Selasa, 10 April 2018
PBB Peringatkan Eskalasi di Suriah Bisa Tak Terkendali
Utusan PBB soal Suriah memperingatkan eskalasi
bisa tak terkendali di tengah kemungkinan serangan militer AS terkait
dugaan serangan senjata kimia di Douma. (REUTERS/Bassam Khabieh)
"Dewan tidak bisa membiarkan situasi eskalasi tak terkendali berkembang di Suriah, di front manapun," kata de Mistura di DK PBB, Senin (9/4).
De Mistura menyatakan dia harus meredam pidatonya lantaran yang dia bicarakan adalah isu keamanan internasional, tidak hanya kawasan atau Suriah semata.
Situasi Suriah memanas dalam beberapa hari terakhir yang bisa menyeret para pelaku internasional, nasional dan kawasan ke dalam bahaya konfrontasi.
"Ada keperluan bagi Dewan untuk menemukan cara mengatasi situasi dengan persatuan dan tujuan," kata de Mistura.
Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat terkait situasi di Suriah, khususnya setelah dilaporkan penggunaan senjata kimia pada akhir pekan di wilayah yang dikuasai pemberontak di Douma, dekat Ibu Kota Damaskus.
Kantor berita China, Xinhua, mengingatkan bahwa pada 2003, Amerika Serikat menginvasi Irak nerdasarkan informasi intelijen yang belakangan diketahui salah. Kesalahan informasi itu menyeret Irak ke dalam perang.
"Pada 2018, AS kembali mengancam untuk menyerang Suriah, sekali lagi atas tuduhan senjata kimia berdasarkan foto dan video yang belum diverifikasi," tulis Xinhua, Senin (9/4).
Setelah tahun lalu Donald Trump menyerang Suriah atas tuduhan serangan kimia oleh tentara Suriah di wilayah yang dikuasai pemberontak di barat laut Suriah, Amerika Serikat kembali mengancam langkah serupa sambil menuduh tentara Suriah melakukan serangan gas klorin di Distrik Douma, dekat Damaskus.
Pemerintah Suriah berulang kali membantah tuduhan dan menyatakan tidak memiliki senjata tersebut. Pemerintah menyatakan bahwa tentara Suriah sedikit demi sedikit mencapai kemenangan dan tidak memerlukan senjata kimia.
Dalam pertemuan darurat DK PBB soal dugaan serangan senjata kimia di Distrik Douma, ketegangan terjadi antara duta besar Amerika Serikat dan Rusia.
Duta besar Rusia Vassily Nebenzia mengatakan foto-foto serangan kimia di Douma direkayasa, dan mengajukan usulan untuk mengirim tim penyelidik ke Douma untuk memeriksa klaim tersebut.
Tetapi Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley langsung menuding Rusia dengan menyatakan tangan Rusia bersimbah darah anak-anak Suriah.
"Bagaimanapun, Amerika Serikat bakal merespond atas dugaan serangan kimia, apakah DK PBB bertindak atau tidak," kata Haley seperti dilansir Xinhua.
Trump memanaskan tetabuhan hasrat berperang dengan menyatakan bahwa keputusan besar soal Suriah akan diambil dalam 48 jam ke depan. Dia menyatakan negaranya masih menyelidiki kemungkinan keterlibatan Iran dan Rusia terkait dugaan serangan itu.
"Jika itu Rusia, jika Suriah, jika Iran, jika semua mereka bersama, kita akan cari tahu," kata dia.
Sehari sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Suriah merespons klaim pemberontak soal penggunaan senjata kimia di Distrik Douma, dekat Damaskus sebagai 'dalih yang telah direncanakan sebelumnya.'
Dilansir kantor berita pemerintah Suriah, SANA, Kemlu Suriah mengatakan tuduhan penggunaan senjata kimia direncanakan untuk memperpanjang hidup para 'teroris' di Douma. Menurut Kemlu Suriah, para pemberontak kerap melontarkan tuduhan itu tiap kali tentara permintah meraih kemenangan.
Dalam wawancara dengan kantor berita Xinhua bulan lalu, Al Haidar, Menteri Rekonsiliasi Nasional Suriah menyatakan Amerika Serikat memiliki niat terencana untuk menyerang Suriah dan sedang mempelajari kemungkinan hasil dari agresi semacam itu.
"Agresi AS bukanlah hal yang baru, itu bukan yang pertama, tapi perbedaan dari sebelumnya dimana mereka menyerang dan menyebut itu sebagai sebuah kesalahan, kali ini mereka memiliki niat terencana untuk melakukan agresi," kata Haidar.
|
Menurut kantor berita AFP, Duta Besar Rusia untuk PBB, Nebenzia mengkhawatirkan Amerika Serikat bakal mengambil opsi militer untuk Suriah. "Dari apa yang saya dengar sekarang, saya khawatir mereka berupaya mengambil opsi militer, yang sangat-sangat berbahaya," kata Nebenzia kepada wartawan.
Tahun lalu, Trump melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer Suriah setelah dugaan gas sarin digunakan dalam serangan ke kota Khan Sheikhun. Tim medis di Douma mengatakan lebih dari 40 orang tewas setelah serangan gas klorin di Ghouta Timur, Suriah, Sabtu pekan lalu.
Credit cnnindonesia.com
Putin Ingatkan Merkel Soal Provokasi Serangan Gas di Suriah
Dalam perbincangan telepon, Presiden Rusia
Vladimir Putin mengingatkan Kanselir Jerman Angela Merkel soal
'provokasi' di sekitar kasus serangan gas di Suriah. (Yuri Kadobnov/POOL
via Reuters)
"Para pemimpin bertukar pendapat tentang situasi di Suriah temasuk tuduhan terhadap Damaskus oleh sejumlah negara Barat atas penggunaan senjata kimia," kata pernyataan yang dikeluarkan oleh Kremlin.
"Pihak Rusia menekankan tidak bisa menerima provokasi dan spekulasi mengenai masalah ini," lanjutnya.
Seibert juga mengatakan Merkel mengutuk serangan gas yang terjadi di Douma, Suriah, akhir pekan lalu.
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov sebelumnya memperingatkan bahwa membuat kesimpulan dini terkait serangan gas beracun tersebut merupakan kesalahan dan berbahaya.
Peskov menduga pemberontak dapat melakukan serangan tersebut untuk menyalahkan Damaskus. Hal ini pernah diperingatkan oleh Rusia, beberapa waktu lalu.
"Baik presiden maupun menteri pertahanan, mengutip sumber-sumber intelijen, telah berbicara tentang provokasi yang sedang dipersiapkan," kata Peskov.
Dia menambahkan bahwa ini dapat berarti para pemberontak sengaja melakukan serangan kimia atau pun menyebarkan desas-desus serangan sejenis itu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan tim ahli negaranya tidak menemukan jejak serangan kimia di Douma, kota terbesar di wilayah Ghouta timur di luar Damaskus.
Kementerian Pertahanan Rusia pada Senin merilis pernyataan yang mengatakan sejumlah pejabat termasuk dokter militer telah berada di Suriah untuk memeriksa lokasi yang disebut jadi target penyerangan dan mengunjungi sejumlah rumah sakit setempat.
"Tidak adanya jejak kandungan senyawa racun di daerah tersebut," kata pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Rusia kemudian menuduh lembaga yang bekerja di wilayah pemberontak di Suriah, White Helmet, telah menyebarkan berita palsu.
