Jumat, 13 Oktober 2017

PBB akan dengar penjelasan Kofi Annan tentang Myanmar


PBB akan dengar penjelasan Kofi Annan tentang Myanmar
Arsip Foto. Mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan berbicara kepada wartawan sebagai Ketua Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine yang ditunjuk pemerintah Myanmar dalam konferensi pers di kediaman tamu negara di Rakhine, Myanmar, Jumat (2/12/2016). (REUTERS/Soe Zeya Tun)



Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (CB) - Dewan Keamanan PBB pada Jumat akan mengadakan pertemuan informal mengenai Myanmar untuk mendengar penjelasan rinci mantan sekretaris jenderal PBB Kofi Annan tentang kondisi muslim Rohingya menurut beberapa diplomat.

Lebih dari 500.000 orang, kebanyakan warga Rohingya, sejak akhir Agustus lalu melarikan diri ke Bangladesh dari operasi tentara di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang disebut PBB sebagai pembersihan etnis.

Pada akhir Agustus pula, Annan memaparkan laporan akhir komisi penasihat mengenai negara bagian Rakhine yang dia pimpin atas permintaan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Laporan itu meminta otoritas Myanmar segera bertindak mengatasi masalah Rohingya, yang tidak memiliki kewarganegaraan dan sudah lama menghadapi diskriminasi di negara mayoritas Buddha tersebut.

Prancis dan Inggris mengajukan permohonan pertemuan dengan Annan saat Dewan Keamanan menimbang langkah selanjutnya untuk mengatasi krisis itu terkait eksodus massal Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian operasi militer tersebut dan meminta akses untuk memungkinkan kelompok bantuan mencapai desa-desa yang dibakar di negara bagian Rakhine.

Satu laporan Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada Rabu menyebutkan bahwa operasi-operasi militer itu ditujukan untuk secara permanen mengusir minoritas muslim dari Rakhine.

Inggris sedang mengerjakan resolusi Dewan Keamanan yang akan menyeru pemulangan Rohingya, namun perundingan dengan China, pendukung bekas penguasa junta Myanmar, berjalan laman menurut para diplomat.

Dalam pertemuan tertutup Jumat, semua anggota Dewan Keamanan diundang untuk hadir bersama dengan beberapa negara di kawasan serta organisasi kawasan menurut para diplomat yang dikutip kantor berita AFP.





Credit  antaranews.com






Putra Raja Salman Janji Balaskan Kematian 2 Tentara yang Dibunuh di Istana


Putra Raja Salman Janji Balaskan Kematian 2 Tentara yang Dibunuh di Istana
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berjanji membalaskan kematian dua tentara yang dibunuh teroris di kompleks Istana Al Salam, Jeddah. Foto/SPA


RIYADH - Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman berjanji membalaskan kematian dua tentara penjaga Istana Al Salam, Jeddah, yang dibunuh dalam serangan teroris Sabtu lalu. Janji putra Raja Salman itu disampaikan kepada ayah dari dua korban melalui telepon.

“Kami telah belajar dari kejadian ini, namun dengan kehendak Tuhan, mereka (telah berjuang dan meninggal) demi Tuhan,” kata Pangeran Mohammed. Pembicaraan telepon dengan itu berlangsung pada Selasa malam.

Orang yang bicara via telepon dengan pewaris takhta Saudi itu adalah Faisal al-Sbei. Dia ayah dari Abdullah al-Sbei yang meninggal dalam serangan teroris di gerbang Istana Al Salam.



Dalam aksinya, penyerang bersenjata menargetkan pos penjaga luar Istana Al Salam di Jeddah. Selain menewaskan dua tentara penjaga, tiga tentara lainnya terluka.

Mendengar respons Pangeran Mohammed, Faisal mengatakan bahwa dia dan anak-anaknya setia kepada kerajaan, agama dan rajanya.

“Semoga Tuhan memberkatimu, dan mereka (yang jatuh) telah memperkuat kehendak kita,” kata Pangeran Mohammed.

”Saya ingin Anda tahu dua hal; Saya akan membalas kematian putra Anda. Saya akan membalas dendamnya dari setiap ekstremis dan teroris di negeri ini. Kedua, saya ingin Anda menganggap saya sebagai salah satu putra Anda,” imbuh Mohammed, seperti dikutip Al Arabiya, Rabu (11/10/2017).




Credit  sindonews.com







Pesan Jengkel Erdogan pada AS: Kami Tak Butuh Anda!


Pesan Jengkel Erdogan pada AS: Kami Tak Butuh Anda!
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto/REUTERS/Umit Bektas


ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Washington mengorbankan hubungan dengan Ankara terkait perseteruan diplomatik yang berujung pada penangguhan layanan visa paspor oleh Amerika Serikat (AS). Pemimpin Ankara ini pun menyampaikan pesan jengkelnya, bahwa negaranya tidak membutuhkan Washington.

Erdogan menyalahkan Duta Besar AS untuk Turki John Bass sebagai orang yang mengorbankan hubungan kedua negara.

”Biarkan saya menjadi sangat jelas, orang yang menyebabkan ini adalah duta besar di sini. Tidak dapat diterima bahwa Amerika Serikat untuk mengorbankan mitra strategis pada duta besar yang tidak tahu tempatnya,” kata Erdogan saat berbicara di Ankara pada hari Kamis, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/10/2017).

Menurut Erdogan, Duta Besar John Bass telah bertindak sendiri dalam mengambil keputusan untuk menangguhhkan layanan penerbitan visa kepada warga Turki. Tindakan diplomat itu, kata dia, bukan atas nama pemerintah Amerika Serikat.

”Sayang sekali jika Amerika Serikat yang besar diperintah oleh seorang duta besar di Ankara. Karena inilah posisi yang mereka pegang. Mereka seharusnya mengatakan, 'Anda tidak bisa memperlakukan sekutu strategis saya dengan cara ini, Anda tidak bisa bertindak seperti ini.' Tapi mereka tidak bisa mengatakan ini,” ujar Erdogan yang dilansir Anadolu.
Departemen Luar Negeri AS menolak klaim tersebut. Menurut departemen itu, Bass memiliki dukungan penuh dari Washington, dan bahwa tindakannya dikoordinasikan dengan departemen, Gedung Putih, dan Dewan Keamanan Nasional.

Tapi, Erdogan mengabaikan bantahan Departemen Luar Negeri AS. Dia justru gencar menyampaikan pesan jengkelnya kepada Washington.

”Kami bukan negara kesukuan. Kami adalah negara Republik Turki dan Anda akan menerimanya. Kalau tidak, mohon maaf, tapi kami tidak butuh Anda!,” katanya.

Perseteruan kedua negara yang sama-sama anggota NATO ini masih dipicu oleh polemik kudeta Turki yang gagal pada tahun lalu. Erdogan menuduh AS menyembunyikan seorang tersangka yang diduga terkait dengan ulama Fethullah Gulen, tokoh yang dianggap sebagai dalang kudeta yang gagal.

