Kim Jong-un dan Donald Trump. (Anthony Wallace/Pool via Reuters)
Ancaman ini Korut berikan karena Washington tidak mengakhiri sanksi ekonomi yang keras. Selama bertahun-tahun, Korea Utara telah mengambil kebijakan "byungjin" yang secara bersamaan mengembangkan kemampuan nuklirnya bersama ekonomi.
Pada April lalu, dengan mengutip 'iklim segar detente dan perdamaian' di semenanjung itu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyatakan pencarian nuklir selesai dan mengatakan negaranya akan fokus pada pembangunan ekonomi sosialis.
Namun, pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan Pyongyang dapat kembali ke kebijakan sebelumnya jika AS tidak mengubah pendiriannya atas sanksi.
"Kata 'byungjin' mungkin muncul lagi dan perubahan garis itu dapat dipertimbangkan secara serius," kata pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi KCNA Jumat malam.
Pada KTT bersejarah di Singapura pada Juni lalu, Presiden AS Donald Trump dan Kim menandatangani pernyataan samar-samar tentang denuklirisasi. Tapi hanya sedikit kemajuan telah dibuat sejak itu, dengan Washington mendorong untuk mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara sampai denuklirisasi akhir yang sepenuhnya diverifikasi dan Pyongyang mengutuk tuntutan AS sebagai "gangster-like".
"Peningkatan hubungan dan sanksi tidak kompatibel," kata pernyataan itu, yang dirilis di bawah nama direktur Institut Kementerian Luar Negeri untuk Studi Amerika.
"Apa yang masih harus dilakukan adalah balasan yang sesuai dengan AS," tambahnya.
Pernyataan itu adalah tanda terbaru meningkatnya kekecewaan Pyongyang dengan Washington.
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menegaskan kembali bahwa sanksi akan tetap sampai Pyongyang melakukan komitmen denuklirisasi yang dibuat di Singapura.
Credit cnnindonesia.com