Rabu, 13 Mei 2015

AS Bantah Raja Arab Tolak Bertemu Obama


AS Bantah Raja Arab Tolak Bertemu Obama  
Raja Salman mengirim putera mahkota Arab Saudi ke pertemuan puncak negara Teluk dan Amerika Serikat yang akan dipimpin oleh Presiden Barack Obama. (Reuters/Saudi Press Agency/Handout)
 
 
Washington, CB -- Gedung Putih berusaha keras mengatasi pandangan bahwa ketidakhadiran raja Arab Saudi dalam pertemuan puncak dengan negara Teluk, bisa mengecilkan upaya AS meyakinkan wilayah bahwa negara itu tetap berkomitmen dengan keamanan mereka dari ancaman Iran.

Keputusan tiba-tiba Raja Salman untuk tidak menghadiri perundingan regional yang diadakan AS minggu ini memperlihatkan bagaimana para penguasa Teluk, yang tidak senang dengan sikap tidak peduli AS terhadap perilaku Iran di dunia Arab, bisa tidak mendukung kesepakatan akhir nuklir Iran.

Sejumlah pengamat dan diplomat di Timur Tengah dan Washington memandang keputusan Salman untuk tidak menghadiri pertemuan di tempat peristirahatan kepresidenan Camp David ini sebagai penolakan diplomatik, meski para pejabat AS dan Arab Saudi menyangkalnya.

Riyadh mengumumkan keputusan ini pada Minggu (10/5), hanya dua hari setelah Gedung Putih mengatakan Raja Arab akan menghadiri pertemuan puncak Dewan Kerja Sama Teluk, GCC.

Sebagian dari negara teluk memang sejak lama meragukan komitmen Obama untuk mengkonfrontasi dukungan Iran terhadap milisi Muslim Syiah di wilayah.

Putera Mahkota Mohammed bin Nayef, yang memiliki hubungan kuat dengan jajaran politik dan keamanan AS, akan mewakili Arab Saudi dalam pertemuan 13-14 Mei ini, bersama dengan Wakil Putera Mahkota Mohammed bin Salman, anak raja yang menjabat sebagai menteri pertahanan.

Sejak Salman menjadi raja pada Januari, pasangan pejabat ini menjadi penentu sebagian besar aspek kebijakan Arab Saudi.

Hanya Kuwait dan Qatar yang akan diwakili oleh raja mereka sementara negara lain mengirim pejabat eselon yang lebih rendah.

Para pejabat AS dengan cepat menyangkal pernyataan bahwa keputusan sekutu Muslim Suni Teluk ini sebagai pertanda ketidakpuasaan terhadap diplomasi Obama dengan Iran menjelang tenggat waktu kesepakatan nuklir pada akhir Juni mendatang.

Gedung Putih mengumumkan bahwa Obama telah berbicara melalui sambungan telepon dengan Salman pada Senin (11/5) untuk memperlihatkan bahwa hubungan kedua negara masih tetap erat.

Ben Rhodes, wakil penasehat keamanan dalam negeri AS, mengatakan pemerintah yakin bahwa presiden akan berunding dengan “orang-orang yang tepat” di Kamp David.

“Mereka adalah pejabat yang bertanggungjawab untuk masalah keamanan,” ujarnya kepada wartawan dalam jumpa pers sebelum pertemuan puncak itu.

Pemerintah Arab Saudi mengatakan salah satu alasan Raja Salman tidak menghadiri pertemuan itu karena waktunya bersamaan dengan gencatan senjata kemanusiaan lima hari di Yaman, dimana koalisi pimpinan Arab Saudi mengebom pemberontak Houthi yang merupakan sekutu Iran.

Negara terkuat Teluk Arab ini sejak lama mengeluh bahwa Washington tidak benar-benar mendengarkan kekhawatirannya. Negara itu berpendapat perhatian pada upaya mencapai kesepakatan dalam program nuklir milik Tehran telah menarik perhatian AS dari masalah-masalah yang lebih penting, dan menimbulkan pertanyaan terkait komitmen keamanan yang lebih luas di wilayah itu.

Upaya Menenangkan Sekutu

Dalam upaya meyakinkan sekutu-sekutu Teluk, para pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa pertemuan puncak akan mengumumkan integrasi sistem pertahanan rudal balistik dan meningkatkan latihan militer bersama.

Mereka mengatakan akan ada pernyataan yang menggarisbawahi komitmen AS dan negara-negara Teluk, tetapi tidak menjelaskan apakah hal ini akan berupa jaminan tertulis dari AS seperti yang diminta oleh sejumlah diplomat Teluk.

Akan tetapi, para pejabat AS mengatakan tidak akan menawarkan traktat pertahanan karena akan ditentang keras Kongres.

 
Arab Saudi khawatir dengan peran Iran dalam gerakan Musliam Syiah di Timur Tengah seperti di Yaman. (Reuters/Khaled Abdullah)
Washington juga akan menawarkan senjata-senjata baru untuk melengkapi sistem pertahanan rudal yang meliputi wilayah yang lebih luas.

“Para penganut teori konspirasi terbukti benar. Amerika menciptakan ancaman bagi kami dan kemudian menawarkan sistem senjata lebih banyak. Hal ini tidak diterima dengan baik oleh kami,” ujar Sami Alfaraj, penasihat keamanan untuk GCC.

Riyadh memandang dukungan Iran terhadap milisi di Lebanon, Suriah, Irak dan Yaman merupakan penyebab ketidakstabilan terbesar di wilayah, memicu ketegangan sektarian, mengancam pemerintah yang kuat dan meningkatkan jumlah jihadis Muslim Sunni.