”Pegawai konsulat yang dicari oleh polisi Turki bersembunyi di konsulat AS,” kata Erdogan.

Karyawan konsulat AS itu ditangkap polisi Turki pekan lalu. Dia adalah warga Turki bernama Metin Topuz. Media setempat melaporkan bahwa Topuz memfasilitasi pelarian dari para ”Gulenis” yang dikenal" Turki. 

Penangkapan Topuz inilah yang mendorong kedutaan AS di Turki menangguhkan semua layanan visa non-imigran di semua fasilitas diplomatik AS. Ankara melalui kedutaannya di Washington membalas dengan melakukan hal serupa.




Credit  sindonews.com



Iran Sebut AS Cemburu pada Popularitas Garda Revolusi


Iran Sebut AS Cemburu pada Popularitas Garda Revolusi


TEHERAN - Abolfazl Hassanbeigi, seorang anggota Parlemen Iran menyatakan, salah satu alasan kenapa Amerika Serikat (AS) bersikeras memasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) ke dalam daftar terorisme, adalah karena AS cemburu pada popularitas IRGC di kawasan.

"Status Iran dan IRGC di Asia Barat, khususnya di antara poros negara-negara perlawanan, meningkat dari hari ke hari," kata pria yang merupakan anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran.

Hassanbeigi, sepeti dilansir Tasnim menunjuk peran IRGC dalam pembentukan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut, dan menekankan bahwa pihaknya selalu menjadi pelopor pemberantasan terorisme.

Dia kemudian mengatakan, langkah AS mencoba memasukkan IRGC ke dalam daftar hitam adalah bagian dari perang psikologis AS terhadap Iran. "IRGC cukup kuat untuk melawan sanksi yang mungkin dijatuhkan AS," ungkapnya.

Iran sendiri sebelumnya telah memperingatkan tentang recana AS itu. Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan ada dampak yang tidak terduga jika AS tetap memutuskan untuk memasukan IRGC ke dalam daftar hitam. Ia mengatakan, IRGC tidak hanya populer di Iran, tapi juga di negara-negara regional.

"Jika pemerintah AS membuat kesalahan dengan mengambil tindakan terhadap IRGC, itu akan menjadi kesalahan ganda," kata Raouhani dalam sebuah pernyataan beberapa waktu lalu.




Credit  sindonews.com





Trump soal kesepakatan nuklir Iran: Kami tidak dapat apa-apa


Trump soal kesepakatan nuklir Iran: Kami tidak dapat apa-apa
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (REUTERS/Carlos Barria )
Kita akan segera melihat apa yang akan terjadi."

Washington (CB) - Presiden Donald Trump kembali menyebut kesepakatan nuklir Iran merugikan Amerika, saat dia bersiap mengumumkan keputusan penting apakah akan menyertifikasi atau tidak terkait kepatuhan Iran terhadap perjanjian itu.

"Ini kesepakatan terburuk. Kami tidak mendapat apa-apa," kata Trump kepada Fox News merujuk kepada kesepakatan 2015 yang dinegosiasikan dengan Iran oleh Amerika Serikat dan lima negara adidaya lainnya, seperti dilansir dari Kantor Berita AFP.

Perjanjian itu mencabut sanksi Iran dengan imbalan penghentian program nuklir guna mencegahnya mengembangkan senjata nuklir.

"Kita menyetujuinya karena kita lemah padahal sebenarnya kita memiliki kekuatan besar," ucap Trump.

"Kita akan segera melihat apa yang akan terjadi," kata Trump, yang harus mengumumkan keputusannya apakah akan menyertifikasi kepatuhan Iran akhir pekan ini.

Setiap 90 hari, presiden harus memberi tahu Kongres apakah dia yakin Iran mematuhi kesepakatan tersebut dan apakah pencabutan sanksi sesuai dengan kepentingan rakyat Amerika.

Sejauh ini, Trump mengakui kepatuhan Iran, namun mengatakan bahwa tenggat waktu berikutnya pada Minggu adalah hal yang sangat penting.

Beberapa pejabat AS mengatakan Trump kali ini mungkin memilih tidak menyertifikasi kesepakatan itu.

Jika dia memilih untuk tidak mengesahkan, Trump akan menentang pendapat beberapa penasihat puncaknya, negara-negara Eropa dan Badan Tenaga Atom Internasional.




Credit  antaranews.com






Kurdi tawarkan perundingan dengan Irak


Kurdi tawarkan perundingan dengan Irak
Dokumen foto kamp pengungsian di Kota Arbil, kawasan Kurdistan Irak, Selasa (20/8/2017). Pemerintah Kurdistan dan Pemerintah Pusat Irak sedang bersitegang terkait penyelenggaraan referendum kemerdekaan Kurdi pada akhir September 2017. (REUTERS/Thaier al-Sudani)
... kami siap untuk apa pun keputusan dari pembicaraan dan perundingan yang sesuai dengan hukum Irak."

Baghdad (CB) - Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) menawarkan perundingan dengan pihak berwenang Irak terkait dengan kedudukan bandar udara Kurdi, pos perbatasan dan sejumlah bank, yang dikenai pembatasan setelah referendum kemerdekaan.

Pemerintah Irak di Baghdad mengambil tindakan tersebut dalam upaya mengucilkan KRG setelah referendum didominasi keinginan Kurdi Merdeka pada bulan lalu.

Bahkan, pihak Baghdad menyatakan pemungutan suara itu sebagai tindakan melanggar hukum, memberlakukan larangan penerbangan internasional langsung ke wilayah utaranya itu, serta memerintahkan penangkapan terhadap panitia penyelenggara referendum.

Mereka juga menuntut KRG menyerahkan kendalinya atas pos perbatasan dan menghentikan penjualan dolar Amerika Serikat (AS) ke empat bank, yang berkegiatan di wilayah Kurdi.

"Untuk menghindari hukuman ini, kami mengundang Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, sekali lagi, bahwa kami siap untuk apa pun keputusan dari pembicaraan dan perundingan yang sesuai dengan hukum Irak," kata KRG dalam pernyataannya, Rabu malam (11/10), layaknya dikutip kantor berita Reuters.

Pernyataan tersebut menawarkan perundingan terkait penyeberangan, perdagangan kawasan, pemberian pelayanan kepada warga, bank dan bandar udara.

Isi pernyataan itu menandai perubahan taktik pihak berwenang Kurdi, yang pada Rabu kemarin menuduh pasukan Irak dan paramiliter dukungan Iran menyiapkan serangan besar di wilayah Kirkuk dan dekat Mosul di Irak utara.

Juru bicara militer Irak membantah rencana serangan apapun terhadap pasukan Kurdi, dengan mengatakan bahwa pasukan pemerintah sedang bersiap untuk mengusir kelompok pemberontak IS dari daerah dekat perbatasan Suriah.