"Seluruh tuduhan dari 'White Helmets' dan juga video serta foto dari dugaan korban serangan kimia, yang disebarkan oleh mereka di media sosial adalah palsu dan sebuah upaya menggagalkan gencatan senjata," kata Kementerian Pertahanan.
Credit cnnindonesia.com
Dua Jet F-15-nya Dituduh Merudal Suriah, Israel Bungkam
TEL AVIV
- Tel Aviv tidak berkomentar setelah Suriah dan Rusia menuduh dua jet
tempur F-15 Israel sebagai pelaku serangan delapan peluru kendali
(rudal) terhadap pangkalan militer T-4 Suriah di dekat Homs.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan, serangan rudal tersebut menewaskan 14 orang.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Kementerian Pertahanan Rusia merinci kronologi serangan yang berlangsung pada Senin dini hari.
"Pada tanggal 9 April, dari pukul 03.25 hingga pukul 03.53 waktu Moskow, dua jet Angkatan Udara Israel F-15 melakukan serangan udara dengan peluru kendali terhadap lapangan terbang T-4 dari wilayah Lebanon dan tanpa memasuki wilayah udara Suriah," kata kementerian tersebut.
Ada delapan rudal yang ditembakkan oleh dua jet tempur F-15 Israel, lima di antaranya ditembak jatuh oleh sistem rudal pertahanan udara Suriah. "Tiga rudal mencapai bagian barat lapangan udara. Tidak ada penasihat militer Rusia di antara mereka yang terluka," lanjut kementerian tersebut.
Tak hanya pemerintah Israel di Tel Aviv dan Yerusalem yang bungkam. Kedutaan Besar Israel di Rusia saat dikonfirmasi Sputnik juga menolak berkomentar."Tidak ada komentar," kata atase pers misi diplomatik Alex Gandler.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga menolak membuat pernyataan untuk merespons komentar dari Moskow dan Damaskus.
Moskow telah meminta Tel Aviv untuk memberikan penjelasan atas serangan udara tersebut. Sedangkan Damaskus menyatakan serangan udara pada Senin dini hari itu sebagai agresi.
Fakta-fakta tentang Pangkalan ΠΆ-4
Pangkalan udara T-4, juga dikenal sebagai Pangkalan Militer Tiyas, terletak di provinsi Homs, sebelah barat kota kuno Palmyra. Basis ini merupakan pangkalan udara terbesar di Suriah.
Sebagai fasilitas penting yang strategis, pangkalan Tiyas telah berulang kali mengalami serangan.
Pada Mei 2016, perusahaan intelijen swasta Stratfor mempresentasikan citra satelit yang menunjukkan bahwa kelompok Daesh atau ISIS menyerang pangkalan militer Tiyas dan menghancurkan empat helikopter Rusia dan 20 truk logistik.
Kelompok Daesh kala itu mengklaim telah mengebom peralatan tempur Rusia, namun Kementerian Pertahanan Moskow menolak klaim tersebut dan menganggapnya sebagai propaganda.
Pada Februari 2018, Israel melancarkan serangan terhadap pangkalan udara di Tiyas dengan klaim menggempur target militer Iran di sana. Sebelum meluncurkan serangan udara, Tel Aviv melaporkan bahwa sebuah helikopter Israel telah mencegat sebuah pesawat tak berawak Iran yang menyeberang ke Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan, serangan rudal tersebut menewaskan 14 orang.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Kementerian Pertahanan Rusia merinci kronologi serangan yang berlangsung pada Senin dini hari.
"Pada tanggal 9 April, dari pukul 03.25 hingga pukul 03.53 waktu Moskow, dua jet Angkatan Udara Israel F-15 melakukan serangan udara dengan peluru kendali terhadap lapangan terbang T-4 dari wilayah Lebanon dan tanpa memasuki wilayah udara Suriah," kata kementerian tersebut.
Ada delapan rudal yang ditembakkan oleh dua jet tempur F-15 Israel, lima di antaranya ditembak jatuh oleh sistem rudal pertahanan udara Suriah. "Tiga rudal mencapai bagian barat lapangan udara. Tidak ada penasihat militer Rusia di antara mereka yang terluka," lanjut kementerian tersebut.
Tak hanya pemerintah Israel di Tel Aviv dan Yerusalem yang bungkam. Kedutaan Besar Israel di Rusia saat dikonfirmasi Sputnik juga menolak berkomentar."Tidak ada komentar," kata atase pers misi diplomatik Alex Gandler.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga menolak membuat pernyataan untuk merespons komentar dari Moskow dan Damaskus.
Moskow telah meminta Tel Aviv untuk memberikan penjelasan atas serangan udara tersebut. Sedangkan Damaskus menyatakan serangan udara pada Senin dini hari itu sebagai agresi.
Fakta-fakta tentang Pangkalan ΠΆ-4
Pangkalan udara T-4, juga dikenal sebagai Pangkalan Militer Tiyas, terletak di provinsi Homs, sebelah barat kota kuno Palmyra. Basis ini merupakan pangkalan udara terbesar di Suriah.
Sebagai fasilitas penting yang strategis, pangkalan Tiyas telah berulang kali mengalami serangan.
Pada Mei 2016, perusahaan intelijen swasta Stratfor mempresentasikan citra satelit yang menunjukkan bahwa kelompok Daesh atau ISIS menyerang pangkalan militer Tiyas dan menghancurkan empat helikopter Rusia dan 20 truk logistik.
Kelompok Daesh kala itu mengklaim telah mengebom peralatan tempur Rusia, namun Kementerian Pertahanan Moskow menolak klaim tersebut dan menganggapnya sebagai propaganda.
Pada Februari 2018, Israel melancarkan serangan terhadap pangkalan udara di Tiyas dengan klaim menggempur target militer Iran di sana. Sebelum meluncurkan serangan udara, Tel Aviv melaporkan bahwa sebuah helikopter Israel telah mencegat sebuah pesawat tak berawak Iran yang menyeberang ke Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
IDF menuduh Iran mengendalikan pangkalan udara Tiyas sebagai asal penerbangan pesawat nirawak yang dicegat dan ditembak jatuh di atas udara Israel utara.
Sebagai respons, militer negara Yahudi itu meluncurkan 12 serangan udara di pangkalan Tiyas dan ditanggapi dengan tembakan rudal dari sistem pertahanan udara Suriah. Satu jet tempur Israel waktu itu terkena tembakan rudal, namun pilotnya berhasil menyelamatkan diri.
Credit sindonews.com
Kata Rusia, 2 Jet Tempur Israel yang Merudal Suriah
MOSKOW
- Militer Rusia menyatakan dua pesawat jet tempur F-15 Israel sebagai
pelaku serangan peluru kendali (rudal) terhadap pangkalan udara T-4
Suriah dekat Homs, Senin dini hari.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, total ada delapan rudal yang ditembakkan. Lima rudal ditembak jatuh oleh sistem rudal pertahanan udara Suriah, namun tiga sisanya berhasil menghantam target.
"Dua jet F-15 Angkatan Udara Israel menembakkan delapan peluru kendali di lapangan terbang T-4," bunyi pernyataan kementerian itu, pada Senin (9/4/2018).