Arab Saudi khawatir Obama memandang kesepakatan antara negara adidaya dan Tehran merupakan warisan pemerintahannya

Mereka berpendapat, kesepakatan dengan Iran akan membuat dunia internasional mencabut sanksi yang diterapkan tanpa langkah pengendalian terhadap negara itu.

Mendukung GCC yang terdiri dari Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Arab Emirat, dan Oman, merupakan langkah penting bagi Obama untuk memperlihatkan Kongres bahwa kesepakatan dengn Iran mendapat dukungan luas di wilayah meski ditentang Israel.

Salman mengemukakan dukungan berhati-hati bagi satu kerangka kerja kesepakatan nuklir yang dicapai bulan lalu, namun berkeras bahwa kesepakatan akhir harus ketat, bisa diverifikasi dan tidak mengancam negara-negara tetangga Iran.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir pun menegaskan bahwa anggapan ada penolakan dari Salman “benar-benar melenceng”, dan dia mengatakan ketidakhadiran raja Arab itu tidak berhubungan dengan perselisihan apapun antara kedua negara.

Namun, sejumlah pihak di wilayah membeberkan alasan ketidakpuasan Arab Saudi.

“Pengalaman mereka selama enam tahun pemerintah Obama adalah jaminan, janji, kata-kata indah. Namun, akhirnya mereka tidak melakukan apapun,” ujar Mustafa Alani, pengamat keamanan Irak yang memiliki hubungan dengan dengan kementerian dalam negeri Arab Saudi.

Sejumlah diplimat di wilayah memandang ketidakhadiran Raja Salman dan sekutu dekatnya Raja Hamad dari Bahrain ini bisa berdampak negatif.

“Tentu saja (ketidakhadiran itu) merupakan penolakan. Tetapi menurut saya Obama tidak akan terganggu dengan ini. Dia menginginkan kesepakatan nuklir. Ini prioritas utama,” ujar seorang diplomat barat di wilayah.




Credit  CNN Indonesia




Bicarakan Krisis Ukraina dan Suriah, Menlu AS Kunjungi Rusia


 
JOSHUA ROBERTS / POOL / AFP Menlu AS John Kerry berjalan bersama Menlu Rusia Sergei Lavrov (kanan) saat mengunjungi monumen Perang Dunia II Zakovkzalny di Sochi, Rusia, Selasa (12/5/2015), Kerry dijadwalkan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin untuk membicarakan sejumlah isu termasuk memperbaiki hubungan kedua negara yang memburuk.

MOSKWA, CB  — Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Selasa (12/5/2015), tiba di kota wisata Laut Hitam Sochi untuk menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menlu Sergei Lavrov.

Menlu Kerry merupakan pejabat tertinggi AS yang mengunjungi Rusia sejak konflik bersenjata pecah di Ukraina. Kunjungan ini juga menjadi yang pertama bagi Kerry dalam dua tahun terakhir.

Kerry (71) memulai kunjungannya dengan meletakkan karangan bunga di sebuah monumen peringatan Perang Dunia II sebelum menggelar pertemuan yang diyakini akan fokus pada masalah krisis Ukraina dan Suriah.

Hubungan diplomatik antara Rusia dan AS jatuh ke titik terendah sejak Perang Dingin. Kedua pihak saling serang pernyataan terkait keterlibatan dalam krisis Ukraina.

"Sangat penting bagi kami untuk tetap membuka jalur komunikasi. Selain itu, mencoba untuk berbicara dengan para pembuat keputusan senior juga sangat penting," ujar seorang pejabat Kemenlu AS, sehari sebelum kunjungan Kerry ini.

Sementara itu, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut pertemuan para pejabat senior AS dan Rusia ini merupakan sebuah langkah positif.

"Lewat dialog, sangat mungkin menemukan cara untuk normalisasi (hubungan), kerja sama lebih erat dalam hal menghadapi masalah-masalah internasional," ujar Peskov.

"Rusia tak pernah menjadi inisiator pertemuan ini. Kami sudah berulang kali menyatakan dalam berbagai kesempatan dan Presiden (Putin) juga menegaskan bahwa Rusia tak pernah mengawali kebekuan hubungan ini dan kami selalu terbuka untuk menggelar dialog lebih luas," lanjut Peskov.

Moskwa selama ini menuding Washington berada di belakang penggulingan mantan Presiden Ukraina Viktor Yanukovich, yang adalah sekutu Rusia, tahun lalu.

Sementara itu, Washington menuduh Rusia tak berniat menarik mundur peralatan perangnya, termasuk tank dan artileri berat dari wilayah timur Ukraina yang mengganggu perjanjian damai yang disepakati di Minsk, Belarus, pada Februari lalu.

Sanksi ekonomi saat ini dijatuhkan kepada Rusia setelah negeri itu menganeksasi Semenanjung Crimea pada Maret lalu dan sejak saat itu semakin memperkuat genggamannya terhadap bekas wilayah Ukraina tersebut.



 Credit  KOMPAS.com




Filipina dan Jepang Gelar Latihan Perang di Laut China Selatan


 
RITCHIE B. TONGO / POOL / AFP Seorang prajurit Filipina berjaga di pantai Pulau Pagasa di gugusan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang disengketakan.

MANILA,CB - Dua kapal perusak milik Angkatan Laut Jepang dan sejumlah kapal perang terbaru AL Filipina memulai sebuah latihan militer bersenjarah di Laut China Selatan yang disengketakan, Selasa (12/5/2015), sekaligus menunjukkan aliansi kedua negara menghadapi China.

Latihan perang selama satu hari itu merupakan latihan pertama kedua negara sejak Perang Dunia II berakhir. Latihan bersama tersebut digelar di wilayah yang berjarak kurang dari 300 kilometer dari busung laut yang diklaim Filipina namun kini di bawah kendali China.

