kata Adnan al-Dmairi seperti dikutip dari Reuters, Minggu (29/4/2018).
Upaya
pembunuhan itu telah menggagalkan upaya untuk mengakhiri perbedaan yang
mendalam antara dua faksi utama Palestina; Hamas, yang mendominasi
Gaza, dan Fatah yang dipimpin oleh Abbas, kekuatan utama dalam Otoritas
Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel.
WASHINGTON
- Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Avigdor Lieberman mengatakan bahwa
Israel tidak ingin bertempur di Gaza atau Lebanon lagi, juga tidak akan
terlibat dalam perang Suriah. Ia menekankan bahwa ini adalah pendekatan
Israel pada saat ini.
Namun, Lieberman memperingatkan bahwa
negaranya tidak akan mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir atau
membangun pangkalan militer di Suriah yang akan mengancam stabilitas
Israel.
Berbicara selama seminar politik tentang situasi regional
di Timur Tengah yang diselenggarakan oleh Institut Washington untuk
Kebijakan Timur Dekat, Lieberman mengatakan bahwa Israel mencari solusi
komprehensif dengan dunia Arab untuk menyelesaikan masalah Palestina.
Dia
menekankan, di sisi lain, bahwa tidak ada perdamaian, dan tidak ada
proses perdamaian. Lieberman ingin menunjukkan bahwa konflik
sesungguhnya bukan antara Israel dan Palestina, tetapi antara Israel dan
dunia Arab.
“Orang-orang Palestina tidak memiliki kemampuan
untuk menandatangani perjanjian saja. Tidak ada Otoritas Palestina saat
ini, tetapi faksi yang berbeda di lapangan di tempat yang berbeda,”
katanya seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat, Minggu (29/4/2018).
Lieberman
melanjutkan dengan mengatakan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak
realistis, tetapi ilusi. "Masalah terbesar di Timur Tengah bukan Israel,
tetapi masyarakat Arabnya," cetusnya.
Lieberman menekankan bahwa
negaranya tidak ingin berperang di Gaza atau Lebanon, atau terlibat
dalam perang Suriah, tetapi ingin hidup dalam damai. Ia menambahkan
bahwa tujuan Israel pada saat ini adalah untuk mengembangkan keamanan,
ekonomi dan masyarakat.
Mengenai masalah Iran, Lieberman
mengatakan bahwa Israel tidak akan mengizinkan Teheran dan rezim Iran
untuk memiliki senjata nuklir. Israel juga tidak mengizinkan Iran
membangun pangkalan militer atau pesawat tempur di Suriah yang mengancam
keamanan Israel.
Ia berharap bahwa Iran memiliki intelijen yang diperlukan untuk tidak memprovokasi Israel dan menciptakan konflik baru.
"Kami tidak punya ambisi untuk menyakiti Iran," tukasnya.
Israel tidak ingin terlibat dalam persoalan krisis Suriah.
CB,
WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman menegaskan
kembali pihaknya tidak akan mengizinkan Iran mendirikan pos militer di
Suriah karena akan mengancam negaranya. Ia juga mengatakan Israel tidak
ingin terlibat dalam persoalan krisis Suriah.
"Apa
masalah kita, dan apa yang kami tidak izinkan bagi Iran aalah mendirikan
pos militer di Suriah untuk melawan Israel," kata dia seperti dilansir Anadolu Agency, Ahad (29/4).
Markas militer yang dimaksud seperti pusat angkatan laut, atau
beberapa pangkalan untuk melakukan operasi darat. Semua jenis pangkalan
militer, tidak diizinkan oleh Israel untuk didirikan di Suriah.
"Saya
kira ini menjadi posisi kami yang sudah dijelaskan kepada semua orang
di dunia, kami punya kemauan politik dan tekad untuk melindungi diri
kami sendiri," ucap dia.
Bila pangkalan militer Iran
di Suriah menjadi ancaman bagi Israel, kata Lieberman, pihaknya tidak
akan segan-segan menghancurkannya. Ia juga menegaskan bahwa Israel sama
sekali tidak ingin berperang dengan Iran.
"Namun
jika Iran menyerang Tel Aviv, Israel juga akan menghantam Teheran,"
ujarnya. Menurut Lieberman, tentu Iran sudah cukup pintar untuk tidak
memprovokasi Israel dan memincu konflik baru.
Lieberman
mengungkapkan, sejauh ini Iran telah menghabiskan dana sebesar 13
miliar dolar AS untuk kepentingan pengaruhnya di Suriah. "Iran
menyalurkan dana sebesar 2 miliar dolar AS kepada Hizbullah Lebanon,
Hamas, Gerakan Jihad Islam, dan kelompok teror lainnya setiap tahun,"
papar dia.
Sebelumnya, Lieberman juga mengancam akan
menyerang sistem pertahanan anti-pesawat Rusia di Suriah. "Yang
terpenting, sistem pertahanan yang dipasok Rusia ke Suriah tidak
digunakan untuk melawan kami. Satu hal yang harus jelas, jika seseorang
menembak ke pesawat kami, kami akan menghancurkannya," ungkap Lieberman.
[ilustrasi] Warga Palestina berlarian saat tentara Israel menembak dengan gas air mata di Jalur Gaza, Selasa (3/4).
Foto: AP Photo/Adel Hana
Serangan Israel terjadi pada Sabtu (28/4) waktu setempat.
