Kamis, 27 Desember 2018

Wartawan Pakistan Kecewa, Pemerintah Berlakukan Sensor


Wartawan di Pakistan memprotes ancaman sensor oleh pemerintah. Sumber: KM Chaudary/AP/aljazeera.com
Wartawan di Pakistan memprotes ancaman sensor oleh pemerintah. Sumber: KM Chaudary/AP/aljazeera.com

CB, Jakarta - Wartawan di Pakistan kecewa dengan ancaman sensor oleh pemerintah. Wartawan dan para penasehat kebebasan berpendapat, mengatakan militer dan badan intelijen Pakistan atau ISI telah menekan media-media yang kritis melakukan peliputan.
Qazi Salauddin, mantan wartawan Pakistan, mengatakan sensor yang diberlakukan pemerintah Pakistan saat ini lebih buruk dari sebelumnya. Perdana Menteri Pakistan yang baru, Imran Khan telah memangkas anggaran iklan dan memeras sumber pendapatan utama surat kabar dan stasiun TV milik swasta.
"Hari ini, kami tidak tahu apa yang akan mengganggu mereka (wartawan). Padahal kami telah melakukan sensor sendiri sehingga ini adalah sensor terburuk yang pernah terjadi karena dilakukan untuk menghapuskan ketakutan," kata Salauddin.

Dikutip dari aljazeera.com, Rabu, 26 Desember 2018, pemberlakuan sensor telah membuat sejumlah situs pemberitaan di bredel, seperti situs Urdu yang merupakan bagian dari Voice of America. Pembredelan situs itu dilakukan setelah situs urdu mempublikasi laporan operasi militer di wilayah perbatasan Pakistan - Afganistan.
Mashaal Radio yang terafiliasi dengan Radio Kebebasan Eropa juga ikuti dibredel.

Terkait sensor, Cyril Almeida, wartawan Pakistan, dituntut atas tuduhan telah melakukan pengkhianatan setelah dia mempublikasi wawancara dengan mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif. Dalam wawancara itu, Sharif menuding militer Pakistan telah membantu kelompok militan bersenjata melancarkan serangan di kota Mumbai, India, pada 2008.
Selain memberlakukan sensor pada perusahaan media dan wartawan, otoritas berwenang Pakistan juga melakukan sensor pada media sosial. Pakistan telah secara langsung meminta Twitter membekukan sejumlah akun dan meminta Facebook agar menutup ribuan laman di situs itu yang mengkritik militer hingga menyebarkan ujaran kebencian dan menghina Islam. 




Credit  tempo.co





Usai Liput Pemilu, Puluhan Wartawan Bangladesh Dianiaya


Ilustrasi wartawan Bangladesh.[Public Radio International]
Ilustrasi wartawan Bangladesh.[Public Radio International]

CB, Jakarta - Sekitar dua puluhan pemuda bertopeng menyerang sekelompok wartawan Bangladesh dengan tongkat hoki dan pemukul yang meliput kampanye pemilu. Sepuluh wartawan terluka setelah mereka diserang saat beristirahat di hotel setelah meliput kampanye.
Menurut laporan Reuters yang dikutip pada 26 Desember 2018, peristiwa terjadi pada Senin tengah malam di kota Nawabgonj, sekitar 40 kilometer dari Dhaka, usai kampanye politik untuk pemuli yang akan digelar pada 30 Desember.

Para penyerang yang identitasnya belum diketahui juga merusak jendela dan merusak puluhan mobil media, kata jurnalis.
"Beberapa dari kami berlingdung di dalam toilet karena takut," kata Abdullah Tuhin, salah satu jurnalis dari TV lokal. "Penyerang mengancam rekan-rekan kami dan menyuruh kami segera pergi atau menghadapi konsekuensi serius."

Kekerasan Buntut Pemilu Kontroversial di Bangladesh Menyebar
Dhaka Reporters Unity, sebuah asosiasi jurnalis, mengatakan banyak dari anggotanya terluka akibat serangan, namun belum diketahui seberapa parah luka korban.
Pejabat tinggi Kepolisian Dhaka, Shah Mizan, mengatakan pihaknya langsung mengirim tim ke TKP, namun belum mengidentifikasi para pelaku atau menangkap pelaku sejauh ini.
Partai oposisi mengklaim serangkaian serangan dan kekerasan beberapa hari terakhir dilakukan oleh simpatisan partai berkuasa selama masa pemilu.
Namun partai petahana PM Sheikh Hasina, Partai Liga Awami, yang ingin memenangkan pemilu untuk periode ketiga menyangkal tuduhan telah melakukan intimidasi terhadap wartawan dan kandidat.

Salah satu anggota parlemen oposisi, Salma Islam, istri dari pemilik surat kabar dan TV mengaatakan akan mengajukan gugatan terkait serangan di hotel.Sebanyak 32 wartawan dan editor media yang diwawancara mengatakan penguatan hukum pencemaran nama baik baru-baru ini menyebarkan iklim ketakutan di media Bangladesh selama masa pemilu, namun pemerintah menyangkal mengekang kebebasan berbicara tersebut.



Credit  tempo.co




Pasukan Sudan bubarkan pengunjuk rasa setelah demonstrasi sepekan


Pasukan Sudan bubarkan pengunjuk rasa setelah demonstrasi sepekan
Presiden Sudan Omar al-Bashir menyapa anggota militer di Heglig, Senin (23/4). Al-Bashir berjanji akan bernegosiasi dengan Sudan Selatan usai menduduki wilayah Heglig. Jenderal Kamal Abdul Maarouf, komandan tentara Sudan yang memimpin pertempuran di Heglig mengatakan tentaranya telah menewaskan 1200 anggota pasukan Sudan Selatan selama pertempuran, sebuah angka yang disangkal oleh Sudan Selatan. (FOTO ANTARA/REUTERS/Mohamed Nu)




Khartoum (CB) - Sedikitnya tiga pengunjuk rasa luka-luka terkena tembakan pada Selasa (25/12) ketika pasukan keamanan Sudan membubarkan demonstrasi di Khartoum, kata sejumlah saksi mata, setelah unjuk rasa menentang pemerintahan Presiden Omar al-Bashir berlangsung sepekan.

Seorang saksi mata Reuters mengatakan pasukan keamanan menghadang para pengunjuk rasa melakukan aksi mereka dekat istana presiden di Khartoum dengan melepaskan tembakan dan gas air mata ke udara.

Tiga saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa tiga pengunjuk rasa menderita luka-luka karena terkena tembakan, satu di antaranya di bagian kepala.

Seorang juru bicara kepolisian belum bersedia memberikan komentar. Sebelumnya, para pejabat mengatakan pasukan keamanan menahan diri dan menangani para pengunjuk rasa dengan "cara beradab".

Para pejabat dan saksi mata mengatakan bahwa sejauh ini sedikitnya 12 orang tewas dalam kerusuhan. Amnesty International melaporkan pada Selasa sedikitnya 37 orang tewas.

Kenaikan harga, kelangkaan komoditas pokok dan krisis uang tunai telah mendorong para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di seluruh Sudan untuk menentang Bashir, yang naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta militer tahun 1989.

Para pengunjuk rasa, yang telah berkumpul di berbagai lokasi di Khartoum pada Selasa berpawai menuju istana, sebelumnya menyasar kantor-kantor partai berkuasa, membakar beberapa di antara bangunan tersebut.

Bashir, salah seorang penguasa paling lama berkuasa di Afrika dan Timur Tengah, mengatakan kepada para peserta pawai di negara bagian Jazirah, Sudan tengah, Selasa, bahwa mereka yang menghancurkan institusi-institusi dan membakar properti umum adalah "pengkhianat" dan "orang-orang yang dibayar".




Credit  antaranews.com




Tentara Suriah dikerahkan untuk hadapi pasukan dukungan Turki


Tentara Suriah dikerahkan untuk hadapi pasukan dukungan Turki
Tentara Pasukan Demokratis Suriah menaiki kendaraan lapis baja setelah Raqqa dibebaskan dari milisi Negara Islam, di Raqqa, Suriah, Selasa (17/10/2017). (REUTERS/Erik De Castro)




Beirut (CB) - Tentara pemerintah Suriah yang didukung pasukan Rusia telah mengerahkan tambahan tentara ke Manbij setelah berkoordinasi dengan para milisi yang menguasai kota tersebut, kata seorang juru bicara milisi.

Sementara itu, para pejuang Suriah dukungan Turki mengatakan mereka siap menyerang Manbij.

Pengerahan itu dikoordinasikan dengan milisi dukungan Amerika Serikat di Manbij, kata juru bicara Dewan Militer Manbij, Selasa (25/12). Kegiatan itu merupakan bagian dari penambahan lebih banyak pasukan di kawasan itu.

"Pertempuran akan segera dimulai," kata Mayor Youssef Hamoud, juru bicara Tentara Nasional, pasukan pejuang utama dukungan Turki di kawasan itu, kepada Reuters. "Saat ini, kami melihat pengerahan di garis depan untuk bersiaga penuh menghadapi pertempuran."

Rencana presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik tentara AS dari Suriah telah menimbulkan kewaspadaan di kalangan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi. Mereka bekerja sama dengan Washington dalam perang melawan ISIS dan sekarang takut langkah AS itu akan membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan serangan yang sudah lama diancamkan kepada mereka.


"Tentara Rusia telah memulihkan pusat koordinasi Suriah-Rusia ke Desa Arima ke sebelah barat kota Manbij, setelah penarikannya dari sana setahun lalu," kata Sharfan Darwish, juru bicara Dewan Militer Manbij.

Manbij direbut tahun 2016 dari ISIS milisi Suriah sekutu SDF, yang menguasai hampir seperempat Suriah. Penguasaannya merupakan tonggak dalam kampanye dukungan AS melawan ISIS.

Pada Juni, Amerika Serikat dan Suriah mencapai persetujuan yang akan mengawasi milisi YPG Kurdi Suriah keluar dari kota itu, tetapi Turki mengatakan pelaksanaanya telah ditunda. Pada November, tentara Turki dan AS mulai berpatroli bersama di kawasan tersebut.



Credit  antaranews.com





Rusia: Wilayah yang Ditinggalkan AS Harus Kembali Dikendalikan Suriah


Rusia: Wilayah yang Ditinggalkan AS Harus Kembali Dikendalikan Suriah
Rusia menuturkan, menyusul pasukan Washington menarik diri dari Suriah, kendali atas wilayah Suriah yang dikuasai AS harus diberikan kepada pemerintah Suriah. Foto/Istimewa

MOSKOW - Kementerian Luar Negeri Rusia menuturkan, menyusul pasukan Washington menarik diri dari Suriah, kendali atas wilayah Suriah yang dikuasai Amerika Serikat (AS) harus diberikan kepada pemerintah Suriah.Juru bicara Kemlu Rusia, Maria Zakharova mengatakan, sejak AS mengumumkan mereka akan menarik pasukan dari Suriah, belum ada informasi tentang kontak yang relevan antara Washington dan Damaskus mengenai hal ini."Muncul pertanyaan, siapa yang akan menerima kendali atas wilayah Suriah yang dikuasai AS? Jelas, sesuai dengan hukum internasional dan dengan mempertimbangkan apa yang telah dilalui Suriah dan rakyatnya, itu haruslah pemerintah Suriah," kat Zakharova."Namun, saat ini, kami tidak memiliki data tentang kontak apa pun antara Washington dan Damaskus mengenai masalah ini," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (26/12).Mengomentari pernyataan AS tentang fase baru dalam perang melawan terorisme setelah penarikan pasukannya dari Suriah, Zakharova mencatat bahwa masih belum jelas apakah Amerika dapat terus melakukan serangan udara dan operasi militer darat terbatas di Suriah. 




Credit  sindonews.com





AS Tarik Pasukan dari Suriah, Erdogan Undang Trump ke Ankara


Presiden AS Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. REUTERS
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. REUTERS

CBWashington – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, telah mengundang Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengunjungi negaranya pada 2019.
“Saat ini belum ada rencana definitif, Presiden terbuka untuk pertemuan di masa depan,” kata Hogan Gidley, juru bicara Gedung Putih dalam pernyataan seperti dilansir Reuters pada Selasa, 25 Desember 2018.
Hubungan Erdogan dan Trump mulai menghangat pasca percakapan telepon keduannya pada satu – dua pekan lalu mengenai penarikan pasukan AS dari Suriah.
Trump meminta Turki untuk berperan mengalahkan sisa pasukan ISIS di Suriah pasca penarikan pasukan AS dari sana. Trump beralasan AS telah menang melawan ISIS sehingga pasukan tidak perlu lagi berada di sana dengan resiko korban jiwa dan pengeluaran dana yang besar.

Erdogan menyanggupi permintaan Trump dengan syarat mendapat dukungan logistik untuk pertempuran melawan ISIS. Hubungan Turki dan AS sempat menegang karena adaya pasukan Unit Perlindungan Rakyat YPG dari Kurdi, yang disebut teroris oleh Ankara.
Sebelumnya, hubungan Erdogan dan Trump memburuk terkait desakan AS agar seorang pastor dibebaskan dari penjara di Ankara. Turki sempat menolak sehingga AS menaikkan tarif impor untuk baja Turki, yang membuat nilai tukar mata uang negara itu melemah drastis.
Secara terpisah, Anadolu melansir Turki meminta AS menarik pasukan dari Kota Manbij, yang menjadi tempat perlindungan YPG. Soal ini, kedua negara telah bersepakat untuk menyelesaikan perjanjian mengenai Kota Manbij pasca penarikan penuh pasukan AS dari Suriah.
Menurut Anadolu, Turki dan AS bersepakat menyelesaikan penarikan pasukan YPG dari kota itu. Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu bakal melakukan perjalanan ke Rusia untuk mendiskusikan proses penarikan pasukan AS ini.




Credit  tempo.co




Komandan Inggris: Serangan Udara Hancurkan Logistik ISIS Suriah



Pesawat tempur Angkatan Udara Inggris, Tornado GR4, membawa dua rudal jelajah Storm Shadow (di bawah badan pesawat) untuk menyerang target pembuatan senjata kimia di Homs, suriah, 14 April 2018. Inggris menembakan delapan rudal Storm Shadow dalam penyerangan ini. Cpl L Matthews/AP
Pesawat tempur Angkatan Udara Inggris, Tornado GR4, membawa dua rudal jelajah Storm Shadow (di bawah badan pesawat) untuk menyerang target pembuatan senjata kimia di Homs, suriah, 14 April 2018. Inggris menembakan delapan rudal Storm Shadow dalam penyerangan ini. Cpl L Matthews/AP

CBWashington – Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat di Suriah melaporkan hasil serangan udara yang menghancurkan sejumlah fasilitas yang digunakan kelompok teror ISIS.


Penjelasan pasukan koalisi ini terjadi kurang dari sepekan setelah Presiden AS, Donald Trump, menyatakan kemenangan atas ISIS dan menarik pasukan dari Suriah.
Ads by Kiosked
Pasukan koalisi menyatakan serangan terkoordinasi ini dilakukan pada 16 – 22 Desember 2018 dan menyasar fasilitas logistik dan area yang dikuasai ISIS.
“Serangan ini berhasil merusak kemampuan kelompok itu untuk membiayai kegiatannya,” begitu dilansir Reuters pada Selasa, 25 Desember 2018 waktu setempat.

Mayor Jenderal Christopher Ghika dari Inggris mengatakan serangan ini berhasil menewaskan ratusan anggota pasukan ISIS di medan pertempuran.
“ISI berbahaya bagi wialyah ini untuk jangka panjang dan misi kami tetap sama yaitu mengalahkan ISIS,” kata Ghika, yang merupakan deputi komandan pasukan koalisi.
Pernyataan Ghika ini menjadi kontras terhadap pernyataan Trump pada pekan lalu bahwa pasukan AS telah sukses dengan misinya mengalahkan ISIS sehingga tidak perlu lagi berada di Suriah.

Pejuang Suriah yang didukung Turki menembakkan mortir ke gunung Barsaya, timur laut Afrin, Suriah, 28 Januari 2018. REUTERS/Khalil Ashawi
Keputusan Trump untuk menarik pasukan dari Suriah mendapat kritik dari sejumlah politikus Partai Republik, yang mendukungnya. Mereka beralasan penarikan pasukan itu hanya akan memperkuat pengaruh Rusia dan Iran, yang keduanya mendukung Presiden Suriah Bashar al – Assad.


Penarikan pasukan oleh Trump ini juga mendapat kritik dari Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Dia menilai sekutu seharusnya bisa saling bantu. Dia meminta sekutu tidak melupakan pasukan lokal, yang selama ini dilatih.
Soal penarikan pasukan ini, CNN melaporkan Trump menelpon Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan memintanya untuk mengalahkan sisa pasukan ISIS di Suriah.


Erdogan menyanggupi permintaan ini dengan syarat AS memberikan dukungan logistik yang dibutuhkan untuk perang. Juru bicara Presiden Erdogan, Ibrahim Kalin, mengatakan Turki tidak akan membiarkan kelompok ISIS berkeliaran di Suriah, Irak dan negaranya.



Credit  tempo.co





Turki Bantah Sarankan Teknisi AS Harus Pelajari S-400 Rusia



Turki Bantah Sarankan Teknisi AS Harus Pelajari S-400 Rusia
Sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia. Foto/Istimewa

ANKARA - Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, dengan tegas membantah laporan yang mengklaim Ankara menyarankan teknisi Amerika Serikat (AS) harus mempelajari sistem rudal S-400 buatan Rusia.

"Tidak ada yang seperti itu. Proses penerapan kontrak untuk pembelian sistem pertahanan udara Rusia S-400 berjalan sesuai rencana. Jangka waktu," kata Akar seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (26/12/2018).

Pernyataan ini muncul setelah laporan Bloomberg yang mengutip dua sumber mengatakan pekan lalu bahwa Turki diduga menyarankan para teknisi AS mempelajari sistem S-400 untuk "mengendalikan kerusakan" dalam hubungan dengan Washington yang berasal dari keputusan Ankara mengikat kontrak dengan Moskow.

Sekretaris pers Presiden Rusia, Dmitry Peskov, untuk bagiannya, mengingatkan bahwa kontrak Rusia-Turki menetapkan bahwa Ankara tidak mengungkapkan data tertentu.

"Sebagai aturan, kerja sama militer dan pertahanan Rusia dengan negara-negara lain perlu mempertimbangkan kewajiban hukum untuk tidak mengungkapkan kategori informasi tertentu, data sensitif yang terkait dengan kerja sama ini. Dalam hal ini dengan pihak Turki, ada kewajiban seperti itu juga. Kami tidak melihat alasan untuk tidak mempercayai mitra Turki kami," Peskov menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu membenarkan bahwa Ankara telah menyelesaikan kesepakatan S-400 dan akan membeli sistem rudal dari Rusia "tanpa keraguan".

Pemerintah AS telah berulang kali menyatakan keprihatinan atas keputusan Turki untuk melanjutkan pembelian sistem pertahanan rudal buatan Rusia. AS mengancam akan memblokir pengiriman jet tempur generasi kelima F-35 ke Ankara di tengah kekhawatiran bahwa teknologi sensitif dapat dikompromikan dan digunakan untuk meningkatkan pertahanan udara Rusia jika Turki memperoleh keduanya.

Kantor berita Turki Anadolu, pada gilirannya, mengutip sumber berpangkat tinggi di Washington yang mengatakan bahwa AS terus menganggap sistem pertahanan udara S-400 sebagai ancaman terhadap platform pesawat tempur siluman F-35, dan dapat menjatuhkan sanksi terhadap Ankara.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Turki Akar menyatakan bahwa penyebaran sistem S-400 ke Turki akan dimulai pada Oktober 2019. Pada saat yang sama, ia menambahkan bahwa program jet tempur AS F-35 akan dilanjutkan sesuai rencana, dengan batch jet yang berikutnya akan dikirim pada bulan Maret 2019.

Desember lalu, Ankara menandatangani perjanjian pinjaman dengan Moskow yang membayangkan pengiriman sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia ke Turki. Sergey Chemezov, kepala eksekutif perusahaan pertahanan milik negara Rusia, Rostec, mengatakan sekitar empat set batalion S-400 senilai USD2,5 miliar dapat dipasok, dengan 55 persen dari jumlah kontrak yang ditanggung oleh pinjaman Rusia. 




Credit  sindonews.com






Bekas Komandan NATO Tuding Erdogan Peras Trump


Bekas Komandan NATO Tuding Erdogan Peras Trump
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Langkah Presiden Donald Trump menarik pasukan Amerika Serikat (AS) dari Suriah memicu spekulasi apakah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memeras rekannya itu dalam keputusan tersebut. Hal itu diungkapkan mantan komandan NATO, Wesley Clark.

Dalam sebuah wawancara dengan CNN, Clark secara khusus menyoroti kurangnya alasan strategis apa pun untuk keputusan itu. Hal itu, katanya, mendorong orang untuk bertanya mengapa langkah itu dilakukan.

"Orang-orang di seluruh dunia menanyakan hal ini dan beberapa teman dan sekutu kami di Timur Tengah bertanya, apakah Erdogan memeras presiden? Apakah ada imbalan atau sesuatu? Mengapa seorang lelaki membuat keputusan seperti ini? Karena semua rekomendasi menentangnya," tutur Clark seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (26/12/2018).

Ia mengklaim bahwa keputusan Trump mungkin juga menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan luar negeri Washington.

"Apa yang dikatakan hal ini tentang kebijakan luar negeri Amerika Serikat? Bahwa kita tidak dapat diandalkan? Bahwa kita membuat keputusan strategis berdasarkan tidak ada logika strategis? Orang macam apa yang memegang kendali? Itulah masalahnya," catat Clark.

Komentarnya muncul sehari setelah Trump mentweet bahwa Erdogan memberitahunya Turki akan memberantas apa pun yang tersisa dari ISIS di Suriah.

"Dan dia adalah pria yang bisa melakukannya plus, Turki tepat di sebelah. Pasukan kami akan pulang!" tulis Trump.

Pernyataan itu menyusul laporan CNN mengutip beberapa sumber Pentagon yang mengatakan pekan lalu bahwa Menteri Pertahanan James Mattis yang mengundurkan diri akan menandatangani perintah untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

Laporan ini bertepatan dengan Mattis menulis surat pengunduran diri, di mana ia menyatakan bahwa Trump memiliki hak untuk memiliki menteri pertahanan yang pandangannya lebih selaras dengan pandangan presiden AS.

Mattis mengumumkan pengunduran dirinya Kamis lalu, sehari setelah Trump memutuskan untuk menarik pasukan AS dari Suriah, memposting di Twitter bahwa Amerika Serikat telah mengalahkan kelompok teroris ISIS di Republik Arab Suriah.

Pada akhir Maret lalu, Trump mengatakan AS akan segera menarik pasukannya dari Suriah, meskipun pemerintah Trump kemudian menjelaskan akan mempertahankan pasukan di Suriah sampai ISIS berhasil dikalahkan.

Koalisi yang dipimpin AS terus melancarkan serangan udara pada posisi ISIS di Suriah, dalam kampanye yang tidak disetujui oleh PBB maupun pemerintah Suriah. 



Credit  sindonews.com




Bentrokan Kembali Pecah di Yaman


Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters
Saat ini Hodeidah masih dikuasai pemberontah Houthi.




CB, HODEIDAH--Terjadi sebuah bentrokan antara pasukan pro-pemerintah dengan pemberontak Houthi di Hodeidah, Yaman. Bentrokan ini terjadi tepat saat kedua belah pihak akan bertemu dengan tim pengawas gencatan senjata.

Kabarnya terdengar suara rentetan tembakan arteleri berat dan baku tembak di sebelah timur kota pelabuhan tersebut. Menandakan rentannya perjanjian gencatan senjata yang disepakati pada 18 Desember lalu.

Salah seorang pejabat koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengatakan ada sebanyak 10 pasukan pro-pemerintah  yang tewas sejak perjanjian gencatan senjata disepakati. Ia menuduh pemberontah Houthi melanggar kesepakatan tersebut sebanyak 183 kali.

"Faktanya adalah, sayangnya, pemberontak Houthi jelas melakukan provokasi untuk mendapatkan tanggapan dari koalisi dan tidak ada yang meminta pertanggungjawaban mereka," kata pejabat itu seperti dilansir dari Aljazirah, Rabu (26/12).

Sementara pemberontak Houthi juga mengatakan hal yang sama. Mereka mencatat pasukan pro-pemerintah Yaman setidaknya sudah melakukan 31 pelanggaran dalam 24 jam. Mereka mengatakan hal ini di stasiun televisi Al-Masirah yang mereka kelola.

Gencatan senjata di kota Hodeidah sangat penting. Karena jutaan orang yang terancam kelaparan sangat bergantung pada pelabuhan ini. Gencatan senjata ini dinilai sebagai peluang terbaik untuk mengakhir perang sudah terjadi selama empat tahun terakhir.

Saat ini Hodeidah masih dikuasai pemberontah Houthi. Pejabat koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengatakan akan ada bentrokan-bentrokan yang kembali terjadi jika pelanggaran-pelanggaran kesepakatan gencatan senjata terus dilakukan.

"Kami berharap dapat mendukung upaya Patrick Cammaert, kami sangat berharap dia berhasil, tapi jika tidak, kami memiliki hak untuk kembali melakukan serangan untuk membebaskan kota itu," kata pejabat yang tidak berkenan disebutkan namanya. 

Cammaert seorang pensiunan jendral Belanda yang memiliki pengalaman di Sri Lanka, Kamboja dan Kongo menjadi ketua tim pengawas gencatan senjata di Yaman. Menurut PBB seharusnya ia bertemu dengan perwakilan pasukan pro-pemerintah dan pemberontak Houthi pada hari Rabu (26/12).

"Pertemuan itu akan dilakukan disebuat tempat yang rencananya dihadiri sebuah anggota," kata salah satu pejabat PBB yang tidak berwenang mempublikasikan informasi ini.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pertemuan tersebut menjadi salah satu prioritas utama misi Cammaert di Yaman. Tim pengawas PBB bertujuan untuk mengamankan fungsi pelabuhan Hodeidah dan mengawasi penarikan pasukan kedua belah pihak dari kota itu.

"Meminta semua pihak untuk menghormati kesepakatan gencatan senjata," tulis Dewan Keamanan PBB dalam surat persetujuan mereka.




Credit  republika.co.id








Dua Mantan Presiden Mesir Bertemu dalam Persidangan Sama


Mantan presiden Mesir Husni Mubarak.
Mantan presiden Mesir Husni Mubarak.
Foto: Reuters
Keduanya bertemu dalam sidang terkiat Mursi dan pemimpin Ikhwanul Muslimin



CB, KAIRO— Dua mantan presiden Mesir muncul di persidangan yang sama. Pada Rabu (26/12) Husni Mubarak menjadi saksi dalam persidangan Mohammed Morsi.


Mubarak yang sudah 90 tahun datang ke persidangan tersebut memakai tongkat. Mubarak seorang diktaktor Mesir yang berkuasa selama tiga dekade sampai akhirnya di gulingkan pada 2011.

Sementara Mursi presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis pada tahun berikutnya. Kekuasaannya dicopot oleh militer Mesir pada 2013 setelah unjuk rasa besar-besaran menentang pemerintahannya yang memecah belah rakyat Mesir.


Mantan presiden yang kini mendekam di penjara tersebut menghadapi beberapa dakwaan.


Keduanya muncul dalam persidangan yang menyangkut hukuman penjara untuk Mursi dan pemimpin Ikhwanul Muslimin lainnya selama pemberontakan mereka pada 2011.


Mubarak menolak menjawab sebagian besar pertanyaan yang diajukan di persidangan.


Mubarak mengatakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu diharus mendapatkan izin dari Presiden Mesir saat ini Abdel-Fattah el-Sissi dan militer. 





Credit  republika.co.id



Parlemen Dibubarkan, Israel Percepat Pemilu


Parlemen Dibubarkan, Israel Percepat Pemilu
Ilustrasi. (AFP PHOTO/THOMAS COEX)


Jakarta, CB -- Para anggota dewan Israel memutuskan untuk membubarkan parlemen dan mempercepat pemilihan umum menjadi 9 April 2019.

Keputusan ini diambil setelah parlemen menggelar pemungutan suara dengan hasil 102-3.

Koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sendiri sudah setuju untuk menggelar pemilu lebih cepat, Senin (24/12).



Semua keputusan ini diambil di tengah kebuntuan para pemimpin partai untuk menyepakati rancangan undang-undang terkait tentara.


Saat ini, koalisi Netanyahu kehilangan satu kursi setelah Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman, mengundurkan diri karena keputusan gencatan senjata kontroversial di jalur Gaza.

Di tengah kemelut ini, sejumlah analis memperkirakan Netanyahu sebenarnya ingin keputusan mengenai waktu pemilu diambil setelah Jaksa Agung mengumumkan putusan terkait dakwaan korupsi atas sang perdana menteri.



Namun kini, dengan keputusan parlemen, berbagai pihak sudah memulai kampanye. Netanyahu pun terus berupaya agar koalisi penguasa yang berhaluan kanan tetap mendukungnya.

Di lokasi tempat permukiman Yahudi di Tepi Barat, Netanyahu berupaya menarik perhatian para pemimpin setempat.

"Kita akan melihat upaya sayap kiri menyingkirkan kekuasaan kita dengan bantuan media dan lainnya. Mereka tak akan berhasil karena jika berhasil, akan sangat berbahaya bagi gerakan pendudukan," katanya seperti dikutip AFP.





Credit  cnnindonesia.com



Redam Skandal Korupsi, Netanyahu Sepakat Gelar Pemilu Dini


Redam Skandal Korupsi, Netanyahu Sepakat Gelar Pemilu Dini
Partai koalisi PM Israel, Benjamin Netanyahu sepakat menggelar pemilu lebih awal karena terdesak isu korupsi dan kelompok oposisi. (Sebastian Scheiner/Pool)


Jakarta, CB -- Partai pendukung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sepakat menggelar pemilihan umum lebih awal pada April mendatang.

Juru bicara partai berkuasa, Partai Likud, mengatakan koalisi pemerintah sepakat membubarkan parlemen dan menggelar pemilu lebih awal.

Keputusan menggelar pemilu tujuh bulan lebih awal dari yang dijadwalkan ini datang menyusul upaya pemerintah yang tengah berjuang menyepakati rancangan undang-undang terkait aturan wajib militer.



Koalisi Netanyahu juga semakin terancam oleh oposisi setelah kursi mayoritas partainya di parlemen kosong, selepas Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengundurkan diri kabinet pemerintah.

Lieberman, tangan kanan Netanyahu, memutuskan mundur dari jabatannya yang strategis setelah berselisih terkait gencatan senjata di Jalur Gaza.

Pengunduran diri Lieberman membuat partainya, Yisrael Beitenu yang mendapat lima kursi di parlemen harus keluar dari koalisi pemerintah.

Selain itu, Netanyahu juga masih dirundung skandal korupsi yang telah menjeratnya sejak awal 2017 lalu. Kepolisian Israel bahkan telah mengajukan usulan untuk menuntut Netanyahu atas tiga kasus korupsi yang berbeda.

Jaksa Agung Israel saat ini dikabarkan tengah mempertimbangkan bagaimana melajutkan proses hukum yang melibatkan orang paling berkuasa di negara tersebut.


Dikutip AFP, sejumlah analis merasa yakin Netanyahu berharap jika gelaran pemilu lebih awal nanti bisa membantu dirinya bertahan dari skandal korupsi.

Netanyahu diduga ingin mengulur waktu jaksa agung agar tidak mengeluarkan keputusan soal kasusnya sebelum April 2019.

"Apa yang membuatnya (Netanyahu) memutuskan mempercepat pemilu adalah pernyataan (Jaksa Agung) Shai Nitzan, yang mengumumkan bahwa rekomendasi penuntutannya sudah siap," ucap profesor ilmu politik dari Universitas Tel Aviv, Emmanuel Navon.



Credit  cnnindonesia.com




Bahas Perdamaian Afghanistan, Pejabat Iran Temui Petinggi Taliban


Bahas Perdamaian Afghanistan, Pejabat Iran Temui Petinggi Taliban
Pejabat keamanan Iran dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan sejumlah petinggi Taliban Afghanistan. Foto/Istimewa

KABUL - Pejabat keamanan Iran dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan sejumlah petinggi Taliban Afghanistan. Fokus pertemuan ini dikabarkan adalah untuk membantu proses perdamaian di Afghanistan.

Kabar pertemuan ini dibenarkan oleh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani. Dia mengatakan, pertemuan sudah berlangsung selama beberapa kali dan dilakukan sepengatahuan Kabul.

Shamkhani yang berbicara saat dia melakukan kunjungan selama satu hari ke Afghanistan atas undangan Hamdullah Mohib, penasihat keamanan nasional Presiden Afghanistan, mengatakan Teheran akan terus melakukan pembicaraan dengan Taliban, hingga perdamaian di afghanistan dapat dicapai.

"Serangkaian kontak dan pembicaraan dengan kelompok Taliban telah terjadi dengan sepengetahuan pemerintah Afghanistan. Tren itu akan terus berlanjut," kata Shamkhani, seperti dilansir PressTV pada Rabu (26/12).

Dia kemudian menekankan perlunya membangun mekanisme berdasarkan konsultasi yang berkelanjutan dan partisipasi aktif negara-negara kawasan dalam proses untuk menciptakan keamanan dan untuk menjamin stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan bagi negara-negara kawasan.



Di kesempatan yang sama, dia juga melemparkan pujian atas perjanjian keamanan yang dicapai oleh Iran, Rusia, Cina, India, dan Afghanistan di Teheran pada bulan September lalu.  



Credit  sindonews.com




Jepang Menghidupkan Kembali Perburuan Paus Secara Komersial


Jepang Menghidupkan Kembali Perburuan Paus Secara Komersial
Jepang Menghidupkan Kembali Perburuan Paus Secara Komersial

TOKYO - Jepang akan menghidupkan kembali perburuan paus secara komersial pada Juli mendatang di zona ekonomi eksklusif. Mereka juga mengancam akan menarik diri dari International Whaling Commission (IWC).

Australia dan Selandia Baru menyambut baik keputusan penghentian perburuan paus di Antartika. Namun, mereka kecewa karena Jepang akan membunuh lebih banyak binatang mamalia laut itu jika perburuan dilakukan di perairan mereka.

Keputusan tersebut, menurut beberapa pakar, menjadikan Jepang bisa menghemat uang karena biaya perburuan paus ke Antartika memakan biaya yang besar. Namun, perburuan komersial dinilai tidak terlalu ekonomis karena semakin banyak orang yang mau makan ikan paus.

“Dari Juli 2019, setelah penarikan diri dari (IWC) efektif pada 30 Juni, Jepang akan melaksanakan perburuan paus secara komersial di teritorial Jepang dan zona ekonomi eksklusif,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga dilansir Reuters. “Nantinya, kebijakan tersebut akan menghentikan perburuan paus di Samudra Antartika,” tutur Suga.

Dia juga menjamin perburuan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan hukum internasional. “Penangkapan akan dikalkulasikan sesuai dengan metode yang diadopsi sesuai dengan IWC untuk menghindari dampak negatif,” papar Suga.

Jepang menganggap paus yang selama ini dikonsumsi tidak dalam kondisi kepunahan. Mengonsumsi ikan paus juga merupakan bagian dari budaya orang Jepang. Namun, klaim tersebut selalu ditolak oleh IWC. Banyak anggota parlemen Jepang merupakan pendukung utama perburuan kampus. Daerah konstituensi Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe juga merupakan lokasi pelabuhan perburuan paus di Shimonoseki.

Keputusan untuk menarik diri dari IWC menyusul penolakan Jepang untuk mendapatkan izin perburuan paus secara komersial pada September lalu. Suga mengungkapkan, sangat tidak mungkin menjembatani antara anggota pendukung perburuan paus dan anggota anti-perburuan paus.

Kebijakan perburuan paus itu memang memicu kecaman dari berbagai negara dan organisasi pencinta lingkungan. “Deklarasi hari ini (kemarin) merupakan langkah keluar dari komunitas internasional dan membiarkan perlindungan masa depan laut kita,” kata Direktur Greenpeace Jepang Sam Annesley dilansir CNN. Pemerintah Jepang, menurut Greenpeace, harus berkomitmen terhadap IWC dan memprioritaskan langkah baru untuk konservasi laut.

Yoshie Nakatani, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Jepang divisi kelautan, mengungkapkan Tokyo akan tetap menghadiri pertemuan IWC. “Itu tidak seperti kita akan memutar haluan dari IWC dan mengabaikan kerja sama internasional,” ujarnya. Dia menegaskan, tidak ada perubahan terhadap penghormatan Jepang terhadap hukum internasional dan kerja sama multilateral.

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters menyambut keputusan penghentian perburuan paus di Antartika. Namun, dia kecewa dengan pemberlakuan kembali perburuan paus komersial. “Perburuan paus sudah kedaluwarsa dan kebiasaan yang tak dibutuhkan. Kita berharap Jepang mempertimbangkan posisinya dan melindungi ekosistem laut,” kata Peters.

Australia juga meminta Jepang untuk kembali ke IWC. “Australia tetap menentang segala bentuk perburuan komersial ataupun perburuan ‘penelitian’,” demikian pernyataan Menteri Lingkungan Australia Melissa Price dan Menteri Luar Negeri Marise Payne.

 Jepang selama ini mengabaikan protes pelaksanaan perburuan paus bertajuk “penelitian”. Pada 2014, Mahkamah Internasional memerintahkan Jepang untuk menghentikan perburuan paus di Antartika. Jepang hanya menghentikan satu musim, tetapi melaksanakan perburuan pada 2015–2016 dengan kuota 333 paus saja.

Umumnya, daging paus itu dijual di toko. Namun, hanya sedikit orang Jepang yang mau mengonsumsinya. Harian Asahi menyatakan, konsumsi daging paus hanya 0,1% dari konsumsi ikan orang Jepang. Menurut pemilik toko daging ikan paus Koichi Matsumoto, konsumsi daging paus hanya 35 gram setiap orang per tahun.

“Kita mengonsumsi daging paus pada waktu dulu. Namun, kini banyak pilihan lain untuk dimakan saat ini,” ujar perempuan Jepang berusia 77 tahun. “Kita tidak perlu menjelaskan kepada pihak internasional kalau konsumsi ikan paus meningkat. Orang tidak akan paham,” paparnya.

Permintaan ikan paus yang menurun itu menjadikan prospek perburuan ikan paus menjadi tidak pasti. “Perburuan paus sebagai aktivitas skala kecil. Tapi, masih banyak daging ikan paus di restoran. Saya pikir orang mengonsumsi daging ikan paus dengan kuantitas yang sedikit,” kata profesor dari Universitas Asia Pasifik Ritsumeikan, Yoichiro Sato. Menurut dia, harga ikan paus yang terlalu mahal membuat orang enggan mengonsumsinya.

Kemudian, sebagian masyarakat Jepang menganggap mengonsumsi ikan paus kurang populer. “Banyak orang Jepang tidak tertarik dengan paus dan perburuan ikan paus,” kata Nanami Kurasawa dari Iruka dan Kujira (paus dan lumba-lumba) Action Network (IKAN). 




Credit  sindonews.com




Bocah Guatemala meninggal dalam penahanan Amerika Serikat


Bocah Guatemala meninggal dalam penahanan Amerika Serikat
Puluhan anak dan anggota keluarga mengikuti aksi duduk setelah berpawai menandai jatuh tempo perintah pengadilan bagi pemerintahan Trump untuk menyatukan kembali ribuan keluarga yang terpisah di perbatasan, di Washington, Amerika Serikat, Kamis (26/7/2018). (REUTERS/Carlos Barria)





Washington (CB) - Seorang bocah laki-laki 8 tahun asal Guatemala meninggal pada Selasa (25/12) tengah malam setelah ditahan petugas perbatasan Amerika Serikat, kata Kepabeanan dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP).

Kematian bocah tersebut menjadi yang kedua kali terjadi bulan ini pada anak-anak migran yang sedang ditahan AS.

Bocah Guatemala itu, beserta ayahnya, berada di bawah penahanan CBP pada Senin (24/12) ketika seorang agen Patroli Perbatasan memerhatikan bahwa anak tersebut terlihat sakit, kata CBP dalam pernyataan.

Ayah dan puteranya kemudian dibawa ke Gerald Champion Regional Medical Center di Alamogordo, New Mexico. Di rumah sakit itu, sang bocah didiagnosis mengalami pilek dan demam biasa dan akhirnya dibolehkan pulang staf rumah sakit.

Namun kemudian pada malam itu, bocah tersebut muntah-muntah dan dibawa kembali ke rumah sakit.

Ia meninggal tak lama setelah tengah malam, kata CBP, yang menambahkan bahwa penyebab kematian belum diketahui.

Nama ayah dan anak tidak disebutkan dan CBP mengatakan pihaknya akan mengeluarkan keterangan lebih rinci "jika sudah ada dan layak."

Kematian itu sudah diberitahukan kepada para pejabat Guatemala, kata CBP.

Kementerian Luar Negeri Guatemala mengatakan konsulnya di Phoenix sedang berusaha untuk berbicara dengan ayah anak tersebut. Kementerian menjanjikan kepada sang ayah bahwa pihaknya akan memberikan seluruh bantuan kekonsuleran yang diperlukan serta perlindungan.

Dalam pernyataan, Kemlu Guatemala mengatakan pihaknya juga telah meminta catatan medis untuk mengetahui dengan jelas penyebab kematian bocah tersebut.

Menurut Kementerian, sang bocah dan ayahnya memasuki Amerika Serikat melalui El Paso, Texas, pada 18 Desember dan dipindahkan ke pos pemeriksaan perbatasan di Alomogordo pada 23 Desember.

Sebelumnya pada awal Desember, seorang anak perempuan berusia 7 tahun bernama Jakelin Caal, juga asal Guatemala, meninggal setelah ditahan bersama ayahnya para petugas perbatasan AS di sebuah daerah terpencil di New Mexico.

Pemerintahan Presiden Donald Trump telah berupaya menghalangi orang-orang menyeberangi perbatasan secara ilegal antara gerbang-gerbang masuk negara dalam rangka mencari suaka.

Pada saat yang sama, pemerintahan Trump membatasi akses legal untuk pos-pos perbatasan resmi. Keadaan itu menyebabkan para pemohon suaka harus menunggu selama berbulan-bulan, termasuk mereka yang datang secara berombongan dari negara-negara Amerika Tengah tahun ini.

Jakelin dimakamkan pada Hari Natal di desa tempat keluarganya berasal di Guatemala.

Kematian Jakelin memicu kritik dari kalangan Demokrat serta pembela hak-hak migran atas kebijakan keimigrasian Presiden Trump.

Pemerintahan Trump sendiri mengatakan bahwa kematian Jakelin menunjukkan betapa berbahaya perjalanan yang ditempuh bocah tersebut dan keputusan keluarganya untuk menyeberangi perbatasan secara ilegal.

Kematian Jakelin sedang diselidiki Inspektorat Jenderal Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menyangkut tuduhan ada kesalahan penanganan para staf badan perlindungan perbatasan.





Credit  antaranews.com










Rabu, 26 Desember 2018

4 Pemain Dalam Konflik Suriah dan Posisinya


Warga Suriah melihat pasukan AS berpatroli di dekat perbatasan Turki di Hasakah, 4 November 2018. [REUTERS / Rodi Said]
Warga Suriah melihat pasukan AS berpatroli di dekat perbatasan Turki di Hasakah, 4 November 2018. [REUTERS / Rodi Said]

CB, Damaskus - Keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk menarik pasukan dari Suriah membuat Menteri Pertahanan Jim Mattis mengundurkan diri.
“Anda berhak memiliki menteri Pertahanan yang memiliki pandangan selaras dengan Anda,” kata Mattis seperti dilansir sejumlah media seperti Reuters, CNBC dan CNN pada Rabu, 19 Desember 2018.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga menyatakan kekecewaannya. Ini karena Prancis juga ikut terlibat dalam operasi melawan ISIS di Suriah.
Perang Suriah, yang telah berlansung hampir delapan tahun ini diwarnai berbagai intervensi negara. Sejumlah negara ikut berperang baik mendukung atau berupaya menjatuhkan Presiden Suriah Bashar Al Assad.
Negara-negara ini, seperti AS, Rusia, Turki, dan Eropa membentuk kelompok milisi masing-masing dan mendukung penuh logistiknya. Berikut ini penjelasan posisi masing-masing pemain dalam konflik di Suriah seperti dilansir Reuters:
  1. Militer Suriah
Presiden Assad mengalami titik terendah kekuasaannya pada 2015 dengan hanya menguasai sekitar seperlima wilayah. Namun, berkat dukungan penuh Rusia pada tahun itu, pasukan Assad mulai menguasai berbagai wilayah, yang tadinya dikuasai pasukan ISIS.

Saat ini, pasukan pemerintah menguasai mayoritas wilayah kecuali Kota Idlib dan Manbij.
Wilayah yang dikuasi pemeirntah meliputi kota – kota utama, perbatasan dengan Lebanon, perbatasan dengan Yordania, gurun, dan ladang-ladang gas utama.
  1. Militer Turki dan milisi
Pasukan militer Turki mulai menginvasi Suriah bagian utara pada 2016 dan masih berlanjut hingga kini. Militer Turki mendukung kelompok milisi seperti Free Syrian Army, yang dipersenjatai dan dilatih penuh. Pasukan Turki membentuk garis pertahanan di bagian utara Suriah dari kawasan Sungai Eufrat di timur hingga kota Afrin di barat.

Militer Turki juga membangun berbagai fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan sistem kantor pos.
Pasukan Kurdi menuding militer Turki memobilisasi masyarakat pengungsi dari berbagai daerah di Suriah untuk tinggal di rumah-rumah milik warga Kurdi di Kota Afrin setelah mereka melarikan diri dari kota itu pasca invasi Turki.
 
Sejak ISIS dipukul mundur dari wilayah itu pada Oktober tahun lalu, sebanyak 44 sekolah sudah dibuka lagi. Sebanyak 45 ribu anak-anak memanfaatkan kesempatan ini. sumber: REUTERS/Aboud Hamam
  1. Militer AS dan pemberontak
Pasukan khusus AS membangun basis pertahanan di tengah gurun di daerah Tanf pada 2016, yang terletak di Suriah bagian selatan. Militer mendukung kelompok pemberontak Maghawir al-Thawra. Posisi mereka ini berbatasan lansung dengan Yordania dan Irak.







Credit  tempo.co








Menteri Israel keluarkan komentar yang mendukung gerilyawan PKK


Menteri Israel keluarkan komentar yang mendukung gerilyawan PKK

Tank tentara Turki mengambil posisi di atas sebuah bukit di dekat perbatasan Mursitpinar di kota Suruc, provinsi Sanliurfa, Turki, Sabtu (11/10). Seorang militan Kurdi mengancam Turki dengan revolusi Kurdi yang baru apabila mereka tetap bertahan dengan kebijakan non-intervensi saat ini dalam pertempuran di kota Kobani. Pasukan Kurdi bersekutu dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), Unit Pertahanan Rakyat (YPG), berjuang melawan pemberontak Negara Islam yang menyerang Kobani di dekat . Sementara itu Turki tampak enggan untuk membuka perbatasannya untuk mengizinkan pengiriman persenjataan kepada tentara Kurdi yang kekurangan senjata. (REUTERS/Umit Bektas)




Jerusalem, (CB) - Seorang menteri Israel telah mengeluarkan komentar yang tidak memalukan dan merendahkan operasi anti-teror yang mungkin dilancarkan oleh Turki di Suriah dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

"Saya harap mereka (orang Kurdi) akan menang dalam perang mereka melawan Turki. Saya harap masyarakat internasional akan mencegah Ergodan membantai orang Kurdi," kata Jerusalem Post, yang mengutip Menteri Kehakiman Ayelet Shaked, pada 23 Desember.

Shaked merujuk kepada operasi kontra-teror yang direncanakan Turki terhadap gerilyawan YPG/PKK di sisi timur Sungai Eufrat di Suriah.

Sejak 2016, Ankara telah melancarkan dua operasi militer serupa di Suriah Utara.

Menteri Israel tersebut juga mengatakan penarikan tentara AS dari Suriah "tidak membantu Israel dan memperkuat Erdogan", demikian laporan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi.


Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump memerintahkan semua pasukan AS di Suriah untuk meninggalkan negara Arab itu, dan mengatakan kekalahan Da`esh adalah satu-satunya alasan AS untuk terlibat di Suriah, yang terlibat perang saudara.

Itu bukan pertama kali Shaked mengeluarkan pernyataan yang provokatif, sebab ia pernah mengeluarkan pernyataan ofensif seperti yang dikeluarkan oleh mantan penasehat perdana menteri Israel terhadap keluarga Palestina yang gugur pada 2014.

"Di belakang setiap pelaku teror berdiri puluhan lelaki dan perempuan, tanpa mereka ia tak bisa terlibat dalam aksi teror. Mereka semua adalah petempur musuh, dan darah mereka mestinya berada di kepala mereka semua. Sekarang ini juga meliputi ibu para syuhada, yang mengirim mereka ke negara dengan bunga dan kecupan. Mereka mesti mengikuti putra mereka, tak ada yang lebih adil. Mereka mesti pergi, seperti juga halnya dengan rumah fisik tempat mereka membesarkan ular. Jika tidak, makin banyak ular kecil akan dibesarkan di sana," kata Shaked di dalam pernyataan di Facebook pada 2014, ketika menjadi anggota Parlemen.

Pernyataan itu yang menentang rakyat Palestina tersebut dikeluarkan oleh Uri Elitzur, mantan penasehat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Pada 2015, Netanyahu mengangkat Shaked sebagai Menteri Kehakiman, tindakan yang dipandang sebagai hadiah atas posting Facebook yang Shaked sebarkan.




Credit  antaranews.com





Trump: Pemerintah Tutup Hingga Kita Punya Tembok Perbatasan


Trump: Pemerintah Tutup Hingga Kita Punya Tembok Perbatasan
Presiden AS Donald Trump menyatakan pemerintah akan tutup hingga kesepakatan mengenai tembok perbatasan dipenuhi. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan penutupan sebagian pemerintah federal akan berlangsung sampai permintaannya untuk dana membangun tembok di perbatasan dengan Meksiko dipenuhi.

Pemerintah AS sebagian ditutup pada hari Sabtu, dan belum ada tanda-tanda upaya nyata untuk membuka kembali lembaga-lembaga yang ditutup oleh kebuntuan politik atas permintaan Trump untuk dana dinding perbatasan.

"Saya tidak bisa memberi tahu Anda kapan pemerintah akan dibuka kembali," kata Trump, berbicara setelah konferensi video Hari Natal dengan pasukan AS yang bertugas di luar negeri.

"Aku bisa memberitahumu itu (pemerintah) tidak akan dibuka kembali sampai kita memiliki tembok, pagar, apa pun yang mereka suka menyebutnya. Saya akan menyebutnya apa pun yang mereka inginkan, tetapi semuanya tetap sama. Itu adalah penghalang dari orang-orang yang berdatangan ke negara ini, dari narkoba," tuturnya.

"Jika Anda tidak memiliki itu (tembok), maka kami tidak akan membuka (pemerintah)," tegasnya seperti dilansir dari Reuters, Rabu (26/12/2018).

Pendanaan untuk sekitar seperempat program federal - termasuk departemen Keamanan Dalam Negeri, Keadilan dan Pertanian - berakhir pada tengah malam pada hari Jumat. Tanpa kesepakatan untuk memecahkan kebuntuan, penutupan itu kemungkinan akan merambah ke tahun baru.

Membangun tembok adalah salah satu janji kampanye Trump yang paling sering diulang, tetapi Demokrat sangat menentangnya. 



Credit  sindonews.com



Komandan al: Iran takkan izinkan kapal induk AS dekati perairan wilayah



Teheran, Iran, CB - Iran pada Senin (24/12) menyatakan Teheran takkan mengizinkan kapal induk AS mendekati perairan wilayah negeri tersebut.

"Kehadiran kapal perang (AS) tidak penting buat kami sebab itu tak bisa berbuat apa-apa terhadap kami," kata Komandan Angkatan Laut Iran Habibollah Sayyari sebagaimana dikutip kantor berita setengah resmi Mehr.

"Kami takkan pernah membiarkan armada itu datang mendekati perairan wilayah Iran," kata Habibollah Sayyari, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa.

Kapal induk USS John C. Stennis memasuki perairan Teluk pada Jumat, di tengah ketegangan antara Washington dan Teheran, setelah AS kembali menjatuhkan sanksi atas Iran setelah Washington secara sepihak keluar dari kesepakatan nuklir 2015, yang ditandatangani antara Iran dan P5+1 --kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman.

Kesepakatan 2015 menetapkan pemberlakuan ketat atas program nuklir Iran sebagai imbalan bagi peringanan sanksi berjumlah miliaran dolar AS.

Sayyari mengatakan kapal induk AS tersebut "takkan berani melakukan tindakan apa pun terhadap Iran".

"Yakinlah bahwa mereka (armada AS) tak berani melakukan tindakan terhadap kami. Pendekatan kami ialah berpikir seperti malam-malam operasi; itu berarti kami akan selalu siaga," katanya.





Credit  antaranews.com