Pemerintah Filipina menegaskan bahwa latihan itu semata difokuskan untuk mengembangkan kemampuan militernya. Namun, para pengamat mengatakan latihan ini merupakan sinyal jelas kepada China terkait sengketa wilayah yang sudah berlangsung lama itu.

"Pertama mereka (Jepang dan Filipina) ingin menunjukkan bahwa para negeri tetangga China di Pasifik mulai berusaha untuk mengimbangi kekuatan China," kata Profesor Michael Tkacik, pakar kebijakan luar neger Universitas Stephen F Austin, Texas.

"Jepang, Filipina, Vietnam dan negara-negara lain bahkan hingga India merasa terancam dengan perilaku China. Sehingga, Filipina dan Jepang membuat sebuah pernyataan bersama tentang keseriusan mereka memandang aksi China," lanjut Tkacik.

China dalam beberapa tahun terakhir menciptakan kekhawatiran regional sejak negeri itu semakin agresif untuk menguasai wilayah di Laut China Selatan dan sejumlah pulau yang diklaim Jepang di Laut China Timur.

China bersikukuh memiliki kedaulatan di hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Namun, Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei juga mengklaim wilayah sama yang sangat penting dalam jalur pelayaran dunia dan diyakini mengandung kandungan minyak dan gas bumi dalam jumlah yang sangat besar.



 Credit  KOMPAS.com




Helikopter Marinir Amerika Hilang di Nepal


 
Reuters Helikopter jenis UH-1Y Hueys milik marinir Amerika yang jatuh di Nepal ketika membawa pasokan untuk korban gempa.

  CB - Satu helikopter milik korps marinir Amerika Serikat yang menjadi bagian dari operasi penyelamatan di Nepal dilaporkan hilang, Selasa (12/5/2015).

Menurut Pentagon, ada delapan orang di dalam helikopter tersebut, terdiri dari enam tentara marinir AS dan dua prajurit Nepal.

Mereka hilang di dekat Desa Charikot yang parah terkena gempa. Ketika hilang, helikopter ini membawa beras dan terpal untuk para korban gempa.

Peran helikopter amat penting dalam upaya pertolongan di Nepal mengingat banyaknya tempat yang sulit dijangkau lewat darat.

Juru bicara Pentagon, Kolonel Steve Warren, menyebutkan bahwa laporan di darat mendengar helikopter itu mengalami masalah bahan bakar sebelum hilang kontak.

Upaya pencarian selama 90 menit dilakukan oleh tiga pesawat V-22 milik marinir sampai malam menjelang. Pencarian terhadap helikopter ringan itu akan diteruskan lagi hari hari.

Sementara pencarian di darat oleh angkatan bersenjata Nepal terus berlangsung.

Helikopter yang jatuh ini merupakan satu dari tiga helikopter marinir jenis UH-1Y Hueys yang turut serta dalam pertolongan terhadap korban gempa 7,8 skala Richter di Nepal.

Gempa tersebut baru saja diikuti oleh gempa susulan yang terjadi kemarin.



 Credit  KOMPAS.com




Anggota Intelijen Pakistan Bantu AS Lacak Osama bin Laden


 
AFP Presiden Barack Obama dan para anggota tim keamanan nasional AS di Situation Room di Gedung Putih saat menerima perkembangan terbaru dari misi penyerbuan di tempat tinggal Osama bin Laden di Pakistan tahun 2011.

ISLAMABAD, CB - Dua mantan petinggi militer Pakistan, Selasa (12/5/2015), mengakui seorang pembelot dari dinas intelijen negeri itu membantu AS dalam memburu Osama bin Laden.

Namun, kedua mantan pejabat itu membantah bahwa Amerika Serikat dan Pakistan secara resmi bekerja sama untuk menangkap pemimpin Al Qaeda itu.

Pengakuan para pejabat itu muncul setelah publikasi artikel kontroversial yang ditulis jurnalis AS Seymour Hersh yang mengklaim banyak kebohongan di balik tewasnya Osama bin Laden di Abottabad, Pakistan pada 2011.

Salah satu kebohongan yang ditutupi itu, menurut artikel yang ditulis Hersh, adalah AS dan Pakistan telah bekerja sama dalam perburuan Bin Laden. Namun, kemudian AS mengakui penangkapan tersebut sebagai operasi penyusupan rahasia.

Bantahan serupa juga datang dari Gedung Putih dan menegaskan AS tak pernah memberitahu pemerintah Pakistan terkait operasi khusus di Abottabad yang berujung pada kematian Bin Laden.

Seorang mantan pejabat Pakistan, yang pada saat penggrebekan kediaman Bin Laden terjadi masih menjadi salah seorang perwira tinggi militer, mengatakan bahwa si pembelot itu adalah seorang perwira menengah intelijen yang memiliki banyak sumber daya dan informasi.

Keterangan ini hampir sama dengan keterangan sumber pejabat AS yang dikutip Hersh dalam artikelnya. Pejabat itu mengatakan seseorang mendatangi kepala biro CIA di Islamabad pada 2010. Dia menjanjikan berbagai informasi yang bisa membuat AS menemukan Osama bin Laden.

Namun, sumber militer Pakistan kepada AFP mengatakan si pembelot tersebut tak mengetahui bahwa sasarannya adalah Bin Laden. Sumber ini juga menegaskan si pembelot bukan anggota ISI, badan intelijen utama Pakistan. Dia adalah anggota badan intelijen lain dan kini si pembelot sudah berada di AS.

Sumber lainnya, yaitu mantan kepala ISI Hamid Gul mengatakan, dia sudah mengetahui informasi terkait adanya seorang pembelot. "Saya sudah mengetahui bahwa ada seseorang yang membelot. Hadiahnya terlalu besar untuk ditolak, dia kemudian menjadi agen ganda untuk menjalankan rencana mereka (AS)," ujar Gul.