CB,
GAZA -- Kelompok Hamas Palestina menyalahkan Israel atas serangan
pesawat tempur dari pasukan militer Israel terhadap beberapa target
militer Hamas dan dua kapal milik polisi maritim di Gaza. Serangan
Israel ini terjadi pada Sabtu (28/4) waktu setempat.
Juru
Bicara Hamas, Fawzi Barhoum mengatakan, serangan Israel tersebut
terjadi mulai dari Jumat (27/4) malam. Menurutnya, itu juga mencerminkan
militer Israel sedang kalut dalam menghadapi aksi demonstrasi yang
terjadi saat ini.
"Pemboman Israel mencerminkan kebingungan di pihak Israel atas
kegagalannya menghadapi aksi-aksi demonstrasi yang menentang pendudukan
Israel di Palestina," kata dia seperti dilansir Anadolu Agency, Sabtu (28/4).
Barhoum
melanjutkan, Hamas akan terus melancarkan berbagai upaya untuk mencapai
tujuannya. Adanya serangan Israel, tidak akan melunturkan semangat para
demonstran.
"Orang-orang kami akan terus berlanjut
sampai tujuannya tercapai. Eskalasi musuh tidak akan membuat apa pun
selain membuat demonstran lebih kuat," katanya.
Di
sisi lain, militer Israel dalam sebuah keterangannya menyatakan
serangan dengan pesawat tempur itu merupakan respons dari adanya upaya
penyusupan dari pihak Palestina. Ketegangan di sepanjang perbatasan Gaza
makin meningkat seiring adanya aksi-aksi demonstrasi yang menentang
pendudukan Israel.
Aksi-aksi tersebut juga menuntut
kembalinya para pengungsi ke rumah-rumah mereka di Palestina. Sedikitnya
46 orang Palestina telah tewas dan ratusan lainnya terluka oleh
tembakan Israel sejak aksi unjuk rasa dimulai pada akhir Maret lalu.
Unjuk
rasa itu merupakan bagian dari protes selama enam pekan yang akan
mencapai puncaknya pada 15 Mei mendatang. Hari itu akan menandai ulang
tahun ke-70 pendirian Israel, sebuah acara yang oleh orang Palestina
disebut sebagai "Nakba" atau "Malapetaka".
Seorang warga Suriah melintas di sebuah mobil yang
hancur usai pertempuran antara oposisi dan militer Suriah di kawasan
kamp pengungsian Palestina di Yarmuk, Suriah.
Foto: Abbas Kecam Serangan Suriah ke Kamp Pengungsi Palestina, Yarmouk
Pengungsi Palestina melarikan diri setelah operasi militer meningkat di Suriah.
CB, DAMASKUS -- Sebanyak 3.500 warga Palestina diperkirakan telah melarikan diri dari camp
pengungsian Yarmouk di Suriah. Menurut UNRWA, mereka melarikan diri
setelah Pemerintah Suriah meningkatkan operasi militernya di wilayah
Damaskus selatan.
Yarmouk telah dikepung oleh
Pemerintah Suriah dan kelompok oposisi sejak 2013. Kamp itu pernah
menjadi rumah bagi hampir 200 ribu orang pengungsi, di antaranya
pengungsi dari Palestina, Suriah, dan negara lain.
"Tokoh-tokoh kejam itu menceritakan kisah tragis mereka
sendiri, tentang penghancuran pengungsi yang dulu berkembang, sekarang
menderita," kata Chris Gunness, juru bicara UNRWA, badan PBB yang
bertanggung jawab atas pengungsi Palestina, kepada Aljazirah.
"Banyak
yang tidur di jalanan dan memohon untuk mendapatkan obat. Hampir tidak
ada air atau listrik. Penderitaan mereka tidak terbayangkan," kata
Gunness.
Pada 19 April lalu, Pemerintah Suriah dan
kelompok-kelompok bersenjata yang menjadi sekutunya, termasuk beberapa
faksi Palestina, meluncurkan serangan militer yang menargetkan Yarmouk
dan daerah-daerah sekitarnya untuk menghancurkan militan. Para militan
yang ada di Yarmouk adalah ISIS dan Hay'et Tahrir al-Sham (HTS), yang
sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra.
Pemerintah
Suriah dituduh melakukan serangan udara yang intens dengan menggunakan
bom barel, rudal, dan granat. Hingga Jumat (27/4), sedikitnya 31 orang
telah tewas selama satu pekan, menurut Action Group for Palestinians of
Syria yang berbasis di Inggris.
Di dalam kamp Yarmouk saat
ini tidak ada rumah sakit atau fasilitas medis yang beroperasi.
Dilaporkan 60 persen dari Yarmouk telah dihancurkan. "Kami menyerukan
pada semua pihak dalam konflik ini untuk mengambil langkah-langkah guna
menyelamatkan warga sipil dan infrastruktur sipil," kata Gunness.
"Dan
kami meminta warga sipil yang terluka dan sakit untuk pergi ke tempat
yang aman. Kami juga sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk
didistribusikan," ujarnya.
Gunness mengatakan,
kelompok-kelompok bersenjata dan pasukan pemerintah harus menghormati
hukum internasional setiap saat. Sebelum perang di Suriah pecah pada
Maret 2011, sekitar 560 ribu pengungsi Palestina telah tinggal di
kamp-kamp di seluruh Suriah. "Dengan adanya pertempuran babak terbaru,
jumlah pengungsi Palestina yang tersisa di kamp Yarmouk bisa jadi hanya
tinggal beberapa ratus," ujar Gunness.