Dalam serangannya, pesawat tempur Israel tidak memasuki wilayah udara Suriah. Serangan diluncurkan kedua jet tempur itu terbang di atas wilayah udara Lebanon.
"Pasukan pertahanan udara Suriah telah menembak jatuh lima peluru kendali," lanjut pernyataan kementerian pertahanan Rusia."Tiga rudal menghantam bagian barat lapangan terbang."
Media Lebanon, Al-Mayadeen, sebelumnya melaporkan bahwa ada pesawat yang melintas di atas wilayah udara Lebanon selama serangan di Suriah terjadi. Pesawat itu melepaskan peluru kendali yang melintasi wilayah udara Keserwan dan Bekaa di Lebanon sebelum menuju ke Suriah.
Kantor berita negara Suriah, SANA, sempat menduga Amerika Serikat (AS) sebagai pelaku serangan. Dugaan ini wajar karena Presiden Donald Trump sudah mengancam akan melakukan serangan militer terhadap rezim Suriah atas tuduhan melakukan pembantaian warga sipil di Douma dengan senjata kimia.
Beberapa orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam serangan di pangkalan udara T-4.
Namun, Pentagon atau Departemen Pertahanan AS membantah bahwa delapan rudal yang menyerang pangkalan militer Suriah merupakan rudal Tomahawk. Melalui pernyataan resmi, militer Washington itu juga membantah sebagai pelaku serangan.
"Pada saat ini, Departemen Pertahanan tidak melakukan serangan udara di Suriah," bunyi pernyataan Pentagon kepada Reuters.
"Namun, kami terus memantau situasi dan mendukung upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk menahan mereka yang menggunakan senjata kimia, di Suriah dan sebaliknya, yang bertanggung jawab," lanjut pernyataan itu.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, total ada delapan rudal yang ditembakkan. Lima rudal ditembak jatuh oleh sistem rudal pertahanan udara Suriah, namun tiga sisanya berhasil menghantam target.
"Dua jet F-15 Angkatan Udara Israel menembakkan delapan peluru kendali di lapangan terbang T-4," bunyi pernyataan kementerian itu, pada Senin (9/4/2018).
Dalam serangannya, pesawat tempur Israel tidak memasuki wilayah udara Suriah. Serangan diluncurkan kedua jet tempur itu terbang di atas wilayah udara Lebanon.
"Pasukan pertahanan udara Suriah telah menembak jatuh lima peluru kendali," lanjut pernyataan kementerian pertahanan Rusia."Tiga rudal menghantam bagian barat lapangan terbang."
Media Lebanon, Al-Mayadeen, sebelumnya melaporkan bahwa ada pesawat yang melintas di atas wilayah udara Lebanon selama serangan di Suriah terjadi. Pesawat itu melepaskan peluru kendali yang melintasi wilayah udara Keserwan dan Bekaa di Lebanon sebelum menuju ke Suriah.
Kantor berita negara Suriah, SANA, sempat menduga Amerika Serikat (AS) sebagai pelaku serangan. Dugaan ini wajar karena Presiden Donald Trump sudah mengancam akan melakukan serangan militer terhadap rezim Suriah atas tuduhan melakukan pembantaian warga sipil di Douma dengan senjata kimia.
Beberapa orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam serangan di pangkalan udara T-4.
Namun, Pentagon atau Departemen Pertahanan AS membantah bahwa delapan rudal yang menyerang pangkalan militer Suriah merupakan rudal Tomahawk. Melalui pernyataan resmi, militer Washington itu juga membantah sebagai pelaku serangan.
"Pada saat ini, Departemen Pertahanan tidak melakukan serangan udara di Suriah," bunyi pernyataan Pentagon kepada Reuters.
"Namun, kami terus memantau situasi dan mendukung upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk menahan mereka yang menggunakan senjata kimia, di Suriah dan sebaliknya, yang bertanggung jawab," lanjut pernyataan itu.
Credit sindonews.com
Trump Ancam Rezim Suriah: Kami Punya Banyak Opsi Militer!
WASHINGTON
- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump kembali mengancam
akan menyerang rezim Suriah atas tuduhan serangan senjata kimia di
Douma. Trump mengatakan, Washington memiliki banyak opsi militer untuk
rezim Damaskus.
Pemimpin Gedung Putih telah bertemu dengan komandan militer AS untuk membahas kemungkinan "respons yang kuat" terhadap dugaan serangan kimia di Suriah. Washington bahkan siap bertindak meski tanpa mandat atau persetujuan PBB.
"Serangan kimia yang diduga terjadi di Suriah akan ditanggapi dan itu akan ditanggapi dengan paksa," kata Trump kepada wartawan pada Senin malam.
"Kami tidak dapat membiarkan kekejaman seperti yang kita semua saksikan. Kami tidak dapat membiarkan itu terjadi di dunia kita," ujar Trump."Terutama jika karena kekuatan AS, kita dapat menghentikannya."
"Kami mendapatkan kejelasan yang sangat baik tentang siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu," imbuh sang presiden. "Kami memiliki banyak opsi militer, dan kami akan segera memberi tahu Anda."
Sebelumnya pada hari yang sama, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan bahwa serangan kimia di Douma, pinggiran Damaskus, pada hari Sabtu sebagai fakta yang terbukti. Haley menyalahkan Rusia dan Presiden Bashar al-Assad yang dia sebut "monster" atas serangan tersebut.
Serangan Kimia Rekayasa?
Sementara itu, pasukan Rusia dan Suriah memeriksa area Douma yang dilaporkan jadi lokasi serangan kimia. Area yang telah dibersihkan dari kelompok militan Jaysh al-Islam tidak ditemukan jejak agen atau racun kimia. Tidak ada pasien di rumah sakit setempat dengan tanda-tanda adanya keracunan zat kimia.
"Semua fakta ini menunjukkan bahwa tidak ada senjata kimia yang digunakan di kota Douma, seperti yang diklaim oleh White Helmets," kata Pusat Rekonsiliasi Rusia untuk Suriah dalam sebuah pernyataan, mengacu pada kelompok yang kerap melaporkan serangan kimia di Suriah, seperti dikutip Russia Today, Selasa (10/4/2018).
Pernyataan itu itu menyebut foto-foto yang disutradarai White Helmets dari dugaan serangan kimia adalah berita palsu.
Sebelumnya, Presiden Trump telah melontarkan kata-kata kasar terkait dugaan serangan kimia di Suriah. Dia menyebut Assad sebagai "binatang" dan bersumpah bahwa rezim Assad akan membayar "harga mahal" atas serangan tersebut.
Ancaman Trump ini mengigatkan kata-katanya setahun lalu, ketika AS meluncurkan rudal-rudal jelajah Tomahawk terhadap pangkalan udara Suriah setelah kelompok militan anti-pemerintah Assad menuduh Damaskus melakukan serangan kimia di kota Khan Shaykhun.
Pemimpin Gedung Putih telah bertemu dengan komandan militer AS untuk membahas kemungkinan "respons yang kuat" terhadap dugaan serangan kimia di Suriah. Washington bahkan siap bertindak meski tanpa mandat atau persetujuan PBB.
"Serangan kimia yang diduga terjadi di Suriah akan ditanggapi dan itu akan ditanggapi dengan paksa," kata Trump kepada wartawan pada Senin malam.