Berdasarkan artikel Hersh, AS mengetahui bahwa pemerintah Pakistan sudah "memiliki" Bin Laden dan akan menggunakannya sebagai tameng untuk menangkal serangan Al Qaeda dan Taliban.

Kemudian, masih menurut artikel Hersh, AS meyakinkan Pakistan untuk menggelar sebuah penggerebekan palsu untuk membunuh Bin Laden untuk meningkatkan popularitas Presiden Barack Obama, yang saat itu masih menjalani masa jabatannya yang pertama.

Namun, kedua mantan pejabat Pakistan ini dan beberapa pejabat lain yang masih berada di dalam pemerintahan saat ini, membantah bahwa telah terjadi kesepakatan antara AS dan Pakistan sebelum operasi penggerebekan di Abottabad digelar.

Setelah 10 tahun perburuan, Osama bin Laden diketahui berada di kota Abottabad, yang dikenal dengan akademi militernya. Lokasi persembunyian Bin Laden yang tak jauh dari pusat militer Pakistan itu memicu tudingan pemerintah Pakistan bekerja sama dengan Al Qaeda.





Credit   KOMPAS.com





Gedung Putih Bantah Berbohong soal Pembunuhan Osama bin Laden


 
AFP Presiden Barack Obama dan para anggota tim keamanan nasional AS di Situation Room di Gedung Putih saat menerima perkembangan terbaru dari misi penyerbuan di tempat tinggal Osama bin Laden di Pakistan tahun 2011.

WASHINGTON, CB — Pemerintahan Presiden Barack Obama, Senin (11/5/2015), membantah klaim bahwa laporan resmi tentang serangan yang menewaskan Osama bin Laden tahun 2011 tidak sesuai dengan kenyataan. Gedung Putih menyatakan, klaim bahwa Pakistan bekerja sama dengan AS untuk membunuh mantan pemimpin Al Qaeda itu "tidak akurat dan tidak berdasar".

Menurut laporan terbaru yang dibuat Seymour Hersh, seorang wartawan investigasi, Bin Laden telah ditahan sebagai tahanan badan intelijen Pakistan (atau ISI) dan sejumlah jenderal serta pejabat intelijen Pakistan telah bersepakat sebelumnya dengan misi Navy Seal AS untuk membunuhnya.

"Ada terlalu banyak ketidakakuratan dan pernyataan tak berdasar dalam klaim itu," kata seorang juru bicara keamanan nasional Gedung Putih dalam sebuah pernyataan kepada wartawan yang pertama kali dirilis CNN. Pernyataan itu juga menegaskan bahwa serangan tersebut sepenuhnya merupakan "operasi AS".

"Presiden memutuskan sebelumnya untuk tidak menginformasikan pemerintah mana pun, termasuk Pemerintah Pakistan, yang tidak diberi tahu hingga setelah serangan itu terjadi," kata juru bicara tersebut.

Hersh, yang meraih hadiah Pulitzer tahun 1970 untuk laporannya tentang pembantaian My Lai di Vietnam, mempersoalkan laporan Gedung Putih dalam sebuah artikel sebanyak 10.000 kata yang mengandalkan kesaksian dari seorang mantan pejabat intelijen AS yang tidak disebutkan namanya.

Laporan resmi itu "palsu", tulis Hersh di London Review of Books. Menurut dia, Pemerintah AS telah menipu dunia soal kematian Bin Laden sehingga pemerintahan Presiden Barack Obama bisa mengklaim kemenangan perang melawan Al Qaeda. Hersh menuding, Pemerintah AS sebenarnya sudah mengetahui posisi Bin Laden, yang diyakini sebagai dalang selangan 11 September di New York, di kota Abottabad, Pakistan.

Di kota itu, Bin Laden selama bertahun-tahun tinggal di sebuah rumah besar yang berlokasi tak jauh dari sebuah akademi militer Pakistan. Abottabad memang dikenal sebagai kota militer Pakistan.

Berdasarkan investigasinya, Hersh menyebut pemerintahan Obama sudah melakukan negosiasi dengan Pemerintah Pakistan dan dinas intelijen negeri itu sebelum menyerbu kediaman Bin Laden di Abottabad. Dengan mengutip seorang sumber anonim, Hersh mengatakan, ISI mematikan aliran listrik ke kediaman Bin Laden sebelum pasukan elite Navy SEAL menyerbu rumah itu demi mencegah intervensi militer Pakistan. Menurut sejumlah laporan yang dikutip Hersh, tak ada baku tembak dalam penggerebekan itu dan satu-satunya peluru yang dilepaskan adalah yang memutus nyawa Osama bin Laden. Presiden Obama menyembunyikan kebenaran di balik operasi ini menjelang pemilihan demi meningkatkan popularitas pemerintahannya.

Berlawanan dengan laporan resmi, di mana CIA melacak Bin Laden dengan menelusuri telepon salah seorang kurir, Hersh mengklaim bahwa informasi intelijen penting datang pada Oktober 2010 dari seorang yang memberikan informasi ke kantor perwakilan CIA di Islamabad. Seorang pejabat tinggi intelijen Pakistan, kata dia, memberikan informasi keberadaan Bin Laden kepada CIA dengan harapan mendapatkan hadiah uang sebesar 25 juta dollar AS. Perwira intelijen itu mengungkapkan keberadaan Bin Laden kepada Jonathan Bank, yang saat itu menjadi kepala perwakilan CIA, demi mendapat bagian dari uang hadiah sebesar 25 juta dollar itu.

Informasi tersebut, menurut laporan Hersh, memulai proses tawar-menawar selama enam bulan yang melibatkan pejabat tinggi Pakistan, termasuk Jenderal Ashfaq Parvez Kayani, kepala staf tentara, dan Jenderal Ahmed Shuja Pasha, direktur jenderal ISI.