Dalam laporan
bersama yang diterbitkan pekan lalu, Action Group for Palestinians of
Syria mengatakan kamp Yarmouk telah ditargetkan dengan dua serangan
udara setiap 90 detik selama pertempuran berlangsung. Pada Jumat (27/4),
media pemerintah Suriah SANA mengatakan operasi itu bertujuan
untuk menghancurkan teroris di Yarmouk dan daerah sekitarnya, termasuk
al-Hajar al-Aswad dan Yelda.
Yarmouk bukan satu-satunya
kamp pengungsi Palestina yang menderita kekerasan selama perang. Awal
bulan ini, bentrokan antara pasukan Pemerintah Suriah dan
kelompok-kelompok oposisi bersenjata juga menyebabkan banyak korban
jatuh di kamp Deraa.
Penduduk kamp tersebut selain menjadi
korban bentrokan, juga menderita kekurangan layanan kemanusiaan dasar
dan mendapatkan pemotongan pasokan air secara berkala hingga 1.475 hari.
MOSKOW
- Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mendukung gagasan
mengkriminalisasi warga atau entitas Rusia yang mematuhi sanksi yang
dijatuhkan Amerika Serikat (AS). Hal itu dikatakan Medvedev dalam sebuah
wawancara dengan stasiun televisi Rusia.
Washington
memberlakukan sanksi terhadap beberapa perusahaan dan pengusaha terbesar
Rusia pada tanggal 6 April. Sanksi yang menyerang sekutu Presiden
Vladimir Putin itu untuk menghukum Moskow karena dugaan ikut campur
dalam pemilihan presiden AS 2016 dan kegiatan lain yang disebut jahat.
Ditanya
tentang proposal yang disusun oleh majelis rendah parlemen Rusia untuk
mengkriminalisasi mereka yang mematuhi sanksi AS, Medvedev mengatakan
sanksi itu ditujukan untuk menghancurkan sistem sosio-politik Rusia dan
merugikan ekonomi dan individu.
“Jika memang demikian, maka
penerapan sanksi ini oleh warga negara kita harus menjadi suatu
pelanggaran. Tidak ada yang mempunyai hak untuk menaati sanksi Amerika
ini karena takut harus mengambil tanggung jawab administratif atau
pidana,” katanya seperti dilansir dari Reuters, Minggu (29/4/2018).
Medvedev
juga mengatakan bahwa pemerintah harus mendukung perusahaan-perusahaan
Rusia yang dijatuhi sanksi untuk memastikan bahwa pekerjaan mereka tidak
hilang.
Berbicara tentang masalah lain, dia mengatakan bahwa Rusia berada di ambang pembuatan keputusan untuk menaikkan usia pensiun.
Mengomentari
rencananya sendiri untuk masa depan, ia mengatakan ingin terus bekerja
dalam peran yang membawa manfaat maksimal bagi negaranya.
MOSKOW
- Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan, Amerika Serikat
(AS) berusaha untuk membagi Suriah. Ia juga menyebut serangan rudal AS
dan sekutunya baru-baru ini memperburuk situasi.
"Pernyataan AS
tentang mendukung integritas teritorial Suriah hanyalah kata-kata yang,
tampaknya, mencakup rencana untuk memformat Timur Tengah dan rencana
untuk membagi Suriah menjadi beberapa bagian," ujar Lavrov seperti
dikutip dari ABC News, Sabtu (28/4/2018).
Hal itu
diungkapkan Lavrov selama pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran
Mohammad Javad Zarif dan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu.
Rusia, Iran, dan Turki adalah negara penjamin dalam apa yang disebut
"proses Astana" yang bertujuan mengakhiri perang di Suriah.
Ketiganya sepakat untuk mengintensifkan upaya untuk menyediakan bantuan kemanusiaan di Suriah.
"Kami
akan memastikan bahwa bantuan ini diberikan dengan cara yang paling
efektif. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah, oposisi dan tentu
saja dengan rekan-rekan kami di PBB, Palang Merah Internasional, Bulan
Sabit Merah Suriah dan organisasi internasional lainnya," tutur Lavrov.
Kelompok
bantuan internasional berulang kali menuduh pemerintah Suriah, yang
bersekutu dengan Rusia dan Iran, mencegah pengiriman bantuan ke
daerah-daerah yang dikepung dan dikuasai pemberontak.
Lavrov juga
mengulangi pernyataan Rusia bahwa dugaan serangan senjata kimia di kota
Douma awal bulan ini adalah "dalih yang dibuat-buat" untuk serangan
rudal oleh AS, Inggris dan Prancis.
Para menteri ketiga negara
mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk serangan kimia dan
mengatakan setiap laporan tentang penggunaannya harus diselidiki secara
cepat dan profesional oleh Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia. Tim
OPCW sendiri berulang kali tertunda dalam upaya untuk mencapai Douma
guna menyelidiki dugaan serangan yang dilaporkan.
Sementara itu,
Cavusoglu mengkritik AS karena mendukung milisi utama Kurdi Suriah, yang
memainkan peran kunci dalam menggulingkan kelompok ISIS dan sekarang
menguasai sebagian besar Suriah utara dan timur. Turki memandang pejuang
Kurdi sebagai perpanjangan tangan dari pemberontak Kurdi yang mengamuk
di tenggara negara itu.