Dewan Yudisial Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan pada Rabu kepada ketua komisi referendum Kurdi dan dua orang ajudannya atas pelanggaran putusan pengadilan (Irak) yang sah, yang melarang penyelenggaraan pemungutan suara kemerdekaan karena bertentangan dengan undang-undang.

Negara tetangga Irak, Iran dan Turki, menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap referendum itu. Mereka mengkhawatirkan referendum kemerdekaan Kurdi di Irak memicu semangat memberontak bagi masyarakat Kurdi di wilayah mereka.

Pasukan Irak dan paramiliter Syiah, dikenal dengan Mobilisasi Popular, dikerahkan ke wilayah selatan dan barat Kirkuk, di daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kendali kelompok ISIS.

Daerah sekitar pos perbatasan al-Qaim, Irak barat, adalah wilayah terakhir di Irak, yang masih berada di bawah kendali kelompok pemberontak tersebut. Kelompok Itu pernah menguasai sepertiga wilayah Irak pada 2014.




Credit  antaranews.com





Jordania kutuk pelanggaran berulangkali Israel terhadap Masjid Al Aqsha




Amman, Jordania, (CB) - Jordania pada Kamis (12/10) mengutuk apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran yang berulangkali dilakukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsha di Jerusalem Timur, demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.

Menteri Negara Urusan Medua Mohammad Momani mengatakan pelanggaran semacam itu, termasuk penyerbuan belum lama ini ke dalam halaman Masjid Al-Aqsha oleh pemukim Yahudi, meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

"Jordania menolak dan mengutuk tindakan yang tak bertanggung-jawab dan provokatif semacam itu oleh penguasa Yahudi. Tindakan ini menyulut perasaan umat Muslim di mana pun juga dan melanggar semua norma serta hukum internasional yang menyerukan dihormatinya semua tempat suci," kata Momani, sebagaimana dikutip Xinhua.

Jordania, yang menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Israel pada 1994, mengawasi tempat suci agama Islam dan Kristen di Jerusalem Timur --yang dirancang sebagai ibu kota oleh rakyat Palestina.

Momani menambahkan tindakan semacam itu oleh Israel merusak upaya internasional untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina.

Menteri tersebut menyeru Pemerintah Israel agar segera menghentikan pelanggaran semacam itu dan menghormati peran Jordania dalam melindungi semua tempat suci di Jerusalem.




Credit  antaranews.com





Sikap Israel setelah Palestina bersatu


Sikap Israel setelah Palestina bersatu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (REUTERS/Gali Tibbon )



Gaza/Kairo (CB) - Israel hati-hati menanggapi kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah di Palestina dengan menyatakan Palestina mesti mematuhi kesepakatan-kesepakaan internasional sebelumnya.

Israel juga menyatakan Palestina harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan Kuartet Timur Tengah untuk perdamaian Israel-Palestina, termasuk pengakuan keberadaan Israel dan pelucutan Hamas.

"Israel akan mencermati perkembangan-perkembangan di lapangan dan bertindak sesuai itu," kata kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Para analis menyebut kesepakatan rujuk Palestina itu menandai pengakuan Hamas terhadap kesulitan akibat isolasi internasional yang terus menyudutkannya dan pengakuan bahwa Hamas kesulitan mengelola dan membangun Gaza yang terus-terusan diblokade dan diperangi Israel.

Kamis kemarin Hamas sepakat menyerahkan kendali pemerintahan Gaza kepada pemerintahan Mahmoud Abbas dan Partai Fatah yang selama ini hanya menguasai Tepi Barat.

"Kami di Hamas kali ini serius seperti waktu-waktu sebelumnya. Kami telah membubarkan komisi pemerintahan (pemerintahan bayangan).  Kami membuka pintu untuk mencapai rekonsiliasi ini," kata Saleh Arouri, juru runding Hamas di Kairo setelah kesepakatan rekonsiliasi Palestina ditandatangani.

Sepanjang pekan ini Hamas dan Fatah berada di Kairo untuk mengurusi detail pemindahan kekuasaan di Gaza yang termasuk perbatasan-perbatasan Gaza yang krusial, demikian Reuters.



Credit  antaranews.com


Israel Respons Rekonsiliasi Hamas-Fatah

 
Israel Respons Rekonsiliasi Hamas-Fatah 
Seorang pejabat Israel yang tak menyebutkan nama mengatakan, Hamas dan Fatah harus patuh pada kesepakatan internasional dan mengakui Israel. (AFP PHOTO / SAID KHATIB).


Jakarta, CB -- Israel memberi respons mengenai rekonsiliasi faksi-faksi Palestina, Hamas dan Fatah yang bersepakat demi persatuan Palestina. Kedua faksi itu menyepakati rekonsiliasi di Kairo Mesir, Kamis (12/10).

Dikutip AFP, seorang pejabat Israel yang tak menyebutkan nama mengatakan, rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah harus patuh pada kesepakatan internasional yang sudah ditetapkan. Pejabat ini juga menyebut, Hamas harus mengakui keberadaan Israel.

"Setiap rekonsiliasi antara Otoritas Palestina dan Hamas harus mencakup komitmen terhadap kesepakatan internasional. Pertama-tama mengakui Israel," kata pejabat tersebut dalam reaksi pertama pemerintah Israel terhadap kesepakatan yang ditandatangani Hamas dan Fatah.





Pejabat tersebut mengacu pada Kuartet Diplomatik mengenai perdamaian Timur Tengah, yang mencakup Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Rusia.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengatakan hal yang sama. Kesepakatan rekonsiliasi Palestina harus mematuhi kesepakatan internasional dan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuartet Timur Tengah, termasuk pengakuan Israel dan pelucutan senjata Hamas.

"Israel akan memeriksa perkembangan di lapangan dan bertindak sesuai perkembangan di lapangan," kata sebuah pernyataan resmi dari kantor Netanyahu dilansir dari Reuters.

Hamas dan Fatah memulai melakukan perundingan di Kairo, Mesir pada Selasa (10/10) sebelum akhirnya terjadi kesepakatan untuk rekonsiliasi demi persatuan Palestina. Faksi-faksi Palestina yang bertikai sejak satu dekade terakhir ini menandatangani kesepakatan pada hari Kamis (12/10) untuk mengakhiri perpecahan setelah perundingan yang dimediasi oleh Mesir.

Mesir sudah berulang kali menjadi penengah untuk mendamaikan kedua faksi ini guna membentuk pemerintahan bersatu di Gaza dan Tepi Barat.



Bulan lalu pun kelompok Hamas, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh Barat dan Israel, setuju untuk menyerahkan kekuasaan di Gaza pada Pemerintahan Otoritas Palestina yang dipimpin Mahmoud Abbas dan didukung Fatah.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat akan melanjutkan kontrol penuh atas Jalur Gaza yang dikuasai Hamas pada 1 Desember.