"Kami tidak dapat membiarkan kekejaman seperti yang kita semua saksikan. Kami tidak dapat membiarkan itu terjadi di dunia kita," ujar Trump."Terutama jika karena kekuatan AS, kita dapat menghentikannya."
"Kami mendapatkan kejelasan yang sangat baik tentang siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu," imbuh sang presiden. "Kami memiliki banyak opsi militer, dan kami akan segera memberi tahu Anda."
Sebelumnya pada hari yang sama, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan bahwa serangan kimia di Douma, pinggiran Damaskus, pada hari Sabtu sebagai fakta yang terbukti. Haley menyalahkan Rusia dan Presiden Bashar al-Assad yang dia sebut "monster" atas serangan tersebut.
Serangan Kimia Rekayasa?
Sementara itu, pasukan Rusia dan Suriah memeriksa area Douma yang dilaporkan jadi lokasi serangan kimia. Area yang telah dibersihkan dari kelompok militan Jaysh al-Islam tidak ditemukan jejak agen atau racun kimia. Tidak ada pasien di rumah sakit setempat dengan tanda-tanda adanya keracunan zat kimia.
"Semua fakta ini menunjukkan bahwa tidak ada senjata kimia yang digunakan di kota Douma, seperti yang diklaim oleh White Helmets," kata Pusat Rekonsiliasi Rusia untuk Suriah dalam sebuah pernyataan, mengacu pada kelompok yang kerap melaporkan serangan kimia di Suriah, seperti dikutip Russia Today, Selasa (10/4/2018).
Pernyataan itu itu menyebut foto-foto yang disutradarai White Helmets dari dugaan serangan kimia adalah berita palsu.
Sebelumnya, Presiden Trump telah melontarkan kata-kata kasar terkait dugaan serangan kimia di Suriah. Dia menyebut Assad sebagai "binatang" dan bersumpah bahwa rezim Assad akan membayar "harga mahal" atas serangan tersebut.
Ancaman Trump ini mengigatkan kata-katanya setahun lalu, ketika AS meluncurkan rudal-rudal jelajah Tomahawk terhadap pangkalan udara Suriah setelah kelompok militan anti-pemerintah Assad menuduh Damaskus melakukan serangan kimia di kota Khan Shaykhun.
Credit sindonews.com
Tiga orang Iran tewas dalam serangan udara di Suriah
London (CB) - Tiga orang Iran tewas dalam serangan udara di
pangkalan udara Suriah di dekat Homs pada Minggu, kata kantor berita
Iran Fars, dengan Suriah dan sekutu utamanya, Rusia, menuding Israel
melakukan serangan itu.
Israel tidak memastikan atau membantah melakukan serangan itu, tapi pejabat Israel menyatakan pangkalan udara Tiyas, atau T-4, digunakan oleh pasukan dari Iran dan bahwa Israel tidak dapat menerima kehadiran musuh bebuyutannya itu di Suriah.
Garda Revolusi, tentara paling kuat Iran, bertempur untuk mendukung presiden Suriah Bashar al-Assad selama beberapa tahun belakangan. Lebih dari 1.000 orang Iran tewas di Suriah, termasuk anggota penting pasukan itu.
Kantor berita setengah resmi Fars pada Senin menyatakan dua pembela kuil itu, Seyed Ammar Mousavi dan Akbar Zavar Jannati, tewas dalam serangan udara jet tempur rezim Zionis.
Iran menyebut pejuangnya di Suriah pembela kuil seperti yang dikatakannya bahwa pasukan itu berada di sana untuk melindungi Kuil Zeinab, tempat suci Syiah di dekat Damaskus.
Dalam laporan selanjutnya, Fars menyatakan pejuang ketiga bernama Mehdi Lotfi Niasar tewas dalam serangan itu.
Pengamat Hak Asasi Manusia Suriah, yang bermarkas di Inggris, menyatakan setidak-tidaknya 14 orang tewas, termasuk beberapa pejuang dari berbagai kebangsaan.
Serangan itu terjadi beberapa jam sesudah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperingatkan tentang "harga besar harus dibayar" menyusul laporan tentang serangan gas beracun di kota Douma, yang dikuasai pemberontak, yang menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak, demikian Reuters.
Israel tidak memastikan atau membantah melakukan serangan itu, tapi pejabat Israel menyatakan pangkalan udara Tiyas, atau T-4, digunakan oleh pasukan dari Iran dan bahwa Israel tidak dapat menerima kehadiran musuh bebuyutannya itu di Suriah.
Garda Revolusi, tentara paling kuat Iran, bertempur untuk mendukung presiden Suriah Bashar al-Assad selama beberapa tahun belakangan. Lebih dari 1.000 orang Iran tewas di Suriah, termasuk anggota penting pasukan itu.
Kantor berita setengah resmi Fars pada Senin menyatakan dua pembela kuil itu, Seyed Ammar Mousavi dan Akbar Zavar Jannati, tewas dalam serangan udara jet tempur rezim Zionis.
Iran menyebut pejuangnya di Suriah pembela kuil seperti yang dikatakannya bahwa pasukan itu berada di sana untuk melindungi Kuil Zeinab, tempat suci Syiah di dekat Damaskus.
Dalam laporan selanjutnya, Fars menyatakan pejuang ketiga bernama Mehdi Lotfi Niasar tewas dalam serangan itu.
Pengamat Hak Asasi Manusia Suriah, yang bermarkas di Inggris, menyatakan setidak-tidaknya 14 orang tewas, termasuk beberapa pejuang dari berbagai kebangsaan.
Serangan itu terjadi beberapa jam sesudah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperingatkan tentang "harga besar harus dibayar" menyusul laporan tentang serangan gas beracun di kota Douma, yang dikuasai pemberontak, yang menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak, demikian Reuters.
Credit antaranews.com
Iran klaim laporan serangan gas Suriah "alasan" aksi militer
... menunjukkan
rencana baru melawan pemerintah dan rakyat Suriah, dan merupakan alasan
untuk melakukan tindakan militer melawan mereka...
Dubai, UEA (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan,
laporan tentang serangan gas di Suriah, Minggu, tidak berdasarkan fakta
dan merupakan "alasan" Amerika Serikat dan negara-negara Barat untuk
melakukan tindakan militer terhadap Damaskus, kata Kantor berita Iran,
IRNA.
"Klaim dan tuduhan seperti itu oleh Amerika dan beberapa negara-negara Barat menunjukkan rencana baru melawan pemerintah dan rakyat Suriah, dan merupakan alasan untuk melakukan tindakan militer melawan mereka," kata IRNA melaporkan pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi.
IRNA juga mengutip Qasemi yang mengatakan, laporan tentang serangan gas "tidak cocok dengan fakta."
Iran telah menjadi pendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad, melawan gerilyawan di sepanjang konflik.
Milisi yang didukung Iran mula-mula membantu pasukannya membendung kemajuan gerilyawan dan, setelah masuknya Rusia ke dalam perang di 2015, kemudian mendukung al-Asaad.
Dalam pertemuan dengan komandan militer pada Minggu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan keyakinan dia, musuh akan gagal dalam konfrontasi dengan Iran.
"Terlepas dari semua konspirasi... dari musuh, kekuatan dari sistem Islam akan meningkat dari hari ke hari, " menurut Khamenei sebagaimana dikutip IRNA.
