Mohammed bin Salman adalah anak raja Saudi dari istri ketiga dengan 12 bersaudara. (Reuters)
Riyadh - PengangkatanMohammed binSalman, anak RajaSalman, sebagai
putra mahkota Arab Saudi, menimbulkan sejumlah pertanyaan karena
langkah ini melawan tradisi, dan sang putra mahkota baru dipandang
kurang berpengalaman.
Pengamat Timur Tengah, Smith Al Hadar dari
Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) memandang kemungkinan
dementia (gangguan ingatan) dan ambisi kekuasaan melatarbelakangi
tindakan Raja Salman.
"Raja Salman ini sebenarnya sudah kehilangan
kemampuan untuk memerintah karena dia menderita dementia, penyakit
hilang ingatan dalam jangka pendek. Penyakitnya ini dan ambisinya untuk
menegakkan keluarga dia untuk memerintah Arab Saudi, telah membuatnya
kehilangan kepekaan."
Sementara
itu Dina Y. Sulaeman, direktur Indonesia Center for Middle East Studies
(ICMES) memandang pengaruh anak-anak yang menjadi alasan keputusannya.
"Saya
pikir lebih karena dipengaruhi anaknya. Beliau sudah tua dan
kelihatannya sudah mengalami insecure, sudah mengalami rasa tidak aman.
Apalagi konflik juga sangat banyak. Saya kira tidak (karena dementia)."
Raja Salman bin Abdul Aziz yang saat ini berumur 82 tahun, sebelumnya adalah Gubernur Riyadh selama 48 tahun.
Tetapi siapakah sebenarnya Mohammed bin Salman?
Salman bin Abdul Aziz menjadi raja Arab Saudi pada tahun 2015, setelah
sempat menjadi gubernur ibu kota Saudi, Riyadh, selama 48 tahun.
(AFP/GETTY IMAGES)
1. Anak Raja
Mohammed bin Salman adalah anak
raja Saudi dari istri ketiga, dari dua belas bersaudara. Pria berumur
31 tahun ini dikenal cerdas tetapi kurang berpengalaman. Pada tahun
2015, dia dipromosikan sebagai wakil putra mahkota.
Mohammed bin
Salman dikenal sebagai seseorang yang emosional, populer di kalangan
anak muda dan mengenyam pendidikan di Barat, kata Dina Y. Sulaeman.
"Memang
masih sangat muda, Pernah mengalami pendidikan di negara Barat. Memang
dikenal sebagai orang yang impulsif, jadi emosional. Populer di kalangan
anak muda di Saudi. Januari 2015, dia akhirnya diangkat sebagai menteri
pertahanan."
Tangki minyak di markas Aramco yang sahamnya dijual di pasar dunia untuk mengatasi masalah ekonomi Arab Saudi. (Reuters)
2. Ketergantungan dari minyak
Sebagai
ketua Dewan Ekonomi dan Pembangunan, Mohammed dipandang berhasil dalam
menghasilkan konsep Vision 2030, seperti dikatakan pengamat Timur
Tengah, Smith Al Hadar. "Dia memang berperan dalam menentukan visi Saudi
tahun 2030. Diproyeksikan tahun 2030 itu Saudi telah melepaskan
ketergantungannya pada minyak. Dan dia berada di balik itu."
Saat
ini sebagian besar pemasukan negara ini masih berasal dari minyak,
tetapi rendahnya harga minyak dan semakin berkurangnya cadangan dan
pasokan, membuat negara ini mengubah kebijakan ekonomi untuk masa depan.
Qatar dituding menyokong Ikhwanul Muslimin, berhubungan dekat dengan
Taliban dan afiliasi-afiliasi Al-Qaeda, dan menjalin keakraban dengan
Iran. (Getty Images)
3. MasalahQatar danYaman
Sebagai menteri
pertahanan, Mohammed dipandang yang paling bertanggung jawab atas
masalah yang dihadapi kerajaan ini terkait hubungan dengan Qatar dan
Yaman.
Saat ini sebagian pihak memandang kebijakan Saudi terkait
dengan Qatar, membuat negara itu dikucilkan pihak-pihak lain, baik oleh
sesama negara Teluk, Amerika Serikat maupun PBB.
"Apa Saudi
berpikir dengan menekan Qatar, itu nanti negara-negara besar yang selama
ini berhubungan baik dengan Qatar akan menjauh, karena mereka akan
memprioritas hubungan dengan Arab Saudi dibandingkan dengan dengan
negara kecil seperti Qatar? Tetapi ternyata negara regional seperti
Turki dan Iran itu ternyata berbalik dan mendukung Qatar," kata Smith Al
Hadar.