Credit  cnnindonesia.com




Otoritas Palestina Sambut Baik Rekonsiliasi Hamas dan Fatah


Otoritas Palestina Sambut Baik Rekonsiliasi Hamas dan Fatah 
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik kesepakatan antara Hamas dan Fatah untuk persatuan Palestina. (REUTERS/Denis Balibouse).


Jakarta, CB -- Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik kesepakatan antara Hamas dan Fatah, dua faksi di Palestina yang sejak lama bertikai. Rekonsiliasi kedua faksi yang disepakati di Kairp, Mesir itu disebut Abbas telah mengakhiri perpecahan di Palestina selama ini.

"Ini kesepakatan akhir untuk mengakhiri perpecahan. Meskipun masih banyak rincian yang harus diselesaikan dan upaya rekonsiliasi sebelumnya yang telah berulang kali gagal," kata Abbas seperti dilansir AFP, Kamis (12/10).




Rekonsiliasi itu ditandatangani oleh wakil ketua Hamas yang baru, Salah al-Aruri dan kepala delegasi Fatah, Azzam al-Ahmad. Kesepakatan ini terjadi setelah dilakukannya perundingan oleh kedua faksi sejak Selasa (10/10) dengan dimediasi Mesir.

Adapun, masyarakat Palestina merayakan rekonsiliasi ini di Jalur Gaza. Mereka menyambut gembira kesepakatan itu serta mengibarkan bendera Mesir, Palestina, Fatah, dan Hamas.




Usai rekonsiliasi ini, diperkirakan kedua faksi akan melakukan perundingan untuk membentuk sebuah pemerintahan bersatu Palestina. Perundingan akan dilakukan di Kairo pada tanggal 21 November mendatang.

Seorang pejabat dari gerakan Fatah mengatakan bahwa Presiden Abbas berencana untuk segera melakukan perjalanan ke Jalur Gaza sebagai bagian dari upaya persatuan dan akan menjadi kunjungan pertamanya dalam satu dekade.



"Sanksi yang diambil oleh Abbas terhadap Gaza yang dikuasai Hamas selama ini juga akan segera dicabut," kata pejabat tersebut.

Selain itu, dalam rekonsiliasi juga disepakati sejumlah pin, di antaranya mencakup 3.000 anggota pasukan polisi Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat akan pindah ke Gaza.

Namun, angka tersebut hanyalah sebagian kecil dari lebih dari 20.000 petugas polisi yang dipekerjakan secara terpisah oleh Hamas.



Credit  cnnindonesia.com






Hamas dan Fatah rujuk, Palestina pun bersatu


Hamas dan Fatah rujuk, Palestina pun bersatu
Seorang anak Palestina dengan busana tradisional mengibarkan bendera Palestina di Ramallah, Tepi Barat, Palestina, Kamis (29/11). (REUTERS/Marko Djurica)



Gaza/Kairo (CB) - Dua faksi Palestina yang selama ini bermusuhan --Hamas dan Fatah-- menandatangani pakta rekonsiliasi, Kamis waktu setempat, setelah Hamas sepakat menyerahkan kendali pemerintahan Gaza kepada Fatah, termasuk penyeberangan perbatasan Fatah yang dianggap sangat penting. Kesepakatan dicapai sepuluh tahun setelah kantong itu dikuasai Hamas melalui perang saudara.

Kesepakatan yang ditengahi oleh Mesir itu menjembatani perbedaan besar antara Partai Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas yang didukung Barat dengan Hamas yang dilabeli teroris oleh Barat dan Israel.

Kesatuan Palestina itu juga menguatkan posisi Abbas dalam setiap perundingan Palestina di daerah-daerah Palestina yang diduduki Israel.

Perpecahan di dalam Palestina selama ini telah menjadi hambatan terbesar dalam proses perdamaian di mana Hamas telah tiga kali berperang melawan Israel sejak 2008 dan sampai sekarang tetap menyerukan penghancuran Israel.

Kesepakatan Hamas untuk mengalihkan kendali kekuasaan di Gaza kepada Fatah telah menandai pembalikan besar-besaran dalam Hamas yang khawatir diisolasi bantuan keuangan dan politik oleh Arab Saudi cs sebagai tindak lanjut dari aksi isolasi Saudi cs kepada Qatar. Saudi cs menuduh Qatar menyokong militan-militan Islamis, termasuk Hamas.

Ribuan rakyat Palestina turun ke jalan-jalan di Gaza demi merayakan pakta persatuan itu. Pengeras suara-pengeras suara tak henti memutarkan lagu-lagu nasional, sedangkan para pemuda menari dan berpelukan sembari melambaikan bendera Palestina dan Mesir.

Mesir membantu memediasi beberapa upaya rekonsiliasi sebelumnya di antara dua pergerakan Palestina itu dan membentuk pemerintahan persatuan di Gaza dan Tepi Barat di mana Abbas dan Fatah berbasis.

Pada 2014, Hamas dan Fatah telah sepakat membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional, tapi kesepakatan itu buyar akibat saling tuduh di mana Hamas terus mendominasi Gaza.

"Pemerintahan legislatif, pemerintahan konsensus, akan kembali berdasarkan tanggung jawab dan hukum," kata ketua delegasi Fatah Azzam Al-Ahmed di Kairo.

Dia mengatakan pemerintahan persatuan akan mengendalikan semua lembaga tanpa kecuali, termasuk semua penyeberangan perbatasan dengan Israel dan di Rafah yang merupakan satu-satunya akses Gaza ke Mesir.

Kesepakatan itu menyebutkan pasukan kepresidenan Abbas bertanggung jawab menjaga penyeberangan Rafah pada 1 November dan kendali pemerintahan sepenuhnya di Gaza kepada pemerintah persatuan pada 1 Desember, demikian Reuters.



Credit  antaranews.com



















Hamas dan Fatah capai kesepakatan soal rekonsiliasi


Hamas dan Fatah capai kesepakatan soal rekonsiliasi
Warga berkumpul saat rombongan Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah tiba di utara Jalur Gaza, Senin (2/10/2017),untuk mengambil alih pemerintahan di Gaza dari kelompok Hamas. (REUTERS/Suhaib Salem/cfo/17)


Kairo/Gaza (CB) - Faksi-faksi yang bersaing di Palestina, Hamas dan Fatah, telah mencapai kesepakatan mengenai rekonsiliasi politik menurut pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dalam satu pernyataan, Kamis, tanpa merinci kesepakatan yang dicapai dengan perantara Mesir itu.

Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa rincian mengenai kesepakatan itu akan disampaikan dalam jumpa pers di Kairo, tempat perundingan antara kedua faksi yang bersaing tersebut dimulai pada Selasa.