"Klaim dan tuduhan seperti itu oleh Amerika dan beberapa negara-negara Barat menunjukkan rencana baru melawan pemerintah dan rakyat Suriah, dan merupakan alasan untuk melakukan tindakan militer melawan mereka," kata IRNA melaporkan pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi.
IRNA juga mengutip Qasemi yang mengatakan, laporan tentang serangan gas "tidak cocok dengan fakta."
Iran telah menjadi pendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad, melawan gerilyawan di sepanjang konflik.
Milisi yang didukung Iran mula-mula membantu pasukannya membendung kemajuan gerilyawan dan, setelah masuknya Rusia ke dalam perang di 2015, kemudian mendukung al-Asaad.
Dalam pertemuan dengan komandan militer pada Minggu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan keyakinan dia, musuh akan gagal dalam konfrontasi dengan Iran.
"Terlepas dari semua konspirasi... dari musuh, kekuatan dari sistem Islam akan meningkat dari hari ke hari, " menurut Khamenei sebagaimana dikutip IRNA.
Credit antaranews.com
Senin, 09 April 2018
Melihat Prajurit TNI AL Beraksi di Kapal Selam KRI Ardadedali-404
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengunjungi Kapal Selam KRI Ardadedali-40 di Galangan DSME, Okpo, Korea Selatan. Pada kesempatan itu Hadi meninjau sejumlah prajurit TNI AL yang mengawaki kapal selam tersebut.
Menurut Hadi prajurit-prajurit TNI Angkatan Laut yang menjadi awak kapal selam tersebut merupakan prajurit pilihan, sebab tidak semua prajurit TNI AL memiliki kesempatan untuk bisa melaksanakan operasi bawah laut.
Hadi menyampaikan, prajurit TNI AL yang terpilih menjadi awak kapal selam perlu kualifikasi yang benar-benar mumpuni terutama memiliki ketabahan.
"Moto Kapal Selam RI 'Tabah Sampai Akhir'. Moto itu mudah diucapkan namun susah dilaksanakan pada saat melaksanakan operasi bawah laut yang dapat memakan waktu cukup lama,” ujar Hadi pada saat memberikan pengarahan kepada prajurit TNI AL yang mengawaki Kapal Selam KRI Ardadedali-404 dalam rangkaian kunjungan kerja di Galangan DSME, Okpo, Korea Selatan, Jumat (6/4) dalam keterangan dari Puspen TNI.
Selain itu, Hadi menambahkan prajurit di Kapal Selam RI mempunyai ketabahan luar biasa, karena berpisah dengan keluarga selama berbulan bulan.
“Ketabahan yang dimiliki oleh awak Kapal Selam RI memiliki satu tujuan utama dalam rangka melaksanakan tugas menegakkan kedaulatan NKRI,” kata Hadi.
Panglima TNI juga menyampaikan bahwa kapal selam memiliki nilai yang sangat strategis dan sekaligus memberi efek deterens yang sangat kuat bagi negara.
"Oleh karena itu kita harus memiliki prajurit terlatih untuk mengawaki kapal selam dalam rangka memperkuat Armada TNI AL,” katanya.
Hadi mengatakan pemerintah RI mengapresiasi seluruh prajurit yang menjadi awak Kapal Selam RI dengan memberikan perhatian kesejahteraan serta memberikan tunjangan khusus kepada mereka.
Hadi dalam kesempatan tersebut mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan profesionalisme seluruh awak KRI Ardadedali-404 yang telah menjalani pelatihan selama 12 bulan dalam rangka mengoperasikan kapal selam.
Rencananya pelayaran penyeberangan dari Korea Selatan ke Indonesia akan dimulai pada tanggal 23 April 2018 mendatag. KRI Ardadedali-404 di bawah Komandan Letkol Laut (P) Widya Poerwandanu beserta awak kapal sejumlah 9 Perwira, 16 Bintara dan 15 Tamtama.
Turut hadir dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI, Asintel Panglima Mayjen Benny Indra Pujihastono, Aslog Panglima Laksda Bambang Naryono, Kapuspen TNI Mayjen M Sabrar Fadhilah, Kapuskersin Laksma Tatit Eko Witjaksono, Kadisadal Laksma Prasetya Nugraha, dan Marsma TNI Khairil Lubis.
Dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI di Korea Selatan ini juga didampingi oleh Duta besar Luar Biasa RI H.E. Mr. Umar Hadi dan Atase Pertahanan RI untuk Korea Selatan Kolonel Laut (E) Oka Wirayudha serta, Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Selam Laksma TNI Iwan Isnurwanto.
Credit kumparan.com
AS: Tak Benar Rudal Tomahawk Gempur Militer Suriah
DAMASKUS
- Amerika Serikat (AS) membantah menyerang pangkalan militer Angkatan
Udara Suriah di dekat Homs pada Minggu malam atau Senin (9/4/2018) dini
hari. Serangan ini terjadi setelah Presiden Donald Trump mengancam akan
menggempur rezim Bashar al-Assad atas tuduhan membantai warga sipil di
Douma dengan senjata kimia.
Pejabat pemerintah Trump kepada CNN mengatakan, laporan serangan rudal Tomahawk terhadap militer rezim Bashar al-Assad tidak benar.
Sebelumnya, kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan serangan delapan rudal menghantam pangkalan udara T-4 di dekat Homs."Dihantam oleh beberapa rudal, kemungkinan serangan oleh AS," tulis media pemerintah tersebut mengutip sumber militer Damaskus.
Serangan tiba-tiba itu memakan korban jiwa. "Ada beberapa martir dan beberapa terluka," imbuh laporan SANA.
Militer Assad merespons serangan itu dengan mengaktifkan sistem rudal pertahanan udara.
Al Masdar News, media Timur Tengah lainnya menyebut ada jet tempur misterius telah memasuki wilayah udara Suriah dari Lebanon. Media tersebut berspekulasi bahwa jet tempur itu kemungkinan berasal dari Israel.
Pejabat pemerintah Trump kepada CNN mengatakan, laporan serangan rudal Tomahawk terhadap militer rezim Bashar al-Assad tidak benar.
Sebelumnya, kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan serangan delapan rudal menghantam pangkalan udara T-4 di dekat Homs."Dihantam oleh beberapa rudal, kemungkinan serangan oleh AS," tulis media pemerintah tersebut mengutip sumber militer Damaskus.
Serangan tiba-tiba itu memakan korban jiwa. "Ada beberapa martir dan beberapa terluka," imbuh laporan SANA.
Militer Assad merespons serangan itu dengan mengaktifkan sistem rudal pertahanan udara.
Al Masdar News, media Timur Tengah lainnya menyebut ada jet tempur misterius telah memasuki wilayah udara Suriah dari Lebanon. Media tersebut berspekulasi bahwa jet tempur itu kemungkinan berasal dari Israel.
Credit sindonews.com
Pangkalan Militer Suriah Dirudal, Diduga oleh AS
DAMASKUS
- Sebuah pangkalaan militer Angkatan Udara Suriah di dekat Homs
diserang rudal, pada Senin (9/4/2018). Media pemerintah setempat menduga
serangan rudal diluncurkan Amerika Serikat (AS).
Serangan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengancam meluncurkan serangan militer terhadap rezim Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad atas tuduhan membantai warga sipil di Douma dengan senjata kimia.
Kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan setidaknya delapan serangan rudal menghantam pangkalan udara T-4 Suriah. Laporan ini mengutip sumber militer Damaskus.
Pangkalan udara T-4 Suriah yang diserang berada sebelah timur provinsi Homs.
Media Lebanon, Al Mayadeen, melaporkan bahwa tembakan beberapa rudal tersebut berasal dari Laut Mediterania, melalui wilayah udara Lebanon.
Departemen Pertahanan AS mengaku sudah mendengar laporan tentang serangan rudal terhadap basis militer rezim Assad. Namun, seorang pejabat Pentagon kepada Sputnik, menolak mengonfirmasi bahwa Amerika sebagai pelaku serangan.
Al Masdar News, media Timur Tengah lainnya menyebut ada jet tempur misterius telah memasuki wilayah udara Suriah dari Lebanon. Media tersebut berspekulasi bahwa jet temour itu kemungkinan berasal dari Israel.
Rezim Assad tak tinggal diam melihat pangkalan militernya diserang. Pasukan Suriah menanggapi dengan mengaktifkan sistem rudal pertahanan udara di Pangkalan Udara Mezzeh.
Hingga saat ini belum diketahui tentang kemungkinan adanya korban jiwa maupun kerusakan akibat serangan delapan rudal terhadap basis militer rezim Suriah.
Serangan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengancam meluncurkan serangan militer terhadap rezim Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad atas tuduhan membantai warga sipil di Douma dengan senjata kimia.
Kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan setidaknya delapan serangan rudal menghantam pangkalan udara T-4 Suriah. Laporan ini mengutip sumber militer Damaskus.
Pangkalan udara T-4 Suriah yang diserang berada sebelah timur provinsi Homs.
Media Lebanon, Al Mayadeen, melaporkan bahwa tembakan beberapa rudal tersebut berasal dari Laut Mediterania, melalui wilayah udara Lebanon.
Departemen Pertahanan AS mengaku sudah mendengar laporan tentang serangan rudal terhadap basis militer rezim Assad. Namun, seorang pejabat Pentagon kepada Sputnik, menolak mengonfirmasi bahwa Amerika sebagai pelaku serangan.
Al Masdar News, media Timur Tengah lainnya menyebut ada jet tempur misterius telah memasuki wilayah udara Suriah dari Lebanon. Media tersebut berspekulasi bahwa jet temour itu kemungkinan berasal dari Israel.
Rezim Assad tak tinggal diam melihat pangkalan militernya diserang. Pasukan Suriah menanggapi dengan mengaktifkan sistem rudal pertahanan udara di Pangkalan Udara Mezzeh.
Hingga saat ini belum diketahui tentang kemungkinan adanya korban jiwa maupun kerusakan akibat serangan delapan rudal terhadap basis militer rezim Suriah.
Credit sindonews.com
Serangan Rudal di Pangkalan Udara Suriah, Beberapa Tewas
Insiden ini tepat setahun setelah AS menyerang
satu pangkalan udara Suriah sebagai balasan atas serangan sarin di Khan
Sheikhoun pada 2017. (Ford Williams/Courtesy U.S. Navy/Handout via
Reuters)
"Ada yang tewas dan terluka akibat serangan rudal yang menghantam Bandara Tayfur," bunyi laporan kantor berita SANA sebagaimana dikutip AFP.
Kantor berita tersebut menyatakan pemerintah menduga serangan itu dilakukan oleh AS, tapi Washington mengonfirmasi bahwa militer mereka tak melakukan serangan udara.
|
Insiden ini terjadi tak lama setelah Presiden Donald Trump memperingatkan Suriah mengenai dugaan serangan senjata kimia yang menewaskan puluhan orang di daerah kekuasaan pemberontak di Kota Douma pada Sabtu (7/4).
"Banyak yang tewas, termasuk perempuan dan anak, dalam serangan kimia yang tak masuk akal di Suriah. Daerah itu tertutup dan dikepung Tentara Suriah, membuatnya benar-benar tak bisa diakses dunia luar," tulis Trump melalui akun Twitter pribadinya.
Melanjutkan pernyataannya, Trump menulis, "Presiden Putin, Rusia, dan Iran bertanggung jawab karena mendukung Binatang Assad."
Pernyataan ini disampaikan tepat setahun setelah AS menyerang satu pangkalan udara Suriah sebagai balasan atas serangan sarin di Khan Sheikhoun pada 2017.
Credit cnnindonesia.com
Ulama Iran: Rudal Hizbullah Bisa Bikin Tel Aviv Israel Kota Hantu
TEHERAN
- Ulama senior Iran, Ayatollah Ahmad Khatami, mengklaim kota Tel Aviv
dan Haifa di Israel bisa menjadi kota hantu jika diserang rudal kelompok
Hizbullah Lebanon yang berjarak tempuh 70km.
Komentar Khatami, yang juga anggota senior Majelis Ahli Iran, sebagai respons atas pernyataan militer Israel bahwa perang dengan Hizbullah berpotensi pecah pada tahun-tahun mendatang.
"Hizbullah akan mengubah Haifa dan Tel Aviv menjadi kota-kota hantu dengan rudal," kata Khatami dalam sebuah khotbah Jumat, seperti dilansir Jerusalem Post, Minggu (8/4/2018).
"Anda (Israel) sudah mencoba peluang Anda dua kali, dan gagal," kata Khatami."Terlepas dari kenyataan bahwa Hezbollah lebih kuat hari ini daripada sebelumnya, jika Anda ingin Tel Aviv dan Haifa diruntuhkan, cobalah kesempatan Anda lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Mayor Jenderal Nitzan Alon mengatakan konflik dengan Hizbullah Lebanon bisa terjadi pada tahun-tahun mendatang.
"Tahun ini memiliki potensi eskalasi, dan tidak harus karena kedua pihak ingin memulai, tetapi karena kemunduran yang terjadi secara bertahap. Ini telah mendorong kami untuk meningkatkan tingkat kesiapsiagaan," kata Alon, seperti dikutip Army Radio.
Ulama Iran tersebut juga mengecam pembunuhan IDF terhadap para demonstran Palestina dalam protes "Great March of Return" yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. "Zionis hanya dapat dijawab dengan bahasa perlawanan dan kekuatan," katanya.
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei juga pernah memprediksi bahwa Israel tidak akan bertahan hidup 25 tahun lagi. Khatami mendukung prediksi Khamenei."Mungkin itu adalah kehendak Tuhan, dengan semua kegilaan yang mereka sebabkan, (Israel) akan dihancurkan bahkan sebelum itu," ujarnya.
Hizbullah, menurut analisis militer Israel, pada saat ini memiliki gudang dengan sekitar 150.000 rudal.
Khatami juga mengecam Arab Saudi karena hubungannya yang semakin dekat dengan Israel. Terlebih, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman baru-baru ini membela hak orang-orang Israel untuk hidup di tanahnya sendiri.
Komentar Khatami, yang juga anggota senior Majelis Ahli Iran, sebagai respons atas pernyataan militer Israel bahwa perang dengan Hizbullah berpotensi pecah pada tahun-tahun mendatang.
"Hizbullah akan mengubah Haifa dan Tel Aviv menjadi kota-kota hantu dengan rudal," kata Khatami dalam sebuah khotbah Jumat, seperti dilansir Jerusalem Post, Minggu (8/4/2018).
