Peta
daerah kekuasaan ISIS di Irak dan Suriah, termasuk Mosul yang menjadi
basis terbesarnya di Irak, sedangkan di Suriah mereka memiliki Raqqa.
(Washington Post)
Strategi perang ini bisa mengubah Mosul seperti Aleppo
Baghdad/Erbil, Irak (CB) - Pada hari-hari pertama ofensif
mengusir ISIS dari Mosul, Iran berhasil menekan Irak untuk mengubah
strategi perangnya dengan mengurung kota itu dari segala penjuru.
Sejak itu intervensi Iran telah sama sekali mengubah arah konflik, kata sejumlah sumber seperti dikutip Reuters.
Strategi
awal ofensif Mosul adalah menempatkan pasukan Irak dalam formasi "tapal
kuda", yakni mengelilingi Mosul dengan menutup tiga front namun
membiarkan front keempat di sebelah barat kota itu terbuka, untuk
menjadi koridor ke wilayah ISIS di Suriah.
Pola strategi perang
"tapak kuda" seperti itu sebelum ini berhasil menduduki kembali
kota-kota di Irak yang dikuasai kelompok militan garis keras itu dalam
dua tahun terakhir.
Strategi tapal kuda itu memungkinkan
petempur-petempur ISIS dan warga sipil memiliki rute menyelamatkan diri,
dan dengan cara itu pula diyakini pendudukan kota Mosul bisa lebih
cepat dan lebih mudah dibandingkan dengan yang sekarang berlangsung.
Namun
Iran khawatir strategi itu akan membuat petempur-petempur ISIS kabur
memasuki wilayah Suriah ketika Presiden Suriah Bashar al-Assad yang
menjadi sekutu Iran tengah dalam posisi unggul dalam perang saudara di
Suriah yang sudah berumur lima tahun itu. Iran ingin ISIS sama sekali
dibumihanguskan di Mosul.
Sumber-sumber mengatakan Iran telah
melobi pemerintah Irak agar milisi Syiah Irak dukungan Teheran bernama
Mobilisasi Rakyat, dikirim ke front barat untuk menutup koridor antara
Mosul dan Raqqa yang adalah dua kota utama ISIS yang mendeklarasikan
khilafah dengan wilayah-wilayah di Irak dan Suriah.
Koridor itu
kini ditutup sama sekali. Dan untuk pertama kalinya dalam dua setengah
tahun perang Irak, koalisi dukungan Barat merangsek maju mengalahkan
ISIS sehingga ribuan militan tidak punya pilihan selain bertempur sampai
mati. Selain itu satu juta penduduk Mosul menjadi tidak punya jalur
untuk menyelamatkan diri dari garis-garis pertempuran yang kini semakin
mendekati pusat kota Mosul.
"Jika Anda mengepung musuh Anda dan
tidak membiarkan rute menyelamatkan diri terbuka, maka musuh akan
bertempur sampai mati," kata seorang pejabat Kurdi yang turut menyusun
strategi perang di Mosul.
"Dalam pikiran Barat, gagasan awalnya
adalah membuat satu koridor, namun Hashid (Mobilisasi Rakyat) bersikeras
menutup celah itu demi mencegah ISIS kabur ke Suriah," kata dia kepada
Reuters.
Perang Mosul adalah yang terbesar di Irak sejak invasi
pimpinan AS pada 2003. Seluruhnya, sekitar 100.000 orang tengah
bertempur di sisi pemerintah Irak, meliputi tentara Irak dan polisi,
pasukan daerah otonomi Kurdi Peshmerga dan laskar-laskar Mobilisasi
Rakyat. Sedangkan koalisi internasional pimpinan AS menyediakan dukungan
udara dan darat.
Para komandan pasukan Irak berulang kali
mengatakan kehadiran warga sipil di medan tempur merumitkan keadaan dan
memperlambat gerak operasi mereka yang sudah memakan waktu tujuh pekan,
membatasi serangan udara dan penggunaan senjata berat di daerah-daerah
padat penduduk.