Fatah yang didukung Barat kehilangan kendali atas Gaza, yang kemudian dikendalikan Hamas, yang dianggap teroris oleh Barat dan Israel, dalam pertempuran 2007.

Namun bulan lalu Hamas setuju menyerahkan kekuasaannya di Gaza kepada pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas yang didukung Fatah.

"Fatah dan Hamas telah mencapai kesepakatan dini hari ini dalam perundingan yang diperantarai Mesir," kata Haniyeh dalam satu pernyataan.

Mesir membantu memediasi beberapa upaya untuk mendamaikan dua gerakan tersebut dan membentuk pemerintahan persatuan dengan pembagian kekuasaan di Gaza dan Tepi Barat.

Hamas dan Fatah sepakat pada 2014 untuk membentuk sebuah pemerintah rekonsiliasi nasional, namun terlepas dari kesepakatan itu pemerintahan bayangan Hamas terus menguasai Jalur Gaza.

"Kami mengucapkan selamat kepada seluruh warga Palestina atas tercapainya kesepakatan rekonsiliasi di Kairo. Kami melakukan segala upaya untuk memulai babak baru dalam sejarah," kata juru bicara Hamas Hazem Qassem kepada Reuters.

Hamas setuju menyerahkan kekuasaan administratifnya di Gaza kepada pemerintah yang didukung Fatah bulan lalu. Langkah itu merupakan pembalikan besar bagi Hamas, antara lain didorong oleh ketakutan kelompok mengenai potensi pengucilan keuangan dan politik setelah pendonor utamanya, Qatar, menghadapi krisis diplomatik dengan sekutu kunci mereka.

Delegasi dari kedua faksi yang bersaing tersebut melakukan pembicaraan di Kairo pekan ini untuk membahas rincian lebih lanjut mengenai serah terima pemerintahan, termasuk pengamanan di Gaza dan perlintasan batas.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, 3.000 petugas keamanan Fatah akan bergabung dengan pasukan kepolisian Gaza. Namun Hamas tetap memiliki unsur bersenjata terkuat di Palestina, dengan 25.000 anggota yang telah bertempur dalam tiga perang melawan Israel sejak 2008.

Kedua rival tersebut berharap kesepakatan pengerahan pasukan keamanan dari pemerintah Palestina dukungan Fatah ke perbatasan Gaza akan mendorong Mesir dan Israel mencabut pembatasan ketat di penyeberangan perbatasan. Pencabutan tersebut sangat dibutuhkan untuk membantu Gaza menghidupkan kembali perekonomiannya.




Credit  antaranews.com






AS Nyatakan Keluar dari UNESCO


AS Nyatakan Keluar dari UNESCO 
  Amerika Serikat menyatakan menarik diri dari UNESCO. Keputusan keluar dari UNESCO itu akan efektif pada akhir tahun 2017 ini. (Reuters).

Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyatakan menarik diri dari UNESCO, badan budaya dan pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negeri Paman Sam efektif akan keluar dari UNESCO pada tanggal 31 Desember, kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.

"Keputusan ini bukan perkara mudah, dan mencerminkan kekhawatiran AS akan meningkatnya tunggakan di UNESCO, kebutuhan akan reformasi mendasar dalam organisasi tersebut, dan melanjutkan bias anti-Israel di UNESCO," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert dikutip, Reuters, Jumat (13/10).




Meski begitu, AS tetap akan terlibat sebagai non-anggota. Terutama untuk memberikan pandangan, perspektif, dan keahlian yang dipunya. AS merupakan penyumbang seperlima pendanaan UNESCO dengan sumbangan 80 juta dolar setiap tahunnya.

Keputusan menarik diri AS ini menjadi pukulan telak bagi organisasi yang bermarkas di Paris itu.

Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova menyatakan kecewa atas keputusan AS itu. Pada saat berbagai konflik terus mengoyak masyarakat di seluruh dunia, "sangat disayangkan bahwa Amerika Serikat mengundurkan diri dari badan Perserikatan Bangsa-bangsa yang mendorong pendidikan untuk perdamaian dan melindungi kebudayaan yang terancam."




Irina mengatakan, keputusan AS mundur dari UNESCO ini merupakan kehilangan bagi keanggotaan PBB. Apalagi UNESCO sedang berada dalam proses untuk memilih kepala baru, yang prioritasnya akan berupa menghidupkan kembali berbagai kekayaan organisasi itu.

Langkah AS tersebut menggarisbawahi ketidakpercayaan yang dinyatakan Presiden Donald Trump bahwa AS tetap perlu mengikatkan diri dengan badan-badan multilateral. Trump disebut menjalankan pemerintah dengan mendahulukan kepentingan ekonomi dan nasional AS dibanding komitmen internasional.



Para diplomat mengemukakan kekhawatiran soal mundurnya AS dari UNESCO. Ketidakhadiran AS atau negara manapun yang memiliki banyak kekuatan adalah suatu kehilangan.

"Ini bukan hanya masalah uang, tapi juga soal memajukan kondisi ideal yang penting bagi negara-negara seperti Amerika Serikat, seperti pendidikan dan kebudayaan," kata seorang diplomat yang tak disebutkan namanya.




Credit  CNN Indonesia



AS nyatakan keluar dari UNESCO


AS nyatakan keluar dari UNESCO
Lambang UNESCO (UNESCO)



Paris (CB) - Amerika Serikat pada Kamis mengumumkan bahwa negara itu keluar dari keanggotaan Badan PBB untuk Kebudayaan dan Pendidikan (UNESCO).

AS mengeluhkan cara organisasi itu dijalankan serta sikap, yang digambarkan AS sebagai bias terhadap Israel.

"Tidak mudah untuk mengambil keputusan ini. (Keputusan ini) menggambarkan keprihatinan AS terhadap tunggakan pembayaran yang menggunung di UNESCO, perlunya reformasi mendasar di dalam organisasi ini, serta bias anti-Israel yang terus berlanjut," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert dalam pernyataan.

AS merupakan penyumbang seperlima pendanaan UNESCO. Setiap tahun, AS memberikan 80 juta dolar (sekitar Rp1,08 triliun).

Pencabutan keanggotaan AS merupakan pukulan keras bagi organisasi yang bermarkas di Paris itu.

UNESCO mulai menjalankan kegiatan pada 1946 dan selama ini dikenal sebagai lembaga yang menetapkan situs-situs Warisan Dunia, seperti kota kuno Palmyra di Suriah dan Taman Nasional Grand Canyon di AS.

Menurut peraturan UNESCO, pengunduran diri itu mulai berlaku pada akhir Desember 2018. Hingga tiba saatnya nanti, Amerika masih terikat sebagai anggota penuh.

Organisasi dunia, yang mempekerjakan sekitar 2.000 orang di seluruh dunia dan sebagian besar di antaranya di Paris, itu telah sekian lama menjadi sasaran kecaman soal penggunaan sumber dayanya serta resolusi-resolusi yang dianggap Israel dan sejumlah negara lainnya sebagai sikap yang bias.

Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova menyatakan kecewa atas keputusan AS itu.

"Pada saat berbagai konflik terus mengoyak masyarakat di seluruh duni, sangat disayangkan bahwa Amerika Serikat mengundurkan diri dari badan Perserikatan Bangsa-bangsa yang mendorong pendidikan untuk perdamaian dan melindungi kebudayaan yang terancam," katanya.

"(Keputusan AS mundur dari UNESCO) ini merupakan kehilangan bagi keluarga Perserikatan Bangsa-bangsa. (Keputusan) ini adalah kerugian bagi multilateralisme."

UNESCO sedang berada dalam proses untuk memilih kepala baru, yang prioritasnya akan berupa menghidupkan kembali berbagai kekayaan organisasi itu.

Langkah AS tersebut menggarisbawahi ketidakpercayaan yang dinyatakan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat tetap perlu mengikatkan diri dengan badan-badan multilateral.

Donald Trump telah menggaungkan kebijakan "Amerika Terlebih Dahulu", yang lebih mendahulukan kepentingan ekonomi dan nasional AS dibandingkan komitmen internasional.

Sejak Trump menjabat sebagai presiden, Amerika Serikat telah meninggalkan perundingan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik, menarik diri dari kesepakatan Paris soal iklim serta membuka upaya merundingkan kembali kesepakatan perdagangan dengan Kanada dan Meksiko (NAFTA), yang telah berlangsung puluhan tahun.

Para diplomat mengemukakan kekhawatiran soal mundurnya AS dari UNESCO.

"Ketidakhadiran Amerika Serikat atau negara manapun yang memiliki banyak kekuatan adalah suatu kehilangan. Ini bukan hanya masalah uang, tapi juga soal memajukan kondisi ideal yang penting bagi negara-negara seperti Amerika Serikat, seperti pendidikan dan kebudayaan," kata seorang diplomat.

Dengan alasan berbeda, Inggris, Jepang dan Brazil merupakan tiga dari sejumlah negara yang belum membayar iuran mereka untuk 2017, demikian Reuters melaporkan.





Credit  antaranews.com



Data Pesawat Siluman Australia Dicuri


Data Pesawat Siluman Australia Dicuri 
Ilustrasi. (Reuters/Kacper Pempel)


Jakarta, CB -- Data sensitif mengenai pesawat siluman F-35 dan jet pengintai P-8 milik Australia dicuri ketika jaringan kontraktor pertahanan negara itu diretas.

"Pencurian data itu besar-besaran dan ekstrem," ujar Mitchell Clarke, seorang pejabat dari badan intelijen Direktorat Sinyal Australia (ASD), sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (12/10).

Clarke kemudian menjabarkan bahwa data yang dicuri bukan hanya mengenai kedua jet tempur itu, tapi juga bom pintar hingga pesawat patroli maritim Poseidon.


Secara keseluruhan, data yang dicuri dari jaringan kontraktor pertahanan Australia itu mencapai 30 gigabit.


Menurut Clarke, peretas itu mengakses sistem kontraktor negara selama lima bulan pada 2016 lalu.

Clarke mengatakan kepada AFP, para pelaku menggunakan alat "China Chopper" yang kerap digunakan oleh peretas China.

Menteri Industri Pertahanan Australia, Christopher Pyne, mengatakan bahwa negaranya memang sering menjadi target peretasan, terutama setelah melancarkan proyek kapal selam senilai US$39 miliar, disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia.


Sebelumnya, Menteri Asisten Keamanan Siber Australia, Dan Tehan, mengatakan bahwa ada 47 ribu insiden maya dalam 12 bulan belakangan, melonjak 15 persen dari tahun sebelumnya.

Namun menurut Pyne, data yang diretas kali ini tak mencakup informasi penting atau dapat membahayakan industri pertahanan Australia.

"Untungnya, data yang diambil adalah data komersial, bukan data militer. Semuanya bukan informasi rahasia. Saya tidak tahu siapa yang melakukannya," katanya.





Credit  cnnindonesia.com




Konvoi Pertama Operasi Militer Turki Masuki Idlib Suriah


Konvoi Pertama Operasi Militer Turki Masuki Idlib Suriah Ilustrasi militer Turki. (Reuters/Umit Bektas).


Jakarta, CB -- Konvoi pertama operasi militer dilakukan Turki di Provinsi Idlib, Suriah, Kamis (12/10). Konvoi militer ini memulai perjalanan ke Suriah dengan menyeberangi Idlib untuk melakukan pengintaian dalam mendukung pasukan pembebasan Suriah atau Free Suriah (FSA).

Dikutip Reuters, Jumat (13/10), seorang komandan kelompok pemberontak FSA yang berbasis di daerah tersebut, Abu Khairo mengatakan, ada sekitar 30 kendaraan militer dalam konvoi tersebut. Mereka memasuki wilayah Suriah dekat persimpangan perbatasan Bab al-Hawa.



Militer Turki disebutkan melakukan perjalanan menuju ke Sheikh Barakat, puncak bukit yang menghadap ke daerah-daerah besar yang dikuasai pemberontak di wilayah barat laut Suriah serta juga wilayah Afrin yang dikuasai oleh milisi YPG Kurdi.

Abu Khairo menambahkan, konvoi tersebut dikawal oleh pejuang dari Tahrir al-Sham, sebuah aliansi kelompok jihad termasuk mantan afiliasi Al Qaeda yang sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra.



"Konvoi tentara Turki masuk di bawah perlindungan Tahrir al-Sham untuk mengambil posisi di garis depan bersama YPG."

Pemerintah Turki pada hari Sabtu lalu mengatakan, bahwa pihaknya melakukan operasi militer di Idlib dan daerah sekitarnya sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai dengan Rusia dan Iran bulan lalu untuk memberlakukan zona "de-eskalasi" di Suriah wilayah barat laut.


Zona tersebut merupakan salah satu dari beberapa tempat di sekitar Suriah untuk mengurangi peperangan antara pemberontak, termasuk kelompok yang didukung oleh Turki dan Suriah serta didukung juga oleh Rusia dan Iran.



Credit  cnnindonesia.com





Moskow sebut negara Barat ancam kedaulatan Rusia


Moskow sebut negara Barat ancam kedaulatan Rusia
Bendera Rusia. (Pixabay/3dman-eu)



Moskow (CB) - Negara-negara Barat mengancam kedaulatan Rusia dengan mendanai lembaga-lembaga non-pemerintah, mendorong anak-anak muda melakukan aksi protes dan menggunakan media guna membentuk opini mengenai pemerintah menurut laporan parlemen Rusia.