"Anda (Israel) sudah mencoba peluang Anda dua kali, dan gagal," kata Khatami."Terlepas dari kenyataan bahwa Hezbollah lebih kuat hari ini daripada sebelumnya, jika Anda ingin Tel Aviv dan Haifa diruntuhkan, cobalah kesempatan Anda lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Mayor Jenderal Nitzan Alon mengatakan konflik dengan Hizbullah Lebanon bisa terjadi pada tahun-tahun mendatang.
"Tahun ini memiliki potensi eskalasi, dan tidak harus karena kedua pihak ingin memulai, tetapi karena kemunduran yang terjadi secara bertahap. Ini telah mendorong kami untuk meningkatkan tingkat kesiapsiagaan," kata Alon, seperti dikutip Army Radio.
Ulama Iran tersebut juga mengecam pembunuhan IDF terhadap para demonstran Palestina dalam protes "Great March of Return" yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. "Zionis hanya dapat dijawab dengan bahasa perlawanan dan kekuatan," katanya.
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei juga pernah memprediksi bahwa Israel tidak akan bertahan hidup 25 tahun lagi. Khatami mendukung prediksi Khamenei."Mungkin itu adalah kehendak Tuhan, dengan semua kegilaan yang mereka sebabkan, (Israel) akan dihancurkan bahkan sebelum itu," ujarnya.
Hizbullah, menurut analisis militer Israel, pada saat ini memiliki gudang dengan sekitar 150.000 rudal.
Khatami juga mengecam Arab Saudi karena hubungannya yang semakin dekat dengan Israel. Terlebih, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman baru-baru ini membela hak orang-orang Israel untuk hidup di tanahnya sendiri.
Credit sindonews.com
Saudi Bangun Kanal, Qatar Terancam Jadi 'Sebuah Pulau'
RIYADH
- Arab Saudi berencana membangun kanal di sepanjang perbatasan daratnya
dengan Qatar. Proyek ini akan secara efektif membuat negara di
semenanjung Arab itu menjadi sebuah pulau.
Surat kabar Saudi, Sabq, mengklaim bahwa para perencana masih menunggu izin resmi untuk memulai pembangunan kanal. Proyek itu dapat diselesaikan hanya dalam setahun dengan biaya USD750 juta.
Menurut desain, kanal itu akan mempunyai pajang 60 km, lebar 200 meter dan mempunyai kedalam antara 15-20 meter. Dengan begitu, kanal ini akan memotong wilayah perbatasan dengan Qatar di sebelah selatan.
Saluran maritim antara daerah Salwa dan Khawr al-Udayd di Arab Saudi akan secara efektif mengakhiri perdagangan darat dengan Qatar dan juga memungkinkan pengiriman untuk memotong jalur Qatar.
Arab Saudi meluncurkan blokade darat, laut dan udara terhadap Qatar pada Juni lalu. Aksi ini dilakukan bersama sekutu regionalnya - Uni Emirar Arab (UEA), Bahrain dan Mesir. Blokade ini secara luas dikutuk sebagai tindakan ilegal.
Proyek kanal ini tampak sebagai upaya untuk lebih memperketat blokade atas Qatar dan berusaha mengambil alih perdagangan dari negara kerajaan itu.
Kanal ini nantinya akan mampu menampung kapal tanker dan kapal kontainer dengan rencana untuk mengubah daerah tersebut menjadi pusat industri dan ekonomi yang "unik" dengan sejumlah pelabuhan yang melapisi jalur air.
Surat kabar itu juga mengatakan ada rencana untuk resor di sepanjang tepi kanal dan fasilitas untuk memungkinkan kapal pesiar berlabuh.
Anehnya, kawasan itu juga akan mencakup zona militer dengan zona pengecualian satu kilometer yang berjalan di sepanjang perbatasan dengan saingan regional Riyadh, Qatar.
"(Terusan) akan menghilangkan semua perbatasan darat, dan itu akan menjadi wilayah Saudi murni untuk panjang 1 km dari perbatasan resmi dengan Negara Qatar. Ini akan membuat wilayah terestrial yang berdekatan dengan Qatar menjadi zona militer untuk perlindungan dan pemantauan," tulis media Arab Saudi itu seperti dikutip Al Araby, Minggu (8/4/2018).
Surat kabar itu mengklaim proyek tersebut akan menelan biaya USD750 juta dan dapat diselesaikan hanya dalam waktu 12 bulan.
Sebagian besar analis melihat pembicaraan tentang kanal sebagai proyek propaganda untuk Riyadh. Arab Saudi dan UEA telah meluncurkan kampanye media yang berkelanjutan, tetapi tidak berhasil, terhadap Qatar sejak blokade Juni dimulai.
Pengamat lain menyatakan bahwa setiap upaya untuk mendesain ulang geografi Semenanjung Arab untuk mengisolasi Qatar akan dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Surat kabar Saudi, Sabq, mengklaim bahwa para perencana masih menunggu izin resmi untuk memulai pembangunan kanal. Proyek itu dapat diselesaikan hanya dalam setahun dengan biaya USD750 juta.
Menurut desain, kanal itu akan mempunyai pajang 60 km, lebar 200 meter dan mempunyai kedalam antara 15-20 meter. Dengan begitu, kanal ini akan memotong wilayah perbatasan dengan Qatar di sebelah selatan.
Saluran maritim antara daerah Salwa dan Khawr al-Udayd di Arab Saudi akan secara efektif mengakhiri perdagangan darat dengan Qatar dan juga memungkinkan pengiriman untuk memotong jalur Qatar.
Arab Saudi meluncurkan blokade darat, laut dan udara terhadap Qatar pada Juni lalu. Aksi ini dilakukan bersama sekutu regionalnya - Uni Emirar Arab (UEA), Bahrain dan Mesir. Blokade ini secara luas dikutuk sebagai tindakan ilegal.
Proyek kanal ini tampak sebagai upaya untuk lebih memperketat blokade atas Qatar dan berusaha mengambil alih perdagangan dari negara kerajaan itu.
Kanal ini nantinya akan mampu menampung kapal tanker dan kapal kontainer dengan rencana untuk mengubah daerah tersebut menjadi pusat industri dan ekonomi yang "unik" dengan sejumlah pelabuhan yang melapisi jalur air.
Surat kabar itu juga mengatakan ada rencana untuk resor di sepanjang tepi kanal dan fasilitas untuk memungkinkan kapal pesiar berlabuh.
Anehnya, kawasan itu juga akan mencakup zona militer dengan zona pengecualian satu kilometer yang berjalan di sepanjang perbatasan dengan saingan regional Riyadh, Qatar.
"(Terusan) akan menghilangkan semua perbatasan darat, dan itu akan menjadi wilayah Saudi murni untuk panjang 1 km dari perbatasan resmi dengan Negara Qatar. Ini akan membuat wilayah terestrial yang berdekatan dengan Qatar menjadi zona militer untuk perlindungan dan pemantauan," tulis media Arab Saudi itu seperti dikutip Al Araby, Minggu (8/4/2018).
Surat kabar itu mengklaim proyek tersebut akan menelan biaya USD750 juta dan dapat diselesaikan hanya dalam waktu 12 bulan.