Penarikan Bank dari Pakistan pada Desember 2010 setelah kedoknya terbongkar merupakan bagian dari operasi tabir asap untuk menutupi perjanjian AS-Pakistan terkait Bin Laden.

Laporan Hersh mendapat skeptisisme luas di AS dari para analis intelijen dan mantan anggota CIA, termasuk Michael Morrell, yang merupakan Wakil Direktur CIA tahun 2010-2013. "Saya mulai membaca artikel itu tadi malam, saya baru baca sepertiga dan saya berhenti karena setiap kalimatnya tidak benar," kata Morrell kepada CBS News. "Sumber yang Hersh ajak bicara tidak tahu apa-apa tentang apa yang dia bicarakan."

Banyak analis mengecam ketergantungan Hersh kepada seorang pensiunan perwira intelijen. Mereka mengatakan, banyak dari apa yang sumber itu sampaikan kepada wartawan itu tidak sesuai dengan fakta yang diketahui publik dan dapat diverifikasi.

Peter Bergen, yang sudah lama jadi pengamat keamanan untuk CNN dan membuat wawancara televisi pertama dengan Bin Laden tahun 1997, melontarkan kecaman pedas. "Laporan Hersh tentang penyerbuan terhadap Bin Laden merupakan omong kosong belaka yang bertentangan dengan laporan banyak saksi mata dan akal sehat sederhana," tulisnya.

Hersh, yang juga berperan dalam membongkar penganiayaan tahanan AS di penjara Abu Ghraib di Irak tahun 2004, telah menjadi tokoh kontroversial dalam beberapa tahun terakhir terkait kesukaannya merangkul teori konspirasi.

Hersh, Minggu, mempertahankan posisinya. Ia mengatakan kepada CNN bahwa dirinya telah "memeriksa" dan "memverifikasi" sumber-sumber dan informasi untuk artikel tentang Bin Laden itu. "Anda tahu, saya sudah lama dalam bisnis ini, dan saya memahami konsekuensi dari apa yang saya katakan," katanya.




 Credit   KOMPAS.com




F-18 milik AS jatuh


F-16 milik AS jatuh
Jet tempur F-16 Fighting Falcon (www.wikipedia.org)
Washington (CB) - Sebuah pesawat tempur F-18 Amerika Serikat jatuh di Teluk setelah tinggal landas dari sebuah kapal induk pada Selasa tetapi dua anggota awaknya selamat tanpa cedera serius, kata pejabat militer seperti dikutip AFP, Rabu.

Pesawat Super Hornet lepas landas dari kapal induk USS Theodore Roosevelt di Teluk Arab pukul 13.30 GMT (20.30 WIB) sebelum jatuh, kata Angkatan Laut AS.

"Dua personel pesawat tempur itu berhasil keluar dari pesawat, selamat dalam kecelakaan dan segera diselamatkan oleh personel SAR dari kapal itu," katanya. "Laporan awal menyebutkan keduanya dalam keadaan sadar dan tak menderita cedera serius."

Penyebab jatuhnya pesawat sedang diselidiki tetapi para pejabat menegesampingkan akibat "tindakan bermusuhan," katanya.

Dua awak pesawat itu berasal dari Skuadron 211 Strike Fighteryang berpangkalan di Pangalan Angkatan Laut Oceana di Virginia.

Credit  ANTARA News




Fakta Terbaru Keterlibatan Rusia dalam Konflik Ukraina

Kelompok separatis pro-Rusia di Ukraina Timur (Foto: Reuters)
Kelompok separatis pro-Rusia di Ukraina Timur (Foto: Reuters)
MOSKOW  (CB) – Oposisi Pemerintah Rusia mengungkap fakta dan laporan terbaru yang menunjukan keterlibatan Rusia dalam perang di Ukraina Timur. Dalam laporan itu disebutkan besaran dana yang dikucurkan Rusia untuk mendukung kelompok separatis di Ukraina Timur, hingga berapa banyak pasukan Rusia yang telah tewas akibat turut berperang di Ukraina Timur.
“Pemerintah Rusia telah menghabiskan lebih dari 53 miliar rubel (setara sekira Rp13 triliun) untuk mendukung separatis di Ukraina Timur, dan setidaknya 220 prajurit Rusia tewas dalam pertempuran di sana,” demikian pernyataan laporan tersebut, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu (13/5/2015).
Pihak oposisi juga mengungkap alasan mengapa informasi seputar banyaknya prajurit Rusia yang tewas tidak pernah muncul kepada publik. Menurut mereka, dalam laporan itu Kremlin menggelontorkan sejumlah uang untuk membungkam keluarga prajurit yang tewas di Ukraina Timur.
“Kerabat mereka menerima tiga juta rubel sebagai kompensasi asalkan mereka tidak berbicara secara terbuka tentang kematian para prajurit Rusia. Banyak prajurit Rusia yang lebih memilih untuk mundur dari satuan militernya daripada mendapat perintah untuk melakukan serangan ke Ukraina Timur.” sambung laporan tersebut.
Banyak prajurit Rusia yang lebih memilih untuk mundur dari satuan militernya daripada mendapat perintah untuk melakukan serangan ke Ukraina Timur.
Sedangkan bagi mereka yang memutuskan menerima tugas itu mendapat bayaran 9.000 rubel, atau sekira Rp. 20 juta perbulan. Laporan itu sendiri merupakan proyek terakhir yang dikerjakan oleh ketua oposisi Rusia, Boris Nemtsov yang tewas ditembak beberapa waktu lalu. Pasca-kematian Nemtsov, laporan itu dirampungkan oleh simpatisannya dan akhirnya dirilis baru-baru ini.
Sebelumnya, sempat muncul juga sebuah laporan yang dibuat oleh aktivis HAM di Moskow, dan kesaksian beberapa prajurit Rusia yang tidak ingin disebutkan identitasnya. Kesaksian tersebut tidak jauh berbeda dari laporan oposisi Pemerintah Rusia.
Berdasarkan pengakukan salah seorang mantan prajurit yang dirahasiakan identitasnya. disebutkan bahwa para prajurit Rusia terus diperintahkan untuk merangsek ke dalam wilayah Ukraina Timur. Bagi mereka yang menolak perintah diancam akan dijebloskan ke dalam penjara.
Kesaksian mantan prajurit Rusia itu terang-terangan mementahkan bantahan-bantahan yang kerap dilontarkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai keterlibatan mereka dengan kelompok separatis di Ukraina Timur.