"Hari ini, AS mendukung organisasi teroris, dan ini harus dihentikan," kata Cavusoglu.
Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un saat melakukan lawatan ke China. (KCNA/via Reuters)
Jakarta, CB -- Pemimpin tertinggi Korea
Utara Kim Jong-un berjanji mengundang pejabat terkait dan wartawan di
Amerika Serikat untuk melihat lebih dekat tempat ujicoba nuklir di
negaranya, seperti yang dikatakan oleh juru bicara pemerintahan Korea
Selatan pada Minggu (29/4)
"Kim mengatakan bahwa ia akan segera
menutup tempat ujicoba nuklir pada Mei, sehingga ia mengundang pihak
terkait dari Korea Selatan dan AS untuk menjadi saksi mata terkait
transparasi yang akan dilakukan," kata Yoon Young-chan.
Hal tersebut, lanjut dikatakan Yoon, disebut Kim dalam pertemuannya dengan Presiden Korsel Moon Jae-in pada Jumat (27/4).
Mengenai
pertemuan bersejarah tersebut, pejabat intelijen Korsel Suh-hoon tak
kuasa menahan air matanya setelah Kim dan Presiden Korsel, Moon Jae-in
mengumumkan kesepakatan bersejarah yang bakal mengakhiri Perang Korea,
Deklarasi Panmunjom, Jumat (27/4).
Hasil kerja kerasnya selama dua dekade telah berbuah nyata. Setidaknya untuk langkah pertama.
Hampir 18 tahun lalu Suh Hoon melakukan perjalanan ke Pyongyang untuk pertama kalinya.
Kala itu, misinya adalah membujuk Kim Jong-il pemimpin Korut kala itu agar mau bertemu Presiden Kim Dae-jung.
Ayah
Kim Jong-un itu akhirnya setuju, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Inter-Korea untuk pertama kalinya sejak Perang Korea itu pun digelar di
Pyongyang, 13 Juni 15 Juni 2000.
Kini, dia menyaksikan putra Kim
Jong-il, menjanjikan perdamaian di Semenanjung Korea. Pertemuan Kim dan
Moon di Desa Gencatan Senjata atau Desa Perdamaian, Pamunjom
menggoreskan sejarah lainnya.
Untuk pertama kalinya, pemimpin
Korea Utara menginjakkan kaki di Korsel, sejak Perang Korea yang
membelah wilayah itu dan membiarkannya dalam kondisi konflik selama
lebih dari 70 tahun terakhir.
Bahkan, Kim pun berkomentar,
"ternyata mudah ya, mengapa perlu waktu 11 tahun untuk melakukannya.'
lalu mengajak Moon melakukan hal yang sama, menjejakkan kaki pertama
kali di tanah Korea Utara.
Presiden Korea Selatan dan pemimpin
Korea Utara Kim Jong Un berjalan bersama di desa gencatan senjata
Panmunjom di dalam zona demiliterisasi yang memisahkan dua Korea, Korea
Selatan, Jumat (27/4/2018). (Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters)
Seoul (CB) - Air mata menetas dari seorang pria ketika
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un
mengumumkan perjanjian bersejarah Jumat ini. Pria ini adalah orang
selama dua puluh tahun tanpa lelah mengupayakan dialog antara dua negara
bersaudara tapi bermusuhan itu.
Hampir 18 tahun setelah Suh Hoon, seorang pejabat intelijen Korea
Selatan, mengunjungi Pyongyang untuk membujuk pemimpin Korea Utara saat
itu Kim Jong Il untuk menghadairi KTT pertama yang tak pernah terjadi
sebelumnya di ibu kota Korea Utara pada 2000, dia menyaksikan putra Kim
mengikrarkan janji perdamaian di Semenanjung Korea, Jumat, yang kali ini
disampaikan di sebelah selatan daerah perbatasan yang dijaga ketat
militer.
Jumat itu adalah pertama kalinya seorang pemimpin Korea Utara
menginjakkan kaki di bumi Korea Selatan sejak Perang Korea 1950-1953
yang telah membagi Korea menjadi dua negara yang secara teknis masih
berstatus perang.
Tonggak bersejarah itu terjadi sejak kurang dari satu tahun setelah
Presiden Korea Selatan Moon yang liberal mulai berkuasa dan langsung
memilih Suh sebagai kepala Dinas Intelijen Nasional dengan alasan orang
ini adalah orang yang tepat untuk menghidupkan lagi hubungan dua Korea
yang menegang akibat ambisi peluru kendali nuklir Korea Utara.
"Adalah terlalu prematur membahas pertemuan antar Korea berikutnya,"
kata Suh kepada wartawan tahun lalu setelah ditunjuk sebagai kepala
intelijen negaranya. Dia sudah mundur dari badan intelijen itu pada 2008
ketika pemerintahan konservatif yang berkuasa di Korsela. "Tapi kita
membutuhkan pertemuan itu."
Suh, yang secara pribadi membantu pertemuan dua pemimpin Korea
sebelumnya pada 2000 dan 2007, dianggap sebagai pakar utama Korea
Utara. Dia dikenal sebagai orang Korea Selatan yang paling seri bertemu
dengan mendiang pemimpin Korea Utara Kim Jong Il.