Menurut laporan Komisi Federal untuk Perlindungan Kemerdekaan Nasional (Federal Commission for the Protection of National Independence/FCPNI), campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Rusia menimbulkan ancaman lebih besar terhadap negara ketimbang kelompok ISIS.

Komisi tersebut mendata sembilan ancaman bagi kedaulatan Rusia dari luar negeri, termasuk "pembentukan dan dukungan bagi lembaga-lembaga non-pemerintah yang melakukan aktivitas politik demi kepentingan negara-negara asing" dan "penghasutan anak-anak muda untuk melakukan protes".

"Penggunaan jaringan media dan jejaring sosial  untuk mendiskreditkan negara, lembaga (dan) pemimpin politik" merupakan ancaman lain menurut laporan yang dipublikasikan pada Selasa itu.

Komisi itu dibentuk Juni sebagai respons terhadap tudingan Washington bahwa Rusia campur tangan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 2016.

Otoritas AS dan "satelit-satelit NATO" mereka disebut secara spesifik dalam dokumen komisi tersebut.

"Campur tangan dalam urusan dalam negeri Rusia tidak hanya datang dalam bentuk propaganda langsung, yang dihasilkan oleh media umum seperti Radio Svoboda" menurut laporan tersebut, merujuk pada cabang Radio Free Europe/Radio Liberty berbahasa Rusia yang didukung Washington.

"Itu juga bisa dilihat dalam bentuk program pendidikan yang terfokus kepada jurnalis-jurnalis Rusia" menurut laporan komisi yang dikutip kantor berita AFP.

Pada Senin, Rusia mengancam media-media AS yang beroperasi di negara itu dengan pembatasan legal baru setelah lembaga siaran RT yang dikendalikan Kremlin mengeluhkan persekusi yang dilakukan Washington.




Credit  antaranews.com




Spanyol bersatu pada Hari Columbus di tengah pemisahan diri Catalonia



Spanyol bersatu pada Hari Columbus di tengah pemisahan diri Catalonia
Madrid, Spanyol, Sabtu (22/3). (REUTERS/Paul Hanna )



Jakarta (CB) - Spanyol merayakan hari nasional atau Fiesta Nacional de Espana yang di Amerika Serikat disebut Hari Columbus, Kamis waktu setempat, untuk menunjukkan pesan persatuan terhadap upaya merdeka Catalonia. Perayaan ini digelar satu hari setelah pemerintah pusat memberi pemimpin separatis Catalonia tenggat waktu untuk mencampakkan proposal pemisahan dirinya.

Namun perayaan nasional ini dibayang-bayangi oleh jatuhnya sebuah pesawat tempur Eurofighter sekitar 300 km di tenggara Madrid selagi dalam perjalanan balik ke pangkalannya setelah ambil bagian dalam parde militer. Kecelakaan menewaskan seorang pilotnya.

Pada hari peringatan Christopher Columbus menemukan benua Amerika itu, Perdana Menteri Mariano Rajoy dan Raja Felipe VI menghadiri parade di pusat kota Madrid di tengah perjuangan keras Spanyol dalam menghadapi krisis politik paling buruk dalam beberapa puluh tahun ini.

Angkatan bersenjata berparade di sepanjang jalan Paseo de la Castellana di Madrid demi merayakan tibanya Christopher Columbus di benua Amerika pada 1492.

Perayaan serupa diadakan di Barceclona, ibu kota Catalonia, oleh para pendukung persatuan Spanyol, termasuk salah satu gerakan ultra kanan, demikian AFP






Credit  antaranews.com



Kamis, 12 Oktober 2017

Trump Tantang Menlu AS Lakukan Tes IQ


Trump Tantang Menlu AS Lakukan Tes IQ
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara mengejutkan menantang Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson untuk melakukan tes IQ. Foto/Reuters


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara mengejutkan menantang Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson untuk melakukan tes IQ. Ini dilakukan untuk menguji siapa yang lebih cerdas diantara keduanya.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan Forbes, Trump mengomentari berita yang dibuat oleh NBC pada Minggu lalu. Dalam laporanya, NBC menyatakan bahwa Tillerson telah menyebut atasanya, yakni Trump sebagai orang bodoh.

Dalam wawancara itu Trump menyatakan, dia yakin berita yang dibuat oleh NBC tersebut adalah berita bohong. Namun, jika Tillerson benar-benar menaggap Trump sebagai orang bodoh, pemimpin AS itu mengatakan, dia dan Tillerson harus membandingkan kecerdasan melalui tes IQ.

"Dan saya dapat memberitahu Anda siapa yang akan menang," ungkapnya dalam wawancara tersebut, merujuk pada dirinya sendiri, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (11/10).

Sempat beredar kabar hubungan Trump dan Tillerson jauh dari kata baik. Keduanya dikabarkan kerap memiliki pandangan yang berbeda mengenai sejumlah isu interansional, salah satunya adalah mengenai kesepakatan nuklir Iran.

Namun, Trump membantah adanya ketegangan antara dia dan Tillerson. Trump menyatakan, dia dan Tillerson memiliki hubungan yang sangat baik. "Kami tidak setuju dengan beberapa hal, terkadang saya ingin dia menjadi sedikit lebih tangguh. Tapi selain itu kami memiliki hubungan yang sangat baik," ujar Trump. 




Credit  sindonews.com


2 Pejabat Top Urusan Senjata Nuklir Korea Utara Menghilang




2 Pejabat Top Urusan Senjata Nuklir Korea Utara Menghilang
Neither Ri Man-gon dan Kim Rak-gyom. chosun.com

CB, Jakarta - Dua pejabat top yang berperan penting dalam pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara absen dalam perayaan ulang tahun Partai Buruh Korea Utara ke 72 kemarin, 10 Oktober 2017 dan rapat umum di Pyongyang pekan lalu.
Absennya 2 pejabat pengawas pengembangan senjata dan rudal nuklir, Ri Man-gon dan Kepala Komando Roket Korea Utara Kim Rak-gyom dalam dua acara tersebut menimbulkan spekulasi bahwa Korea Utara sedang bersiap melakukan peluncuran rudal terbaru dalam waktu dekat.

Menurut seorang Pejabat Pemerintah Korea Selatan,  Ri Man-gon dan Kim Rak-gyom tidak terlihat dalam dokumentasi acara yang diunggah oleh media Korea Utara karena kemungkinan besar mereka sedang melaksanakan sebuah tugas yang penting.
"Ri dan Kim tidak terlihat dalam footage dan gambar acara pertemuan partai Sabtu lalu yang diunggah oleh Media Korea Utara," terang seorang pejabat pemerintah Korea Selatan.

"Sangat kecil kemungkinan mereka dilenyapkan mengingat pujian yang mereka dapatkan atas pencapaian besar belum lama ini. Hal ini lebih seperti mereka tidak hadir karena sedang ditugaskan dalam sebuah tugas penting."
Sebelumnya Korea Selatan memprediksi bahwa Korea Utara akan melakukan aksi provokatif pada pertengahan bulan ini bertepatan dengan hari jadi Partai Buruh dan kongres Partai Komunis di Korea tanggal 18 Oktober mendatang. Untuk itu banyak pihak waspada dan terus mengamati pergerakan Korea Utara.