Terkait
dengan Yaman, pengamat Timur Tengah, Dina Y. Sulaeman memandang usia
Mohammed yang sangat muda tetapi sudah menduduki posisi strategis
menjadi menteri pertahanan membuat Saudi menghadapi masalah.
"Keputusan-keputusannya
tidak strategis. Jadi misalnya serangan ke Yaman itu kan justru sangat
merugikan Saudi. Akhirnya Saudi harus membiayai perang yang sangat mahal
dan sebenarnya secara strategis tidak menguntungkan untuk Saudi saat
ini."
4. Keberlangsungan kekuasaan keluarga
Selain Mohammed, Raja
Salman juga mengangkat anaknya Khaled yang mantan pilot, menjadi duta
besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat. Pengangkatan mereka dipandang
merupakan bagian pertama pemberian berbagai posisi penting kepada
keturunannya dan merupakan usaha pembentukan dinasti baru.
"Raja
Salman ini sedang berusaha menciptakan dinasti baru melalui garis
keturunan Salman ini, yang akan memerintah Saudi ke depan. Mengingat
Mohammed bin Salman masih muda, tentu saja dia akan berkuasa lama
menjadi raja Saudi," kata pengamat Smith Al Hadar.
5. Mendobrak tradisi
Pemunculan
Mohammed bin Salman telah menyebabkan sejumlah pihak resah karena
adanya sejumlah kejanggalan, seperti dikatakan Smith Al Hadar.
"Raja
Salman itu kan masih punya adik-adik. Dua adiknya. Dan selama ini
suksesinya itu, setelah ayah mereka, Raja Abdul Aziz, turunnya itu
saudara-saudaranya saling ganti. Jadi mestinya kalaupun Raja Salman
mengangkat orangnya, mestinya dia punya adik."
Dina Y. Sulaeman mengatakan, berdasarkan tradisi Arab Saudi seharusnya Mohammed bin Nayef memang tetap menjadi putra mahkota.
"Kalau
secara urut-urutannya, kalau misalnya Raja Salman, King Salman saat ini
meninggal, itu penggantinya Mohammed bin Nayef, bukan Mohammed bin
Salman. Meskipun Mohammed bin Salman ini putra kandung Raja Salman yang
sekarang."
Mohammed bin Nayef adalah anak dari Nayef bin Abdul Aziz, saudara Salman bin Abdul Aziz.
Presiden AS, Donald Trump bersalaman dengan Mohammed bin Salman di Gedung Putih pada bulan Maret 2017. (AFP/Getty Images)
6. Mendekat ke Amerika Serikat
Dengan
semakin berkuasanya anak-anak Raja Salman yang berpendidikan Barat,
diperkirakan hubungan Saudi dengan Amerika Serikat akan lebih erat lagi,
kata pengamat Dina Y. Sulaeman.
"Ketika zaman Obama itu kan
memang antara Saudi dengan Amerika Serikat sedikit merenggang, karena
Saudi tidak menyetujui Amerika menandatangani perjanjian nuklir dengan
Iran. Setelah kunjungan Pangeran Mohammed bin Salman ke Gedung Putih,
bulan Maret yah, itu kan salah satu pernyataannya adalah bahwa sekarang
adalah turning point."
Perubahan hubungan Saudi dengan Yaman dan
Qatar, yang kemudian menimbulkan masalah, diduga sudah dikonsultasikan
dengan Amerika Serikat. Negara itu juga baru saja menjual senjata dalam
jumlah dan nilai yang besar ke Saudi.
7. Kudeta?
Sejumlah
pihak memandang keputusan Raja Salman pada hari Rabu (21 Juni) untuk
mengangkat anak-anaknya pada posisi penting dipandang justru akan
berisiko bagi keberlangsungan kekuasaannya.
Smith Al Hadar dari
ISMES mengatakan: "Raja Salman ini tidak cukup bijaksana. Dia tidak
cukup peka melihat kenyataan di sekeliling bahwa ketidakpuasan jelas
sekali di kalangan keturunan Al Saud ini. Akan ada kasak-kusuk di
kalangan istana itu, yang bisa pecah menjadi sebuah kudeta, atau
setidaknya dalam waktu pasca Raja Salman itu akan menjadi persoalan
besar."
Tetapi
Dina Y. Sulaeman dari ICMES memandang penolakan tidaklah besar karena
Mohammed bin Nayef sendiripun sudah menyatakan dukungan terhadap
Mohammed bin Salman.
"Kalau saya perkirakan tidak yah (penolakan)
karena kekuatan terbesar sekarang ada di tangan Mohammed bin Salman
terutama di militer karena dia menjabat sebagai menteri pertahanan.
Sementara jabatan-jabatan Mohammed bin Nayef sudah langsung dilucuti dan
diapun sekarang secara resmi sudah menyatakan kesetiaan kepada Raja
Salman."
Credit
news.detik.com