Jerusalem (CB) - Para pejabat militer Amerika Serikat dan Israel mengatakan, Kamis, mereka telah memulai pelatihan militer bersama selama satu bulan, yang menyimulasikan serangan militer terhadap Israel.

Pelatihan bersama yang disebut dengan "Juniper Cobra 2018" itu diluncurkan pada Minggu, kata seorang juru bicara militer dan menambahkan bahwa pelatihan itu merupakan yang terbesar.

Pelatihan yang digelar dalam dua tahun sekali itu melibatkan militer Israel dan Komando Eropa Amerika Serikat (USEUCOM).

Sebagai bagian dari pelatihan, sekitar 2.500 anggota pasukan AS yang secara berkala ditempatkan di Eropa dikerahkan di Israel. Israel sendiri mengerahkan sekitar 2.000 pasukan Pertahanan Udara, unit logistik, pasukan medis serta unit-unit lainnya pada Angkatan Bersenjata Israel (IDF).

"Selama lebih dari empat pekan, mereka akan berlatih bersama, kita juga akan melakukan hal yang sama jika krisis terjadi. Ini bukan sekedar pelatihan," kata Brigadir Jendral Zvika Haimovic, komandan pertahanan udara Israel, kepada para wartawan pada Kamis, seperti dilansir Xinhua.

Pelatihan itu menyimulasikan sebuah skenario Israel sedang diserang di beberapa garis depan, termasuk dengan peluru-peluru kendali balistik terarah dari Iran.

Dua kapal AS sudah tiba di Israel untuk mengambil bagian dalam pelatihan bersama. Pada Selasa, dua kapal USS Iwo Jima mengambil posisi di perairan Israel.

Pada Kamis, kapal komando dan pengendali Mount Whitney merapat di pelabuhan Haifa, kata juru bicara. Di kapal itu, ada lebih dari 500 personel pria dan wanita, yang setengahnya ditugaskan dari komando senior armada keenam AS.

Kegiatan itu merupakan pelatihan Cobra kesembilan yang telah berlangsung.

Sebuah catatan militer mengatakan bahwa para peserta pelatihan secara bersama-sama menjalankan simulasi komputer berupa berbagai skenario ancaman roket di daerah-daerah berbeda.

Simulasi termasuk uji coba sistem antirudal balistik Arrow, sistem antiroket Iron Dome, sistem pencegat jarak menengah rudal Patriot serta David`s Sling, yang dirancang untuk mencegat rudal jarang menengah dari milisi Hisbullah Lebanon di selatan dan mulai dioperasikan pada April 2017.