Credit  Okezone



Banyak Pihak Bantah Teori Rekayasa soal Bin Laden

Jurnalis AS Seymour Hersh menulis sebuah artikel mengenai konspirasi seputar kematian Osama bin Laden. (Foto : Reuters)
Jurnalis AS Seymour Hersh menulis sebuah artikel mengenai konspirasi seputar kematian Osama bin Laden.
WASHINGTON  (CB) – Sebuah artikel mengenai dugaan rekayasa yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang ditulis jurnalis Seymour Hersh mendapatkan bantahan dari banyak pihak. Sebelumnya Hersh, seorang jurnalis kawakan menulis artikel mengenai tewasnya Pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden yang menurutnya penuh rekayasa.

Dalam artikelnya, Hersh menyatakan Osama yang tewas ditembak dalam sebuah operasi militer AS di Abbottabad, Pakistan, sebenarnya telah tertangkap oleh pihak intelijen Pakistan pada 2006. Bin Laden, tulisnya saat itu digunakan oleh militer Pakistan untuk mempengaruhi Al Qaeda dan Taliban.
Dia kemudian menyatakan setelah AS mengetahui hal ini. Militer Pakistan pun setuju untuk merekayasa penyerangan terhadap bin Laden untuk tetap berada dalam sisi baik AS sekaligus menghilangkan potensi kerusuhan yang mungkin terjadi jika mereka menyerahkan bin Laden, yang merupakan sosok populer di Pakistan, kepada AS.

Tuduhan ini dibantah oleh juru bicara dari Gedung Putih, Josh Earnest. Dia menyatakan artikel itu penuh dengan hal-hal yang tidak akurat dan salah, dengan menggaris bawahi fakta bahwa serangan di Abbottabad adalah tindakan sepihak dari militer AS tanpa bantuan pihak lainnya.
Reaksi serupa juga disampaikan mantan Wakil Direktur Dinas Intelijen AS (CIA), Michael Morrell, yang menyatakan apa yang ditulis Hersh adalah salah.

“Saya mulai membaca artikel itu tadi malam. Saya membaca sampai sepertiga artikel saja karena setelah itu semua yang saya baca salah. Sumber yang dikatakan Hersh sama sekali tidak tahu apa yang dia bicarakan,” kata Morrell seperti dikuti Sydney Morning Herald, Selasa (12/5/2015).

Sumber artikel juga menjadi hal yang dipermasalahkan sesama jurnalis. Max Fisher dari Vox mengungkapkan bahwa narasumber yang dipilih Hersh kurang mendukung dan sulit untuk dikonfirmasi.
Cerita yang dibuat Hersh bersumber dari dua orang narasumber: seorang pensiunan pejabat senior dinas intelijen yang tidak disebutkan namanya, dan seorang lagi seorang mantan kepala intelijen Pakistan yang menjabat pada 1990 sampai 1992, Assad Durani. Keduanya tidakmemiliki informasi langsung terkait kejadian tersebut.

Fisher yang sempat mengunjungi lokasi terbunuhnya bin Laden juga menyebutkan kemarahan pihak Pakistan atas tindakan sepihak AS yang menyerbu Abbottabad tanpa koordinasi merupakan kontradiksi dari teori Hersh. Akibat aksi sepihak As ini hubungan kedua negara menjadi renggang.
“Cerita Hersh penuh dengan justifikasi, namun faktanya menunjukkan kontradiksi dengan klaimnya. Jawaban yang dia berikan hanya bahwa hal ini menunjukkan sedalam apa rahasia ini disimpan,” tulis Fisher.



Credit  Okezone

KBRI Nigeria Diancam Diserang Kelompok Militan

KBRI Nigeria dapat surat ancaman (Foto: Okezone)
KBRI Nigeria dapat surat ancaman (Foto: Okezone)
ABUJA   (CB) – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abuja, Nigeria, mendapat surat ancaman penyerangan dari kelompok militan. Surat Ancaman itu datang dari kelompok yang menyebut dirinya M.O.G.
“Setelah pertemuan para pemimpin (M.O.G) dilakukan, kami mempertingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak lagi membunuh warga Nigeria. Hal ini untuk mencegah tindakan lebih lanjut dari kami (M.O.G),” demikian isi surat ancaman dari kelompok M.O.G, yang diterima Okezone, Selasa (12/5/2015).
“Kami tidak puas dengan perkembangan yang terjadi. Kami memperingatkan Pemerintah Indonesia untuk segera berhenti membunuh warga Nigeria,” lanjut pernyataan surat tersebut.
Kuat dugaan, ancaman tersebut berkaitan dengan eksekusi mati tiga gembong narkoba asal Nigeria. Ketika itu, eksekusi mati dilakukan di Nusakambangan, Cilacap, Indonesia.
Ancaman di surat tersebut juga menyebutkan jajaran staf KBRI Abuja di Nigeria. “Ini adalah daftar dari staf Anda. Mr. Harry Purwanto, Eko Indiarto, Herian Yuliansyah, Lutfi Anggara, dan Noro Setyo. Kami akan mengambil tindakan lebih lanjut pada nama-nama tersebut, jika hal yang sama masih terulang,” demikian isi surat ancaman tersebut.
Hingga kini, belum terungkap siapa sebenarnya kelompok M.O.G tersebut. Mendengar laporan surat ancaman dari KBRI Abuja, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI telah mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak mengunjungi beberapa negara bagian di Nigeria.
“Himbauan kepada masyarakat Indonesia untuk tidak mengunjungi negara bagian yang masih dinyatakan sebagai State Emergency (darurat) oleh Pemerintah Nigeria, yaitu negara bagian Borno , Yobe, dan Adamawa,” demikian imbauan Kemlu melalui laman resminya.


