Jumat, 23 November 2018

AS Tak Bisa Dipercaya, Iran Tolak Kesepakatan Nuklir Baru


AS Tak Bisa Dipercaya, Iran Tolak Kesepakatan Nuklir Baru
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menilai perjanjian nuklir baru dengan AS tidak berguna jika Gedung Putih tak bisa menjamin keberlangsungan kesepakatan yang telah dibuat. (Reuters/Lucas Jackson)



Jakarta, CB -- Iran menganggap Amerika Serikat tidak bisa dipercaya sehingga mereka menolak membentuk perjanjian nuklir baru bersama Negeri Paman Sam.

Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menilai perjanjian nuklir baru dengan AS tidak berguna jika Gedung Putih tak bisa menjamin keberlangsungan kesepakatan yang telah dibuat.

"Jika kita membuat sebuah perjanjian dengan Amerika Serikat, apa yang akan menjamin jika perjanjian itu akan bertahan setelah disepakati?" kata Zarif dalam sebuah konferensi di Roma, Italia, Kamis (23/11).


"Bagaiamana kita bisa percaya bahwa kesepakatan akan tetap sesuai dengan perjanjian?"


Relasi Teheran dan Washington kembali memanas terutama setelah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei lalu.

Perjanjian yang disepakati pada 2015 itu berisi kesepakatan Iran untuk menyetop pembangunan program senjata rudal dan nuklirnya, dengan imbalan pencabutan sanksi serta embargo bagi Iran. Perjanjian itu disepakati Iran, AS, Perancis, Rusia, China, Inggirs, Jerman, dan Uni Eropa.

Trump menganggap JCPOA, yang disepakati oleh pendahulunya, Barack Obama, merupakan sebuah "bencana" dan memutuskan menjatuhkan kembali sanksi terhadap Iran secara unilateral.

Meski AS telah keluar, Iran dan negara Eropa tetap bertahan menjalankan perjanjian tersebut.


Namun, Iran tetap akan mempertanyakan masa depan JCPOA jika kesepakatan itu tidak lagi memberikan manfaat ekonomi terhadap negaranya di masa depan.

"Kami menghabiskan dua setengah tahun. Ini bukan sekadar dokumen dua halaman. Ini bukan gambaran soal peluang. (Perjanjian) ini adalah dokumen berisikan 150 halaman," ucap Zarif seperti dikutip AFP.

"Mengapa kita harus melanjutkan pembicaraan baru hanya karena seseorang tidak menyukainya, hanya karena seseorang membenci pendahulunya? Itu bukan alasan Anda terlibat dalam diplomasi. Diplomasi adalah sesuatu yang serius dan kami siap untuk berada dalam permainan yang serius."



Credit  cnnindonesia.com