Status khusus Jammu dan Kashmir dinilai PM India menghambat integrasi negara.
CB,
NEW DELHI -- Perdana Menteri India Narendra Modi berjanji akan
menghapus status khusus wilayah Jammu dan Kashmir jika memenangkan
pemilu India yang dijadwalkan digelar pada Kamis (11/4). Menurutnya,
status tersebut menghambat integrasi negara.
"Nasionalisme adalah inspirasi kami," kata Modi dalam manifesto
pemilu yang dirilis partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), pada Senin
(8/4).
Dia meyakini status khusus Jammu dan Kashmir yang
diatur dalam Pasal 35A amandemen konstitusi tahun 1954 sudah tak
relevan. "Kami percaya bahwa Pasal 35A merupakan hambatan dalam
pengembangan negara," ujar Modi.
Pasal 35A diperkenalkan
melalui perintah kepresidenan pada 1954. Pasal tersebut melanjutkan
peraturan wilayah yang lama berdasarkan Pasal 370 Konstitusi India.
Pasal
370 menyangkal tentang hak kepemilikan orang luar atau asing, seperti
properti, misalnya, di wilayah tersebut. Pasal itu juga memungkinkan
Kashmir memiliki konstitusi sendiri. Dalam realisasinya, undang-undang
konstitusional seperti Pasal 35A dan Pasal 370 melarang warga India atau
warga asing memasuki Kashmir tanpa izin.
BJP secara
konsisten mengadvokasi untuk mengakhiri status konstitusional khusus
Kashmir. Sebab, hal itu dianggap menghambat integrasi Kashmir dengan
negara bagian lain di India.
Para pemimpin politik di
Kashmir, yang berpenduduk mayoritas Muslim, telah memperingatkan bahwa
mencabut status khusus wilayah tersebut dapat memicu kerusuhan dan aksi
huru-hara. Di sisi lain, India memang memerangi kelompok bersenjata yang
dianggap sebagai pemberontak di wilayah tersebut selama tiga dekade
terakhir.
"Dalam
lima tahun terakhir, kami telah melakukan semua upaya yang diperlukan
untuk memastikan perdamaian di Jammu dan Kashmir melalui tindakan dan
kebijakan yang tegas," kata BJP dalam manifestonya.
"Kami
berkomitmen untuk mengatasi semua hambatan dalam cara pembangunan dan
menyediakan sumber daya keuangan yang memadai untuk semua wilayah negara
bagian," ujar BJP.
Presiden Partai Konferensi Nasional
Kashmir Farooq Abdullah mengatakan rencana Modi dan BJP mencabut status
khusus Kashmir adalah sebuah kekeliruan. Dia bersumpah tak akan
membiarkan hal itu terjadi. "Mereka keliru. Kami akan berjuang
melawannya," kata dia.
Pada 14 Februari lalu, insiden bom
bunuh diri di Pulwama, Kashmir nyaris menyeret India ke dalam
konfrontasi dengan Pakistan. India menuding Islamabad terlibat dalam
serangan yang menewaskan 44 personel militernya tersebut.
Tuduhan
itu dilayangkan meskipun kelompok Jaish-e-Mohammad telah mengkalim
bertanggung jawab dan menjadi dalang di balik insiden bom bunuh diri di
sana. Pemerintah Pakistan sendiri membantah tegas tudingan India.
Sebagai
iktikad baik Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menawarkan bantuan
kepada India untuk menyelidiki insiden tersebut. Alih-alih menerima
tawaran Khan, India justru melancarkan serangan udara ke Kashmir.
Pakistan
menembak jatuh dua tempur India yang melewati Garis Kontrol Kashmir,
yakni perbatasan de facto kedua negara. Satu pilot India ditangkap dan
ditahan. Belakangan Pakistan memutuskan memulangkan pilot tersebut guna
meredakan ketegangan dan mencegah berlanjutnya eskalasi.
Kashmir
merupakan sebuah wilayah di Himalaya dengan penduduk mayoritas Muslim
yang dipersengketakan India dan Pakistan. Beberapa kelompok di Jammu dan
Kashmir telah berperang melawan India guna meraih kemerdekaan. Kalaupun
tidak berhasil merdeka, mereka ingin berpisah dari India dan bergabung
dengan Pakistan.