Credit  Okezone


KBRI Nigeria Diancam Diserang, Ini Tanggapan Kemlu

Juru Bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir (Foto: Ferry/Okezone)
Juru Bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir (Foto: Ferry/Okezone)
JAKARTA  (CB) – KBRI Abuja di Nigeria dilaporkan mendapat surat ancaman dari sebuah kelompok militan bernama M.O.G. Mendengar ancaman tersebut, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI segera bertindak.
“Semua ancaman yang diterima kepada KBRI Abuja, Nigeria, telah ditindaklanjuti secara serius dengan Standard Operation Prosedur (SOP) tertentu,” ujar Juru Bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir melalui pesan singkat kepada Okezone, Rabu (13/5/2015).
“Dalam hal ancaman terhadap beberapa staf KBRI Abuja, hal itu telah dilaporkan kepada pihak polisi setempat dan kami telah berkoordinasi dengan otoritas Nigeria. Saat ini sedang dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap surat dan keseriusan ancaman tersebut,” lanjutnya.
Sebagaimana diberitakan, isi surat ancaman yang diterima KBRI Abuja, Nigeria, menyebutkan beberapa nama diplomat dan staf kedutaan.
“Kami memperingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak lagi membunuh warga Nigeria. Hal ini untuk mencegah tindakan lebih lanjut dari kami (M.O.G). Ini adalah daftar dari staf Anda. Mr. Harry Purwanto, Eko Indiarto, Herian Yuliansyah, Lutfi Anggara, dan Noro Setyo. Kami akan mengambil tindakan lebih lanjut pada nama-nama tersebut, jika hal yang sama masih terulang,” demikian isi surat ancaman tersebut.
Kuat dugaan, ancaman tersebut berkaitan dengan eksekusi mati tiga gembong narkoba asal Nigeria. Ketika itu, eksekusi mati dilakukan di Nusakambangan, Cilacap, Indonesia.



Credit Okezone

Selasa, 12 Mei 2015

RI Siap Jadi Penengah Konflik Laut Tiongkok Selatan

RI dalam posisi netral dan tidak mengklaim wilayah mana pun.

RI Siap Jadi Penengah Konflik Laut Tiongkok Selatan
Reklamasi daratan oleh China di Laut China Selatan. Foto diberikan oleh pemerintah Filipina. (Reuters)
CB - Wakil Menteri Luar Negeri RI, A.M Fachir, mengatakan Indonesia siap berperan aktif dalam mencari solusi atas konflik di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu, justru kian tak diketahui titik temunya, khususnya setelah Tiongkok dan Vietnam sama-sama melakukan reklamasi terhadap wilayah yang tengah disengketakan.

Ditemui di ruang Nusantara, Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Senin 11 Mei 2015, Fachir mengatakan Indonesia akan melakukan berbagai pendekatan, mekanisme, dan forum untuk mencari solusi konflik di LTS. Bahkan, pendekatan tersebut juga akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

"Kita akan lakukan terus sebagai bagian dari kontribusi kita," ujar mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi.

Fachir pun mengisyaratkan, Indonesia siap untuk menjadi penengah dalam konflik tersebut. Lantaran, RI bukan termasuk salah satu negara yang ikut mengklaim wilayah yang tengah disengketakan.

"Konflik bukan suatu solusi, tetapi bagaimana, agar menampilkan kepentingan bersama. Kepentingan bersama itulah stabilitas," tambah Fachir.

Kesiapan Indonesia untuk menjadi penengah dalam konflik sengketa LTS telah disampaikan Presiden Joko Widodo ketika diwawancarai oleh media Jepang, Asahi pada 2014. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, dia akan bekerja untuk menemukan solusi diplomatik dan bukan militer terhadap konflik yang memanas itu.

"Kami berharap, solusi diplomatik dan jika perlu Indonesia siap memainkan peran sebagai perantara. Saya menolak solusi militer," tegas Jokowi di harian berbahasa Jepang tersebut.

Dalam wawancara itu, Jokowi juga menjanjikan, dia akan membantu mempercepat penyusunan sebuah kode etik tentang hubungan antara Tiongkok dan 10 negara anggota ASEAN. Isu sengketa wilayah ini, bahkan mendominasi ketika digelar pertemuan antar pemimpin ASEAN di Kuala Lumpur.



Credit  VIVA.co.id



Yunani Terancam Krisis Uang Tunai

Krisis dapat terjadi dalam dua pekan mendatang.

Yunani Terancam Krisis Uang Tunai
Menkeu Yunani Yanis Varoufakis dan Ketua Eurogroup Jeroen Dijsselbloem. (REUTERS/Francois Lenoir)
 
  CB - Menteri Keuangan Yunani, Yanis Varoufakis, mengatakan,  keuangan negaranya dalam situasi mendesak, dan krisis dapat terjadi dalam beberapa pekan mendatang.

Dikutip dari BBC, Selasa, 12 Mei 2015, Yanis mengeluarkan peringatan setelah pertemuan menteri keuangan Eropa di Brussel untuk membahas dana talangan Uni Eropa dan IMF kepada Yunani.