Lee Jong-seok, mantan menteri unfikasi yang mengunjungi Pyongyang
bersama Suh pada 2003 sebagai utusan khusus presiden Korsel saat itu Roh
Moo-hyun, menyebut Suh the "Negosiator Nomor Satu dengan Korea Utara"
dalam memoarnya pada 2014.
Suh (64) yang pernah tinggal di Korea Utara selama dua tahun pada akhir
1990-an, terlibat dalam rencana membangun reaktor nuklir sebagai bagian
dari kesepakatan internasional 1994 guna membekukan program nuklir
Pyongyang. Kesepakatan itu akhirnya ambruk.
"Dia datang dengan sudah terlebih dahulu tahu bagaimana negosiasi
bekerja dan apa yang harus dilakukan, dan Moon memberi dia tuntunan
politik yang tegas," kata John Delury, pakar Korea Utara pada
Universitas Yonsei di Seoul.
Istana Kepresidenan Korsel menolak mengomentari peran Suh ini, sedangkan
dinas intelijen tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar soal Suh.
Pada Maret, dia menjadi bagian dari delegasi beranggotan 10 orang yang
mengunjungi Kim Jong Un di Pyongyang, sehingga menjadi salah seorang
dari para pejabat Korea Selaran yang bertemu Kim sejak berkuasa akhir
2011 menyusul kematian ayahandanya.
Pada pertemuan itu, Kim tidak hanya setuju bertemu dengan Moon namun
juga mengagetkan Suh dan anggota delegasi Korea Selatan lainnya bahwa
dia bersedia membahas denuklirisasi dengan Presiden AS Donald Trump.
Pernyataan ini menjadi pengawal untuk rencana mempertemukan kedua
pemimpin dua negara yang tidak pernah terjadi sebelumnya yang
kemungkinan diadakan pada akhir Mei atau awal Juni nanti.
Suh kemudian yang mengatur lawatan bos intelijen Amerika Serikat Mike
Pompeo ke Pyongyang guna bertemu dengan Kim Jong Un dari 31 Maret sampai
2 April, dan membentangkan kerangka kerja untuk rencana KTT AS dan
Korea Utara, kata pejabat AS.
Pompeo, yang kini menteri luar negeri AS, telah menciptakan hubungan
yang baik dengan Koim dan pertemuan mereka berjalan sangat lembut, kata
Trump.
"Saya kira jejaring kemanusiaan terlibat sangat dalam dalam
menyelenggarakan pertemuan-pertemuan ini," kata Moon Hong-sik, peneliti
pada Institut Strategi Keamanan Nasional di Seoul.
Moon menegaskan bahwa Suh tidak hanya berbungan dengan Pompeo, namun
juga dengan Kim Yong Chol yang mantan kepala dinas intelijen Korea
Utara dan sekarang mengetua hubungan antar-Korea.
Suh adalah salah satu dari dua pejabat yang dipilih Moon untuk ikut
berdialog dengan Kim Jong Un yang saat itu ditemani adiknya Kim Yo Jong
dan Kim Yong Chol.
Seo Yu-suk, peneliti pada Institut Studi Korea Utara di Seoul punya
kalimat penting untuk Suh bahwa tokoh utama intelijen Korea Utara
menjadi tergambar sangat jelas dalam pertemuan itu sebagai aktor yang
ounya peran sangat penting dalam pertemuan dua Korea, demikian Reuters.
Suh-hoon mengusap air matanya saat Deklarasi
Panmunjom disepakati pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon
Jae-in. Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters
Jakarta, CB -- Suh-hoon tak kuasa menahan air matanya setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong-undan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-inmengumumkan
kesepakatan bersejarah yang bakal mengakhiri Perang Korea, Deklarasi
Panmunjom, Jumat (27/4). Hasil kerja kerasnya selama dua dekade telah
berbuah nyata. Setidaknya untuk langkah pertama.
Hampir 18 tahun
lalu Suh Hoon, pejabat intelijen Korsel, melakukan perjalanan ke
Pyongyang untuk pertama kalinya. Kala itu, misinya adalah membujuk Kim
Jong-il pemimpin Korut kala itu agar mau bertemu Presiden Kim Dae-jung.
Ayah Kim Jong-un itu akhirnya setuju, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Inter-Korea untuk pertama kalinya sejak Perang Korea itu pun digelar di
Pyongyang, 13 Juni 15 Juni 2000.
Kini, dia menyaksikan putra Kim
Jong-il, menjanjikan perdamaian di Semenanjung Korea. Pertemuan Kim
Jong-un dan Moon Jae-in di Desa Gencatan Senjata atau Desa Perdamaian,
Pamunjom menggoreskan sejarah lainnya. Untuk pertama kalinya, pemimpin
Korea Utara menginjakkan kaki di Korea Selatan, sejak Perang Korea yang
membelah wilayah itu dan membiarkannya dalam kondisi konflik selama
lebih dari 70 tahun terakhir.
Bahkan, Kim Jong-un pun
berkomentar, "ternyata mudah ya, mengapa perlu waktu 11 tahun untuk
melakukannya.' lalu mengajak Moon Jae-in melakukan hal yang sama,
menjejakkan kaki pertama kali di tanah Korea Utara.
