Namun, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan bahwa studi kelayakan tersebut bukanlah permintaan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Yang suruh bikin (kereta supercepat) siapa? (Pemerintah) enggak (nyuruh). Itu inisiatif mereka," kata Jonan di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Jonan menjelaskan, dirinya tak akan memberikan sepeser rupiah pun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyek kereta supercepat tersebut. Sebab, saat ini prioritas pembangunan kereta tertuju untuk daerah-daerah yang tertinggal.
"Pokoknya, APBN lima tahun ini enggak boleh untuk kereta cepat. Silakan kalau BUMN mau atau untuk komersil saja," kata dia.
Jonan mengatakan bahwa kereta supercepat bukanlah prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan kata dia, apabila tak disubsidi, tiket kereta supercepat itu pasti akan lebih mahal ketimbang pesawat terbang.
Oleh karena itu, menurut Jonan, Kemenhub tak pernah menyuruh perusahaan dari negara mana pun untuk melakukan studi kelayakan rencana pembangunan kereta supercepat tersebut.
Selain Jepang, pembangunan kereta supercepat juga diminati oleh Tiongkok. Rencananya, konsultan asal negeri tirai bambu itu akan melakukan studi kelayakan dalam waktu dekat.
Credit KOMPAS.com