Para menteri keuangan berpendapat Yunani telah membuat kemajuan, namun masih ada beberapa pekerjaan yang dibutuhkan. Saat ini pemerintah Yunani, tengah berusaha membayar kewajiban mereka.

Sebelumnya Yunani telah mulai membayar bunga utang IMF sebesar 750 juta euro, sehari sebelum batas waktu yang ditentukan. "Likuiditas adalah isu yang sangat mendesak," kata Varoufakis.

Yunani memiliki waktu hingga akhir Juni, untuk mencapai kesepakatan reformasi dengan para kreditor internasional. Namun krisis menambah prospek gagalnya Yunani membayar utang dan meninggalkan euro.

Zona euro bersikeras penerapan reformasi ketat oleh Yunani, termasuk pemotongan dana pensiun, sebagai syarat pemberian dana talangan. Namun hal itu ditolak oleh pemerintah baru Yunani.

Partai Syriza yang berkuasa saat ini, telah berjanji menghentikan pengetatan anggaran, dengan berusaha melakukan negosiasi pembayaran utang dengan Uni Eropa dan IMF.

Pemimpin Eurogroup, Jeroen Dijsselbloem, mengatakan harus ada perjanjian penuh soal dana talangan, sebelum Yunani dapat menerima pembayaran dana talangan berikutnya.

Saat ini Yunani masih menunggu disalurkannya dana tahap terakhir sebesar 7,2 miliar euro, dari total 240 miliar dana talangan Uni Eropa dan IMF.


 Credit  VIVA.co.id




Presiden Prancis Serukan Diakhirnya Embargo AS Atas Kuba

Dia menjadi pemimpin barat pertama yang berkunjung ke Kuba.

Presiden Prancis Serukan Diakhirnya Embargo AS Atas Kuba
Presiden Prancis Francois Hollande dan Presiden Kuba Raul Castro (REUTERS/ADALBERTO ROQUE)
 
  CB - Presiden Prancis Francois Hollande, menyerukan diakhirinya embargo Amerika Serikat (AS) atas Kuba, dalam kunjungan bersejarah ke Havana, Senin, 11 Mei 2015.

Dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 12 Mei, Hollande menjadi pemimpin Barat pertama yang berkunjung ke Kuba, sejak AS dan Kuba sepakat memulai proses perbaikan hubungan, pada 2014.

Hollande mengatakan Prancis akan melakukan apa yang mereka bisa, untuk membuat embargo yang telah melukai pembangunan Kuba selama lebih dari setengah abad, akhirnya dicabut.

Setelah mengumumkan kesepakatan untuk memperbaiki hubungan, pada Desember 2015, Presiden AS Barack Obama telah meminta pada Kongres untuk mencabut semua embargo yang diberlakukan sejak 1962.

Namun Obama harus melalui pertarungan politik, untuk dapat memulihkan hubungan dengan Kuba. Dia harus melalui rintangan, karena penolakan dari kubu Republik yang saat ini menguasai Senat dan DPR.

Obama sejauh ini hanya dapat menggunakan otoritas eksekutifnya, untuk melonggarkan beberapa aspek embargo, termasuk larangan perjalanan dan pengiriman uang ke Kuba.

Hollande yang dijadwalkan bertemu dengan Presiden Kuba Raul Castro, meminta Kuba membuka ekonominya, karena ada minat yang besar untuk melakukan bisnis dengan Kuba.

"Prancis ingin menjadi negara pertama di Eropa, di antara negara-negara Barat, untuk dapat mengatakan pada rakyat Kuba, bahwa kami akan ada di sisi mereka, jika mereka memutuskan untuk membuka diri," kata Hollande.



Credit  VIVA.co.id




Pakistan Beri Penghargaan Bagi Korban Kecelakaan Helikopter

Bagi dubes Norwegia dan Filipina, serta istri dubes RI dan Malaysia.

Pakistan Beri Penghargaan Bagi Korban Kecelakaan Helikopter
Petinggi militer Pakistan menenangkan putra dubes RI untuk Pakistan. (REUTERS/Faisal Mahmood)
  CB - Pakistan menyerahkan penghargaan sipil tertinggi, bagi dua duta besar (dubes) asing yang tewas dalam kecelakaan helikopter di Gilgit, yang juga menewaskan istri dubes Indonesia dan Malaysia.

Dilansir dari laman GMA Network, Selasa, 12 Mei 2015, pemberian penghargaan diumumkan oleh Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, pada acara pemakaman di Islamabad.

Selain istri dubes Indonesia dan Malaysia, kecelakaan helikopter pada Jumat, 8 Mei lalu, menewaskan dubes Norwegia dan Filipina serta istri mereka masing-masing, dua pilot dan seorang kru helikopter.

"Sebagai pengakuan atas pelayanan mereka, untuk kontribusi mereka dalam membina hubungan bilateral yang lebih erat, saya merekomendasikan presiden, untuk memberikan penghargaan Sitara-e-Pakistan," kata Sharif.

Selain korban tewas, Sharif tidak menyebut penghargaan bagi korban yang terluka, termasuk dubes Indonesia untuk Pakistan Burhan Muhammad. Menurut rencana, Burhan akan menjalani perawatan di Singapura.

Namun proses evakuasi Burhan pada Senin, 11 Mei, batal dilakukan karena kondisi fisiknya menurun. Helikopter yang mengalami kecelakaan, adalah satu dari tiga helikopter yang membawa delegasi dubes-dubes asing.

Mereka direncanakan mengikuti tiga hari perjalanan ke Gilgit Baltistan, untuk melihat proyek-proyek pembangunan bersama Sharif. Pakistan mengklaim kecelakaan terjadi karena kesalahan teknis saat mendarat.



Credit  VIVA.co.id