CB, Jakarta - Masyarakat Kaledonia Baru melakukan pemungutan suara untuk sebuah referendum
pada Minggu, 4 November 2018. Langkah ini dilakukan untuk menentukan
masa depan negara itu apakah tetap bersatu dengan Prancis atau menjadi
sebuah negara baru.
Kaledonia Baru adalah sebuah wilayah bagian dari Prancis di selatan pasifik dan referendum pada hari Minggu ini adalah hasil 30 tahun proses dekolonisasi. Referendum ini juga adalah pemungutan suara penentuan pertama kali yang dilakukan oleh Kaledonia Baru setelah sebelumnya pada 1977 Djibouti sebuah negara di tanduk Afrika melepaskan diri dari Prancis dan menyatakan kemerdekaannya.
Jika hasil referendum Kaledonia Baru ini memutuskan melepaskan diri dari Prancis, maka ini akan menjadi pukulan telak bagi Prancis yang telah membentangkan kekuasaannya hingga ke Karabia, sub-sahara Afrika dan Samudera Pasifik.
Dalam referendum Kaledonia Baru 2018, masyarakat akan diminta memilih atas pertanyaan ‘apakah Anda ingin Kaledonia Baru mendapatkan kedaulatan penuh dan menjadi merdeka?’.
Dalam sebuah kunjungan ke Kaledonia Baru pada Mei 2018, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyadari penderitaan akibat penjajahan Prancis di Kaledonia Baru. Macron pun memberikan penghormatan tinggi pada kampanye untuk mendapatkan otonomi penuh yang dipimpin oleh kelompok Kanaks. Macron ketika itu berjanji dia dan pemerintah Prancis akan bersikap netral atas referendum ini.
Hasil jajak pendapat terbaru memperlihatkan Kaledonia Baru diharapkan tetap menjadi bagian dari teritorial Prancis. Perekonomian Kaledonia Baru masih ditopang oleh Prancis. Wilayah itu mendapat subsidi per tahun 1,3 miliar euro atau Rp 22 triliun, simpanan nikel yang diperkirakan sekitar 25 persen dari total cadangan nikel dunia.
Kaledonia Baru memiliki populasi sekitar 280 ribu jiwa dan telah menikmati otonomi yang sangat besar dari Prancis. Namun wilayah ini bagaimana pun masih sangat tergantung pada Prancis, khususnya pada sektor pertahanan dan pendidikan. Referendum Kaledonia Baru pada Minggu, 4 November 2018 akan menjadi penentu masa depan wilayah ini.
Kaledonia Baru adalah sebuah wilayah bagian dari Prancis di selatan pasifik dan referendum pada hari Minggu ini adalah hasil 30 tahun proses dekolonisasi. Referendum ini juga adalah pemungutan suara penentuan pertama kali yang dilakukan oleh Kaledonia Baru setelah sebelumnya pada 1977 Djibouti sebuah negara di tanduk Afrika melepaskan diri dari Prancis dan menyatakan kemerdekaannya.
Jika hasil referendum Kaledonia Baru ini memutuskan melepaskan diri dari Prancis, maka ini akan menjadi pukulan telak bagi Prancis yang telah membentangkan kekuasaannya hingga ke Karabia, sub-sahara Afrika dan Samudera Pasifik.
Dalam referendum Kaledonia Baru 2018, masyarakat akan diminta memilih atas pertanyaan ‘apakah Anda ingin Kaledonia Baru mendapatkan kedaulatan penuh dan menjadi merdeka?’.
Dalam sebuah kunjungan ke Kaledonia Baru pada Mei 2018, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyadari penderitaan akibat penjajahan Prancis di Kaledonia Baru. Macron pun memberikan penghormatan tinggi pada kampanye untuk mendapatkan otonomi penuh yang dipimpin oleh kelompok Kanaks. Macron ketika itu berjanji dia dan pemerintah Prancis akan bersikap netral atas referendum ini.
Hasil jajak pendapat terbaru memperlihatkan Kaledonia Baru diharapkan tetap menjadi bagian dari teritorial Prancis. Perekonomian Kaledonia Baru masih ditopang oleh Prancis. Wilayah itu mendapat subsidi per tahun 1,3 miliar euro atau Rp 22 triliun, simpanan nikel yang diperkirakan sekitar 25 persen dari total cadangan nikel dunia.
Kaledonia Baru memiliki populasi sekitar 280 ribu jiwa dan telah menikmati otonomi yang sangat besar dari Prancis. Namun wilayah ini bagaimana pun masih sangat tergantung pada Prancis, khususnya pada sektor pertahanan dan pendidikan. Referendum Kaledonia Baru pada Minggu, 4 November 2018 akan menjadi penentu masa depan wilayah ini.
Credit tempo.co