Credit  tempo.co





Curi Strategi Perang AS-Korsel, Kehebatan Hacker Korut di Luar Imajinasi


Curi Strategi Perang AS-Korsel, Kehebatan Hacker Korut di Luar Imajinasi
Kelompok hacker Korea Utara dilaporkan mencuri ratusan data rahasia militer dari Korea Selatan, termasuk data rencana perang Korsel-Amerika Serikat. Foto/Ilustrasi/REUTERS


SEOUL - Mantan ahli komputer Korea Utara (Korut), Jang Se-yul, yang membelot ke Korea Selatan (Korsel) pada tahun 2004 menyebut kehebatan para peretas atau hacker di negaranya sudah di luar imajinasi.

Komentarnya muncul untuk menanggapi aksi para hacker Pyongyang yang mencuri ratusan data rahasia militer dari Korea Selatan (Korsel), termasuk data rencana atau strategi perang masa depan Korsel-Amerika Serikat (AS).

Kemampuan para hacker di negeri Kim Jong-un itu dianggap sudah berada di level “sangat merusak”.

”Ini diluar imajinasi yang telah mereka lakukan di Korea Selatan,” kata Jang kepada ABC News, Kamis (12/10/2017).”Korut telah mempersiapkan serangan siber besar sejak awal tahun 1990-an. Mereka lebih dari siap untuk menghancurkan infrastruktur Korea Selatan kapan saja Kim Jong-un memberi lampu hijau.”

Jang, yang kini mengelola sebuah LSM untuk membantu para pembelot, mengklaim bahwa dia telah berhubungan dengan mantan koleganya di Korut yang bekerja di luar Shenyang, Ibu Kota Provinsi Liaoning di China utara, baru-baru ini.



Menurutnya, para peretas Korea Utara adalah bagian dari unit serangan siber yang dikirim dari Pyongyang untuk beroperasi di luar China. Mereka menyamar sebagai programmer lepas, namun dengan tujuan untuk membongkar informasi terkait keamanan nasional dari Seoul dan Washington.

”Teman-teman kuliah lama saya yang sekarang memimpin tim maya di sana menertawakan keamanan siber di Korea Selatan. Mereka mengatakan bahwa membobol institusi Korea Selatan seperti (memotong) sepotong kue,” kata Jang.

”Mereka terdengar percaya diri, dan mereka siap. Bagi mereka, menyerang Korea Selatan dengan rudal dan senjata nuklir hanya pemborosan sumber daya. Semua yang mereka butuhkan untuk menjatuhkan Korea Selatan untuk menyelesaikan kekacauan adalah dengan mengaktifkan virus malware ini yang telah mereka siapkan.”

Informasi pencurian massal data rahasia militer Korea Selatan oleh hacker Korea Utara ini awalnya diungkap anggota parlemen Partai Demokratik Korea Selatan, Lee Cheol-hee.

Total data yang dicuri sekitar 235 gigabyte atau setara dengan 15 juta halaman dokumen. Sekitar 80 persen dari bahan curian belum diidentifikasi. Namun di antaranya, kata Lee, adalah rencana perang masa depan AS-Korea Selatan untuk melenyapkan Kim Jong-un. 

”Cara hack itu tidak masuk akal,” kata Lee kepada ABC News. ”Bukan karena Korea Utara memiliki kemampuan hacking yang canggih, namun karena kelalaian di pihak Korea Selatan,” katanya lagi.

Korea Utara sebelumnya telah dituduh melakukan hacking ke badan pemerintah, bank, dan media Korea Selatan lainnya, namun Pyongyang menolak tuduhan kejahatan siber.

”Saya memberitahukan hal ini untuk mendorong pemerintah baru dan Kementerian Pertahanan segera menemukan solusi agar kerugian semacam ini tidak terjadi lagi,” kata Lee.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan tidak bersedia berkomentar dengan alasan keamanan nasional. Sedangkan Pentagon mengatakan bahwa pihaknya bekerja erat dengan mitra internasional untuk mengidentifikasi, melacak dan melawan ancaman siber.

”Meskipun saya tidak akan berkomentar mengenai masalah intelijen atau insiden spesifik terkait dengan cyber-intrusion, saya dapat meyakinkan Anda bahwa kami yakin dengan keamanan rencana operasi dan kemampuan kami untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara,” kata Kolonel Rob. Manning, juru bicara Pentagon.




Credit  sindonews.com



Pebisnis AS Tuduh Cina Curi Ide Pengembangan Teknologi


Bendera Cina-Amerika
Bendera Cina-Amerika

CB, WASHINGTON -- Kelompok bisnis dan perdagangan Amerika Serikat (AS) mendesak agar pemerintah berhati-hati terhadap adanya pencurian kekayaan hak intelektual oleh Cina. Hal ini disampaikan dalam sidang Komisi Perdagangan Internasional. Dalam sidang tersebut disebutkan bahwa ratusan miliar dolar AS di bidang teknologi dan jutaan pekerjaan telah pergi ke Cina.

Dalam sidang tersebut, kelompok bisnis dan perdagangan AS menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Cina telah mencuri ide dan perangkat lunak. Pemerintahan Trump telah meluncurkan penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual Cina, dan presiden dapat mengenakan pembatasan tarif untuk melindungi perusahaan AS dari praktik perdagangan yang tidak adil.

Wakil Presiden Dewan Bisnis AS-Cina Erin Ennis mengatakan, berdasarkan survei dari 200 perusahaan AS yang melakukan bisnis di Cina, hanya sepertiga yang melakukan transfer teknologi. Sedangkan sangat minim sekali perusahaan AS yang dipaksa untuk mentransfer teknologi dan tidak diberi kompensasi.

"Pemerintah memiliki kesempatan untuk mendorong Cina mengatasi masalah ini daripada mengambil langkah sepihak yang dapat mengancam pertumbuhan perdagangan antarnegara," ujar Ennis dilansir Reuters, Rabu (11/10).

Perwakilan dari beberapa kelompok bisnis Cina dalam persidangan tersebut mengatakan, Cina semestinya mendapatkan apresiasi atas kemajuan teknologi dan menjadi bagian dari kemajuan perekonomian dunia. Tuduhan bahwa perusahaan Cina telah mencuri hak kekayaan intelektual tengah menjadi sorotan.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS bersaing dengan Cina dalam pembuatan semikonduktor, pesawat komersial, dan produk dengan teknologi tinggi lainnya. Panel yang melakukan penyelidikan akan mengajukan rekomendasi ke Kantor Perwakilan Perdagangan AS.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID