Belasan remaja dan pelatih sepak bola yang terjebak di gua Thailand telah diselamatkan.(REUTERS/Stringer)
Jakarta, CB -- Sebanyak 12 remaja anggota
tim sepak bola Wild Boars telah berhasil diselamatkan, bebas dari
jebakan banjir dan sempit dinding gua di mana mereka sempat terperangkap
selama lebih dari dua pekan.
Satu unit militer Thailand senyum
dengan penuh kebanggaan saat mereka loncat ke atas kendaraannya dekat
gua Tham Luang, Chiang Rai, disambut warga yang menanti untuk
menghormati para pahlawannya.
Namun, di balik suasana gembira itu
ada satu hal yang diketahui para petugas penyelamat, yakni operasi
dramatis itu bisa gagal kapan saja.
Kini, setelah misi berakhir dan para remaja berada dalam kondisi aman dalam perawatan rumah sakit, cerita itu bisa diungkap.
Untuk beberapa hari setelah belasan orang itu menghilang, para
penyelamat tak tahu sama sekali lokasi yang mesti dituju, juga
keselamatan nyawa para korban. Berpengalaman dalam situasi penyelaman
konvensional, anggota angkatan laut Thailand pun dihadapkan pada
tantangan baru.
Kepada
CNN pada
Rabu, (11/7), komandan unit Darat, Laut dan Udara (Navy SEAL) Thailand,
Laksamana Muda Arpakorn Yookongkaew, menceritakan kembali tantangan
awal itu.
Hujan dan gua yang panjang dan berkelok sudah jadi
kekhawatiran. Dalam pemantauan pertama, "harapan kami untuk menemukan
para bocah berkurang," ujarnya.
Tugas mereka tampak sangat sulit,
tapi itu tak menghentikan petugas setempat mengirim satu tim beranggota
110 Navy SEAL Thailand, ratusan tentara dan sejumlah sukarelawan untuk
menyelamatkan para remaja yang hilang.
Tim Yookongkaew melalui gua gelap gulita dan air keruh yang
menggenanginya, hingga menemukan jejak kaki di sebuah persimpangan.
Namun, mereka tak bisa bergerak lebih jauh hingga pompa air dikerahkan.
Pompa
kelas industrial itu hanya bisa mengurangi ketinggian air sebanyak satu
hingga dua sentimeter setiap harinya, kata Yookongkaew.
Baru
setelah beberapa hari, air mulai terlihat agak jernih, ketinggiannya
berkurang dan jarak pandang meningkat. Bersama dua warga Australia,
sejumlah penyelam asal Inggris berbicara dengan Navy SEAL Thailand dan
memetakan rute.
"Kapanpun penyelam gua melalui satu jalan untuk
pertama kalinya, mereka menggunakan garis pandu dan menggunakan jari dan
jempol mereka untuk memastikan mereka menandai rute," kata Bill
Whitehouse, salah satu penyelam asal Inggris.
"Di bawah air, keadaan sangat gelap. Kita boleh pasang banyak lampu di
kepala, tapi banyak lumpur dan endapan. Kita tak bisa melihat dengan
jelas. Seperti berkendara di tengah kabut dengan lampu depan menyala."
Pada
percobaan ketiga menembus gua, 2 Juli, John Volanthen dan Rick Stanton,
dua penyelamat khusus gua yang paling berpengalaman di dunia, bertemu
dengan para remaja itu.
Volanthen mencapai ujung dari garis
pemandunya, memasangkannya di air keruh, dan naik ke permukaan melihat
pemandangan mengejutkan.
Di hadapannya, di atas tebing setinggi sekitar satu meter di atas air, adalah 12 remaja dan pelatihnya.
Saat Volanthen naik ke permukaan, dia menemukan belasan anak yang terjebak. (Thai Navy Seal/Handout via REUTERS TV)
|
"Ada berapa orang?" kata Volanthen kepada para bocah.
"13," kata salah seorang remaja.
"Bagus sekali," jawab Volanthen.
Saat-saat itu sangat luar biasa, kata Whitehouse.
"Satu-satunya masalah adalah ketika kita menemukan mereka, kita mulai berpikir, sekarang apa yang harus dilakukan?"
Yookongkaew
mengatakan rencana awalnya adalah membiarkan anggota tim sepak bola itu
selama sebulan atau lebih sementara para penyelamat mencari cara
mengeluarkannya, mungkin lewat jalur masuk lain atau menunggu air surut.