Pertemuan
bersejarah antar-Korea itu terjadi kurang dari setahun setelah Moon
terpilih dengan platform dan janji kampanye untuk berdamai dengan
tetangganya itu. Dia langsung menunjuk Suh sebagai Kepala Badan
Intelijen Nasional. Moon, yang juga anak bekas pengungsi Korea Utara,
sangat yakin bahwa Suh adalah orang yang paling tepat untuk menghidupkan
kembali hubungan kedua Korea. Yang memanas akibat uji coba roket dan
rudal serta seruan-seruan permusuhan baik dari Kim Jong-un, maupun
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Cermat dan sangat hati-hati melangkah, Suh pun tak mau gegabah. Kepada
awak media seusai kabar pengangkatannya tersiar, Suh menyatakan terlalu
dini untuk bicara soal KTT Inter-Korea ketiga. "Tapi kita
memerlukannya," kata Suh yang sempat mengundurkan diri dari badan
intelijen itu pada 2008.
Suh, yang secara pribadi telah mengatur
dua KTT Inter-Korea yakni pada 2000 dan 2007 dianggap sebagai pakar
Korea Utara terpenting di Seoul. Dia terkenal sebagai pejabat Korea
Selatan yang paling sering bertemu dengan ayah Kim Jong-un, Kim Jong-il.
Lee
Jong-seok, mantan menteri unifikasi berkunjung ke Pyongyang bersama Suh
pada 2003, sebagai utusan khusus Presiden Roh Moo-hyun, menyebut Suh
sebagai 'negosiator nomor satu' soal Korea Utara dalam memoar yang
ditulisnya pada 2014.
Suh, 64 tahun, pernah tinggal di Korea
Utara selama dua tahun di akhir 1990-an. Dia juga terlibat dalam rencana
pembangunan reaktor nuklir sebagai bagian dari kesepakatan
internasional padad 1994 untuk membekukan program nuklir Korea Utara.
Kesepakatan itu akhirnya gagal.
"Dia sudah tahu apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya. Moon memberikan arahan politik
yang jelas," kata John Delury, pakar Korea Utara di Yonsei University,
Seoul, seperti dilansir Reuters.
Meski Istana Kepresidenan Cheong
Wa Dae tidak mau berkomentar soal peran Suh dalam pertemuan bersejarah
Kim Jong-un dan Moon Jae-in, demikian pula badan intelijen nasional juga
tidak dapat dimintai komentarnya, kiprah Kepala Intelijen Nasional
Korsel itu tercatat sejak awal.
Foto: Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters
Pada Maret lalu, dia ikut dalam delegasi yang menemui Kim
Jong-un di Pyongyang. Para pejabat Korea Selatan pertama yang bertemu
pemimpin Korea Utara itu sejak dia mewarisi kekuasaan dari sang ayah
yang meninggal dunia pada 2011.
Saat itu, Kim Jong-un tak hanya
mengiyakan tawaran untuk bertemu Moon Jae-in. Tapi juga membuat
keputusan yang mengejutkan Suh dan segenap delegasi Korsel lainnya,
yakni siap berdiskusi tentang perlucutan senjata nuklir atau
denuklirisasi dengan Presiden AS Donald Trump pada akhir Mei atau awal
Juni.
Suh jugalah yang mengatur perjalanan mitranya, Direktur
CIA, badan intelijen AS, Mike Pompeo yang kini resmi menjadi Menteri
Luar Negeri, untuk bertemu Kim Jong-un pada 31 Maret hingga 2 April.
Para pejabat AS menyebut lawatan itu merupakan persiapan dari KTT
AS-Korut, pertemuan Trump-Kim Jong-un. Menurut Trump, Pompeo membangun
hubungan yang baik dengan Kim, dan pertemuan mereka berlangsung sangat
mulus.
Jaringan yang dimiliki Suh diyakini menjadi faktor
keberhasilan pertemuan. Moon Hong-sik, peneliti di Institut Strategi
Keamanan Nasional di Seoul mencatat bahwa Suh tak hanya berhubungan baik
dengan Pompeo, tapi juga dengan Kim Yong Chol, mantan kepala intelijen
militer Korea Utara, yang kini memimpin hubungan antar-Korea.
Suh
juga dipilih Moon Jae-in untuk bergabung dalam pertemuan pertamanya
dengan adik Kim Jong-un, Kim Yo Jong serta Kim Yong Chol. "Keberadaan
Suh di sana, sudah berbicara banyak soal peran penting yang dia mainkan
di KTT," kata Seo Yu-suk, peneliti di Institut Kajian Korea Utara di
Seoul.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (REUTERS/Carlos Barria)
Washington (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump
berbicara dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Perdana Menteri
Jepang Shinzo menyangkut perkembangan terkini di Semenanjung Korea.
Pertemuan tingkat tinggi Moon dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un,
Jumat, menghasilkan tekad bersama mewujudkan penghapusan senjata nuklir
dan perdamaian abadi di semenanjung itu.
Trump di Twitter mengatakan melakukan "pembicaraan panjang dan sangat
baik" dengan Presiden Moon dan bahwa "segala sesuatu berjalan dengan
sangat baik".
Waktu dan tempat bagi pertemuannya dengan Kim Jong-un sedang ditentukan, tambah Trump.
Pemimpin AS itu juga mengatakan di Twitter bahwa ia telah memberi tahu
Abe lewat telepon soal "perundingan yang sedang berjalan" menyangkut
masalah Semenanjung Korea.