Mereka mempertimbangkan strategi diubah untuk
memungkinkan penduduk sipil bisa keluar, namun kemudian mencampakkan ide
ini karena mereka khawatir penduduk yang berusaha kabur bakal dibantai
oleh ISIS yang memang acap mengeksekusi warga sipil demi mencegah
penduduk sipil menyelamatkan diri dari medan tempur. Pihak berwenang dan
kelompok-kelompok bantuan juga akan kesulitan mengatasi eksodus
besar-besaran penduduk sipil.
'Kotak mati'
Dari
dukumen yang diperlihatkan organisasi-organisasi kemanusiaan kepada
Reuters sebelum ofensif ke Mosul memperlihatkan bahwa mereka menyiapkan
kamp-kamp pengungsi di daerah-daerah Suriah yang dikuasai Kurdi untuk
menampung sekitar 90.000 pengungsi yang diperkirakan keluar dari Mosul
lewat koridor barat.
"Iran tidak setuju dan bersikukuh tidak boleh ada koridor aman ke Suriah. Mereka menginginkan semua wilayah barat Mosul menjadi
kill box (kotak mati atau kotak pembunuhan),' kata seorang pekerja kemanusiaan.
Hisham
al-Hashemi, pakar Irak soal militan islamis yang diberi tahu soal
strategi perang di Mosul, juga tadinya mengira akan ada satu koridor
yang dibiarkan terbuka.
"Strategi pertama berbentuk seperti tapal
kuda, untuk memberi jalan kepada penduduk dan militan mundur ke arah
barat mengingat tekanan utama dari ofensif ini berasal dari timur," kata
dia.
Sekitar sepekan sebelum ofensif itu dilancarkan, pemimpin
Hizbullah Syiah Lebanon Hassan Nasrallah, sekutu utama Iran, menuduh
Amerika Serikat berencana memberi jalan keluar kepada ISIS untuk masuk
ke Suriah.
Nasrallah berkata, "Tentara Irak dan pasukan rakyat
harus mengalahkan ISIS di Mosul, oleh karena itu mereka diharuskan
bergerak ke Suriah timur demi memerangi kelompok teroris itu."
Hizbullah turut dalam kubangan perang Suriah demi mendukung Assad yang sama-sama Syiah.
Juru
bicara Hashid Karim al-Nuri membantah pandangan bahwa Iran berada di
belakang keputusan menggelarkan milisi Syiah di sebelah barat Mosul.
"Iran
tidak memiliki kepentingan di sini. Kebanyakan dari
pernyataan-pernyataan itu adalah analisis mentah, semuanya sangat tidak
benar," kata dia.
Namun demikian, mengamankan teritori barat
Mosul lewat milisi Syiah dukungan Iran memberikan banyak keuntungan
kepada Iran dan sekutu-sekutunya, yakni memberi batu pijakan kepada para
petempur milisi Syiah untuk masuk ke Suriah yang berbatasan dengan Irak
demi menyokong Assad.
Jika ISIS dikalahkan di Suriah dan Irak,
maka Iran dan sekutu-sekutunya akan bisa menguasai bentangan wilayah
luas yang membujur dari Iran sendiri sampai Timur Tengah ke Lebanon dan
pantai Laut Tengah atau Mediterania.
Di bawah tekanan Rusia
Iran
bukan satu-satunya negara yang menuntut koridor barat ditutup. Rusia
yang merupakan sekutu terkuat Assad, juga ingin memblokir semua
kemungkinan pergerakan masuk ISIS ke Suriah, kata Hashemi.
Sedangkan
salah satu musuh terbesar Assad, yakni Prancis, juga mengkhawatirkan
ratusan petempur ISIS yang berkaitan dengan serangan di Paris dan
Brussels akan bisa kabur. Prancis menyumbangkan pasukan darat dan udara
dalam ofensif ke Mosul.
