Reaksi itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengumumkan empat respons terhadap Moskow terkait serangan terhadap Skripal.
Empat respons itu adalah mengusir 23 diplomat Kremlin, membekukan aset-aset Rusia, membekukan komunikasi tingkat tinggi kedua negara, dan memboikot World Cup (Piala Dunia) 2018 di Rusia.
"Pemerintah Inggris membuat pilihan untuk konfrontasi dengan Rusia," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP, Kamis (15/3/2018)."Tanggapan kami tidak akan terlambat," lanjut kementerian itu.
Skripal adalah mantan agen ganda asal Rusia. Dia pernah dihukum Moskow setelah terbukti menjadi agen ganda untuk Kremlin dan London. Dia dibebaskan atau diampuni Kremlin tahun 2010 melalui kesepakatan tukar tahanan mata-mata antara Rusia dan Barat.
Setelah dibebaskan, Skripal dan keluarganya menjadi warga Inggris dan dilindungi negara tersebut. Dia dan putrinya, Yulia, ditemukan tak berdaya di sebuah taman di Salisbury, Inggris selatan beberapa waktu lalu setelah terpapar racun saraf.
London dan Washington menuduh Moskow sebagai dalang serangan racun terhadap Skripal. Namun, Kremlin membantah dengan menyatakan tak ada untungnya meracuni sosok pengkhianat.
Duta Besar Rusia untuk Inggris Alexander Yakovenko menolak tuduhan bahwa Moskow meracun Skripal seperti yang dilontarkan Perdana Menteri Theresa May. Menurutnya, tudingan tersebut tidak bisa diterima dan sebuah provokasi.
"Semua yang dilakukan hari ini (kemarin) oleh pemerintah Inggris sama sekali tidak dapat diterima dan kami menganggap ini sebuah provokasi," katanya.
Kremlin bersikap bahwa dugaan penggunaan senjata kimia harus ditangani Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) yang memiliki peraturan tentang bagaimana menangani tuduhan tersebut. Tapi, Kremlin kesal lantaran Inggris memilih untuk mengultimatum Moskow.
"Kami percaya bahwa tindakan yang diambil oleh pemerintah Inggris tidak ada hubungannya dengan situasi yang kita hadapi di Salisbury," tambahnya. "Tentu saja, kami belum siap untuk berbicara dengan cara ultimatum."
Credit sindonews.com