Namun,
para korban berada di sebuah daratan kecil sekitar 4 kilometer di dalam
gua, dikepung air banjir dengan oksigen terbatas yang terus berkurang
dengan cepat.
Opsi penyelaman selalu berisiko. Para penyelam
menyebut kondisi di lokasi sebagai salah satu yang paling ekstrem yang
pernah mereka lalui, dan para remaja itu tak bisa berenang, apalagi
menyelam.
"Anak-anak
itu tidak akan selamat diam di ruangan itu. Tapi jika kita melakukan
operasi berisiko dan mereka meninggal, bukankah kita lebih baik
meninggalkan mereka di sana dan berharap air surut?" kata Whitehouse.
Sementara
para penyelamat memikirkan cara terbaik, empat penyelam Thailand
tinggal bersama para korban, menjaga kesehatan mereka dan secara
bertahap mengenalkan mereka kembali pada makanan.
Keputusan untuk
memindahkan mereka merupakan keputusan yang sulit, ditambah kematian
seorang mantan Navy SEAL Thailand Saman Kunan, yang kehabisan udara saat
kembali dari operasi pengiriman tanki oksigen ke dalam gua.
Kematiannya mengubah suasana hati di lapangan, menunjukkan bagaiaman bahayanya misi tersebut.
Yookongkaew menyebut Kunan sebagai "pahlawan bagi Thailand dan seluruh dunia."
Namun, tak ada waktu untuk berduka.
Musim hujan jadi ancaman, dan jelas tak ada jalan lain untuk mengeluarkan mereka.
Whitehouse
meminta dua penyelam gua lainnya--Chris Jewell dan Jason Mallison--dan
tiga staf pendukung untuk pergi ke Thailand membawa peralatan baru.
Dia
membawa masker menyelam ukuran anak dan tali dari sebuah perusahaan di
Perancis. Salah satu pemasok asal Inggris pergi dari satu tempat
penjualan ke tempat lainnya untuk mencari barang apapun yang dibutuhkan.
Sementara itu, di Thailand, para penyelam berlatih menjalani operasi dengan anak-anak sekolah setempat di kolam renang terdekat.
Kemudian,
pada 8 Juli, 13 penyelam asing termasuk seorang dokter bergabung dengan
angkatan laut Thailand untuk memulai penyelamatan.
Para remaja
diberi baju renang setebal 5 milimeter, masker yang menutupi seluruh
wajah dan botol udara sementara penyelam lain berjaga-jaga jika ada anak
yang kesulitan.
Anak-anak dibagi menjadi kelompok beranggota
empat orang. Setiap orang dibawa oleh dua penyelam yang membawakan tanki
oksigen dan membimbing mereka melalui terowongan berair keruh. Setiap
penyelamatan memakan waktu berjam-jam, sebagian besar dihabiskan di
bawah air.
Para penyelam membawakan tanki oksigen untuk tim sepakbola yang terjebak. (REUTERS/Stringer)
|
Bagian paling berbahaya dari perjalanan ini adalah di beberapa kilometer
pertama, saat mereka mesti masuk ke celah yang sangat sempit di bawah
air.
Setelah melalui bagian ini, mereka diserahkan kepada tim penyelamat lain, yang membawa mereka melalui sisa gua.
Proses
itu diulangi pada Senin dan Selasa, hingga akhirnya seluruh anggota tim
sepak bola, beserta pelatihnya, dibawa ke tempat yang aman.
Ada laporan yang menyebut anak-anak itu dibius sepanjang operasi. Para pejabat berhati-hati menanggapi hal tersebut.
"Kami harus menggunakan semua cara yang bisa membuat para anak tidak
panik ketika dibawa keluar," kata Yookongkaew. Dia juga mengatakan tak
akan memberikan detail apapun tentang operasi, selain bahwa keputusan
itu diambil secara bersama-sama.
"Paling penting, mereka hidup dan selamat," ujarnya.
Kini,
para remaja itu berada di bangsal isolasi di rumah sakit, perlahan
mulai mendapatkan kembali kekuatan mereka. Dalam beberapa hari ke depan,
saat dokter yakin mereka bebas dari infeksi, mereka akan diperbolehkan
berbicara pada orang tua mereka di ruangan yang sama.
Sementara,
saat tim internasional dibubarkan dan para penyelamat mulai kembali ke
rumah masing-masing, Thailand merayakan hasil yang dapat dikatakan cukup
ajaib.
Credit
cnnindonesia.com