Sebelumnya, pada Jumat, Trump mengatakan dalam acara jumpa pers bersama
Kanselir Jerman Angela Merkel, yang sedang berkunjung, bahwa ia
"memiliki hubungan kerja yang sangat baik" dengan Kim.
"Mereka memperlakukan kita dengan penuh hormat," katanya, "Menurut saya, hal sangat baik akan muncul terkait Korea Utara."
Pertemuan Donald Trump dengan Kim Jong-un diperkirakan berlangsung pada Mei atau awal Juni tahun ini, demikian Xinhua.
SEOUL
- Pasca melakukan pertemuan antar Korea yang bersejarah, minggu-minggu
mendatang akan menjadi waktu yang sibuk bagi para pejabat Korea Selatan
(Korsel). Pasalnya, Seoul harus mempersiapkan roadmap untuk pertemuan
antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Pemimpin Korea
Utara (Korut) Kim Jong-un.
Presiden Korsel, Moon Jae-in, akan
bertemu dengan Trump sebelum pertemuan puncaknya dengan Kim Jong-un.
Moon Jae-in juga diharapkan bertemu dengan koleganya dari Jepang dan
China pada pertemuan puncak trilateral pada awal Mei.
Dikatakan
oleh penasihat khusus Presiden Korsel, Moon Chung-in, pejabat Korsel
akan terus berkoordinasi erat dengan AS, dan Moon Jae-in akan memberikan
rincian pertemuannya dengan Kim Jong-un.
"Moon akan mengumpulkan
informasi untuk Trump ketika dia mengunjungi Washington pada
pertengahan Mei," katanya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (29/4/2018).
"Pemerintah
kami telah membuat roadmap yang komprehensif dan kami telah membagikan
roadmap itu dengan AS," imbuh penasihat presiden Korsel untuk urusan
luar negeri dan keamanan nasional itu.
Trump telah mendapatkan
pujian atas kesediannya untuk berbicara dengan Kim Jong-un, dan Moon
Jae-in juga memuji kampanye presiden AS itu tentang tekanan maksimum dan
sanksi.
Perubahan dari situasi konfrontasi ke sebuah hubungan
yang positif tidak terlepas dari dorongan oleh dua pemimpin Korea.
Diawali dengan pidato Tahun Baru Jong-un di mana ia mengatakan terbuka
untuk mengurangi ketegangan dengan Korsel dan bersedia mengirimkan
delegasi ke Olimpiade Musim Dingin.
Pemerintah Korsel pun dengan
sigap menjawab sinyal positif itu, memicu kesibukan luar biasa terkait
kunjungan diplomatik dan pertukaran lintas batas. Adalah pejabat Korsel
yang menyampaikan undangan Jong-un untuk bertemu dengan Trump, dan
mereka membantu mengatur perjalanan Direktur CIA Mike Pompeo ke
Pyongyang.
Beberapa hari sebelum KTT hari Jumat, Kim Jong-un
mengatakan Korut akan menghentikan uji coba nuklir dan rudal jarak
jauhnya serta membongkar satu-satunya tempat uji coba nuklir yang
diketahui.
"Pergeseran ke dialog dimungkinkan dalam contoh
pertama oleh keputusan Korea Utara untuk terlibat dengan Korea Selatan
pada awal 2018, dan dari sana, terima kasih atas bagian yang tidak kecil
diplomasi cekatan Moon Jae-in," tulis Christopher Green, seorang
penasihat senior di International Crisis Group, dalam laporannya.
Dengan keterlibatan besar antar-Korea di Olimpiade dan KTT, kedua negara mengatakan mereka akan memperdalam keterlibatan mereka.
Sebagai
bagian dari upaya untuk mengurangi ketegangan, Korut dan Korsel setuju
untuk membuka kantor penghubung, menghentikan siaran propaganda dan
memungkinkan keluarga yang terpisah akibat perang Korea untuk bertemu.
Moon
Jae-in dan Kim Jong-un juga setuju untuk tetap berkomunikasi erat; Moon
Jae-in berencana mengunjungi Pyongyang akhir tahun ini.
WASHINGTON
- Pentagon mempertimbangkan penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari
Semenanjung Korea menyusul perdamaian yang disepakati antara Korea
Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel). Hal ini disampaikan Menteri
Pertahanan AS James Norman Mattis.
"Ya, itu adalah bagian dari
masalah yang akan kami bahas dalam negosiasi dengan sekutu kami terlebih
dahulu dan, tentu saja, dengan Korea Utara," kata Mattis dalam sebuah
transkrip konferensi pers dengan Menteri Pertahanan Polandia Mariusz
Blaszczak di Pentagon, hari Jumat waktu AS, yang dikutip SINDOnews dari situs Pentagon, Sabtu (28/4/2018).
Presiden
AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dijadwalkan
bertemu pada Mei atau awal Juni 2018 untuk membahas denuklirisasi
semenanjung Korea. Kedua pemimpin yang sebelumnya saling ancam ini akan
bernegosiasi untuk menutup program nuklir Korea Utara secara permanen.
Amerika
Serikat telah terlibat dalam kampanye tekanan maksimum terhadap Korea
Utara dan memimpin masyarakat internasional untuk memberlakukan beberapa
putaran sanksi atas program senjata nuklir dan rudal balistik
Pyongyang.