Sepekan setelah ofensif ke Mosul
diluncurkan, Presiden Prancis Francois Hollande menyatakan setiap aliran
keluar manusia dari Mosul akan termasuk "para teroris yang akan
berusaha pergi lebih jauh, sampai khususnya di Raqqa".
Tetap
saja, strategi perang tidak memperkirakan penutupan koridor ke barat
Mosul sampai akhir Oktober ketika Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi
setuju mengirimkan milisi Syiah Mobilisasi Rakyat.
"Pemerintah
menyepakati permintaan Iran, berdasarkan pandangan bahwa akan memakan
waktu panjang bagi Hashid untuk mencapai jalan ke Suriah, dan selama
waktu itu rute kabur akan terbuka dan pertempuran akan tetap berjalan
seperti telah direncanakan," kata Hashemi.
Gerak Hashid untuk
menutup koridor barat ini kemudian diumumkan pada 28 Oktober, 11 hari
setelah awal kampanye militer besar-besaran ke Mosul.
Para
milisi Syiah itu bergerak cepat, menyapu dari sebuah pangkalan di
selatan Mosul untuk menutup rute keluar kota itu dari sebelah barat.
"Abadi
kaget menyaksikan milisi Syiah mencapai koridor itu hanya dalam
hitungan hari," kata Hashemi. "Sejak itu pertempuran menjadi sama sekali
lain, tidak ada pasokan makanan, tidak ada bahan bakar yang bisa
mencapai Mosul dan Daesh (ISIS) pun terpaksa bertempur sampai mati."
Bisa seperti Aleppo
Begitu
milisi Syiah Irak mulai merangsek maju dari arah barat Mosul, pemimpin
ISIS Abu Bakar al-Baghdadi berkata kepada para pengikutnya bahwa tak
boleh lagi mundur dari kota itu yang dari sini dia pertama kali
memproklamasikan khilafahnya pada Juli 2014.
"Mereka yang mencoba
kabur mesti mengetahui bahwa derajat untuk bertahan di tanah kalian
secara terhormat adalah ribuan kali lebih baik ketimbang derajat mundur
secara memalukan," kata Baghdadi dalam pesan audio yang dirilis lima
hari setelah milisi Syiah mengumumkan mereka tengah bergerak menutup
rute keluar terakhir ISIS itu.
Sejak itu para petempur ISIS
melancarkan ratusan serangan bom mobil bunuh diri, berondongan mortir,
dan serangan petembak jitu terhadap pasukan Irak yang sedang bergerak
maju, dengan memanfaatkan jejaring lorong rahasia di bawah rumah-rumah
penduduk dan menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup, kata para
serdadu Irak.
Seorang perwira senior AS pada koalisi
internasional yang membantu kampanye militer ke Mosul mengatakan bahwa
melancarkan perang di tengah warga sipil akan selalu sulit, tetapi
pemerintah Baghdad berada pada posisi terbaik dalam menentukan strategi
perang.
"Mereka 15 tahun berpengalaman dalam perang, saya kira
tak ada yang menyamai mereka dalam membuat keputusan itu dan untuk
itulah mengapa sebagai koalisi kami mendukung keputusan pemerintah
Irak," kata Brigadir Jenderal Scott Efflandt, wakil panglima pasukan
koalisi, kepada Reuters.
"Pembukaan dan penutupan koridor itu,
secara hipotetis, kenyataannya, tidak secara fundamental mengubah
strategi perang," sambung dia. "Itu hanya mengubah bagaimana kami
mengeksekusi perang, tapi itu tidak begitu mengubah pertempuran menjadi
lebih mudah atau lebih sulit."
Namun seorang pejabat Kurdi justru
kurang begitu optimistis dengan mengatakan perang Mosul kini menjadi
lebih sulit dan bisa berakhir menjadi pengepungan berkepanjangan seperti
terjadi di Suriah, salah satunya Aleppo.
"Strategi perang ini bisa mengubah Mosul seperti Aleppo," kata dia.
Credit
ANTARA News