Sebelumnya pada hari Jumat, Kim dan Presiden Korea
Selatan Moon Jae-in mengadakan pertemuan puncak di Zona Demiliterisasi,
di mana mereka menandatangani Deklarasi Panmunjom untuk Perdamaian,
Kemakmuran dan Penyatuan di Semenanjung Korea.
Dokumen itu
mengikat kedua negara untuk mewujudkan semenanjung Korea bebas nuklir.
Keduanya juga berbicara untuk mengakhiri secara resmi Perang Korea.
Situasi
di semenanjung Korea sempat memanas dalam dua tahun terakhir karena
rentetan uji coba rudal balistik dan senjata nuklir Korea Utara.
Tindakan rezim Kim Jong-un itu juga memicu ketegangan dengan Washington,
sebagai sekutu pelindung Seoul.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo. (cia.gov)
Riyadh (CB) - Menteri luar negeri Amerika Serikat yang baru
dikukuhkan, Mike Pompeo, tiba di Riyadh, Sabtu petang waktu setempat,
untuk melakukan kunjungan resmi, kata Kantor Berita Saudi.
Menlu AS itu disambut mitranya dari Arab Saudi, Adel bin Ahmed al-Jubeir, saat tiba di bandar udara internasional Raja Khalid.
"Arab Saudi memainkan peran kepemimpinan penting dalam mewujudkan masa
depan damai dan sejahtera bagi kawasan itu. Kemitraan kuat AS dengan
Saudi dalam upaya itu adalah hal sangat penting," kata Heather Nauert,
juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, melalui Twitter,
Sabtu.
Kedua negara itu bekerja sama dalam berbagai bidang, termasuk
perdagangan dan kesepakatan usaha. Keduanya terutama memusatkan kerja
sama dalam memerangi terorisme dan radikalisme di dunia, terutama di
Timur Tengah, tulis Xinhua.
Tentara Suriah berjaga dekat kantor polisi di pusat kota Damaskus, Suriah, Rabu (11/10/2017). (REUTERS/Omar Sanadiki)
Beirut (CB) - Tentara Suriah dan sekutu-sekutunya terlibat
perang sengit dengan ISIS di sebuah kantong di selatan Damaskus yang
dikuasai kelompok militan itu.
Para saksi mata Reuters, pemonitor perang dan televisi nasional semuanya
melaporkna pertempuran sengit yang melibatkan bombardemen artileri dan
senapan.
Tentara Suriah telah maju jauh ke dalam, lapor televisi nasional,
sedangkan Observatorium HAM Suriah menyatakan pemerintah Suriah berhasil
menduduki beberapa bangunan yang berada di daerah padat penduduk.
Tayangan televisi menunjukkan sebuah area terbuk di tepi kantong itu
yang termasuk bagian dari distrik al-Qadam district, al-Hajar al-Aswad
dan kamp pengungsi Palestina Yarmouk.
Presiden Suriah Bashar al-Assad bulan ini mengalahkan pemberontak di
basis terkuatnya di dekat Damascus di Ghouta Timur. Sejak itu mereka
memokuskan serangan untuk mengakhiri perlawanan di beberapa kantong
lebih kecil dekat ibu kota Suriah tersebut.
ISIS telah kehilangan bagian terbesar wilayahnya di Suriah tahun lalu
akibat ofensif kilat baik oleh pasukan Suriah dukungan Rusia dan Iran
maupun oleh aliansi Kurdi-Arab dukungan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada sebuah pertemuan di Moskow
kemarin menyatakan bahwa Rusia, Turki dan Iran sepakat pentingnya
membantu pemerintah Suriah membersihkan negaranya dari teroris.
Namun Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan bahwa Rusia,
Iran dan Turki perlu bekerja sama dengan PBB untuk memastikan
legitimasi untuk solusi politik apa pun di Suriah karena solusi militer
adalah ilegal dan tak berkesinambungan, demikian Reuters.
Para ekstremis militan Negara Islam Irak
dan Suriah (ISIS) kini praktis menguasai separuh wilayah Suriah dan
sekaligus jalur luas yang membentang sampai Irak utara dan tengah. Kini
kekuasaan ISIS berantakan dan tersisih baik di Irak maupun Suriah
(Reuters)
Aden (CB) - Pasukan keamanan Yaman menyatakan telah
membunuh seorang panglima senior ISIS dalam baku tembak di Aden, Yaman
Selatan, Sabtu. Ini merupakan pukulan terbesar terhadap ISIS cabang
Yaman.
Saleh Nasser Fadhl al-Bakshi dijuliki "Pangeran" wilayah Aden dalam ISIS
cabang Yaman. Dia telah membunuh ratusan orang yang kebanyakan pasukan
keamanan Yaman selatan, lewat serangkaian pemboman dan penembakan.
Pasukan kontraterorisme mengepung al-Bakhshi di sebuah gedung ketika dia dan rekan-rekannya menolak untuk menyerah.
Tapi seorang anggota pasukan kontraterorisme ikut tewas dalam penggerebekan ini. Tiga rekan al-Bakhshi ditangkap.
ISIS menancapkan pijakannya di Yaman akhir 2014 ketika negara ini ambruk
dalam perang saudara antara Houthi melawan pemerintahan sah yang diakui
dunia internasional yang membuka kekosongan kekuasaan dan memicu
intervensi militer Arab Saudi, demikian Reuters.