Sebagian besar analis melihat pembicaraan tentang kanal sebagai proyek propaganda untuk Riyadh. Arab Saudi dan UEA telah meluncurkan kampanye media yang berkelanjutan, tetapi tidak berhasil, terhadap Qatar sejak blokade Juni dimulai.
Pengamat lain menyatakan bahwa setiap upaya untuk mendesain ulang geografi Semenanjung Arab untuk mengisolasi Qatar akan dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Qatar telah menolak serangkaian tuntutan yang dipimpin oleh Saudi, termasuk menutup media seperti Al Jazeera dan The New Arab yang berbasis di London. Doha telah menyerukan dialog untuk mengakhiri krisis, yang ditolak oleh Arab Saudi dan mitranya.
Analis melihat blokade sebagai upaya untuk memaksa Qatar berada di bawah pengawasan Arab Saudi-UEA dan mengakhiri kebijakan luar negerinya yang independen.
Tahun lalu, sebuah museum di UEA menuai kritikan dan cemoohan setelah menampilkan peta wilayah Teluk yang mengecualikan Qatar.
Credit sindonews.com
Eks Intel Ganda Rusia Skripal Ditawari Identitas Baru
CB, Jakarta - Agen intelijen Inggris dan Amerika Serikat berebut menawarkan mantan agen ganda mata-mata Rusia,
Sergei Skripal dan putrinya, Yulia Skripal identitas baru. Keduanya
ditawari pula untuk tinggal di negara-negara sekutu Amerika Serikat dan
Inggris, namun negara Abang Sam tampaknya pilihan terbaik karena di
negara itu kecil kemungkinan mereka akan dibunuh di sana.
“Mereka akan ditawari identitas baru. M16 dan CIA sedang mendiskusikan hal ini,” kata sumber di pemerintah Amerika Serikat, seperti dikutip dari rt.com pada Senin, 9 April 2018.
Manten intelijen Rusia dan Inggris, Sergei Skripal sekarat terkena zat tak dikenal di Inggris [Independent.co.uk/AP]
Sumber tersebut juga menjelaskan Skripal dan putrinya sudah
berangsur-angsur pulih setelah mendapat serangan racun saraf di Inggris.
Saat ini pemerintah Amerika Serikat sangat yakin keduanya bisa membantu
Amerika Serikat secepatnya dengan apa yang telah terjadi. Keamanan
Skripal dan keluarganya adalah salah satu alasan dilakukannya relokasi.
“Hidup mereka tampaknya tidak akan sama lagi karena mereka akan terus membutuhkan perawatan kesehatan dan otoritas Inggris memastikan mereka akan lebih aman berada di satu dari lima negara pengawas, yakni Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Jelas tempat paling sedikit risiko bagi mereka adalah Amerika Serikat dan lebih mudah melindungi mereka dibawah identitas baru,” kata sumber di sebuah agen mata-mata yang mengikuti proses negosiasi ini.
Skripal adalah mantan agen ganda. Dia bekerja selama beberapa tahun dengan agen intelejen militer Rusia. Pada 1999 dia pensiun karena kondisi kesehatannya. Namun pada 2004 saat dia sedang merintis karir di Kementerian Luar Negeri Rusia, dia ditahan karena terbongkar fakta dia bekerjasama dengan agen rahasia Inggris sejak 1995.
Atas kesalahannya itu, pada 2006 dia divonis hukuman 13 tahun penjara. Akan tetapi, pada 2010 dia dibebaskan atas pengampunan dari Presiden Dimitry Medvedev, yang berkuasa saat itu. Pembebasannya juga sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan mata-mata. Selain Skripal, dia bersama tiga tahanan bekas mata-mata Rusia ditukar dengan 10 agen mata-mata yang ditangkap di Amerika Serikat. Tak lama setelah pertukaran itu, Skripal direlokasi ke Inggris dan tinggal di kota Salisbury hingga dia diracun pada awal Maret 2018.
“Mereka akan ditawari identitas baru. M16 dan CIA sedang mendiskusikan hal ini,” kata sumber di pemerintah Amerika Serikat, seperti dikutip dari rt.com pada Senin, 9 April 2018.
Manten intelijen Rusia dan Inggris, Sergei Skripal sekarat terkena zat tak dikenal di Inggris [Independent.co.uk/AP]
“Hidup mereka tampaknya tidak akan sama lagi karena mereka akan terus membutuhkan perawatan kesehatan dan otoritas Inggris memastikan mereka akan lebih aman berada di satu dari lima negara pengawas, yakni Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Jelas tempat paling sedikit risiko bagi mereka adalah Amerika Serikat dan lebih mudah melindungi mereka dibawah identitas baru,” kata sumber di sebuah agen mata-mata yang mengikuti proses negosiasi ini.
Skripal adalah mantan agen ganda. Dia bekerja selama beberapa tahun dengan agen intelejen militer Rusia. Pada 1999 dia pensiun karena kondisi kesehatannya. Namun pada 2004 saat dia sedang merintis karir di Kementerian Luar Negeri Rusia, dia ditahan karena terbongkar fakta dia bekerjasama dengan agen rahasia Inggris sejak 1995.
Atas kesalahannya itu, pada 2006 dia divonis hukuman 13 tahun penjara. Akan tetapi, pada 2010 dia dibebaskan atas pengampunan dari Presiden Dimitry Medvedev, yang berkuasa saat itu. Pembebasannya juga sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan mata-mata. Selain Skripal, dia bersama tiga tahanan bekas mata-mata Rusia ditukar dengan 10 agen mata-mata yang ditangkap di Amerika Serikat. Tak lama setelah pertukaran itu, Skripal direlokasi ke Inggris dan tinggal di kota Salisbury hingga dia diracun pada awal Maret 2018.
Credit TEMPO.CO
Turki Mengutuk Serangan Kimia di Douma Suriah
CB, Jakarta -
Kementerian Luar Negeri Turki mengeluarkan sebuah pernyataan, Ahad, 8
April 2018, isinya mengutuk keras serangan kimia di Kota Douma, Suriah, dan mendesak masyarakat internasional melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku.
Media Turki, Daily Sabah, dalam pemberitaannya mengatakan, pasukan rezim Bashar al Assad menjatuhkan bom barel berisi racun kimia di kawasan sipil di pinggiran Damaskus, Ghouta Timur, pada Sabtu dini hari, 7 April 2018, waktu setempat. Akibat serangan tersebut, sedikitnya 70 orang tewas dan lebih dari 500 orang cedera.
Pekerja medis memberikan oksigen kepada bayi melalui respirator setelah dugaan serangan gas beracun di Douma, Ghouta timur, Suriah, 8 April 2018. Serangan gas beracun ini terjadi di sebuah kota yang dikuasai pemberontak di dekat ibu kota. AP/White Helmet
"Kami mengutuk keras serangan tersebut yang diduga dilakukan oleh
rezim. Masyarakat internasional punya rekaman rezim Suriah pernah
menggunakan senjata kimia," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri
Turki.
Pernyataan itu menambahkan, insiden itu menunjukkan, resolusi Dewan Keamanan PBB tentang penggunaan senjata kimia bernomor 2118, 2209, dan 2235 telah diabaikan. "Kami berharap komunitas internasional menunjukkan reaksinya dalam menghadapi serangan."
Seorang anak Suriah menunggu untuk menerima perawatan medis setelah pasukan rezim Assad diduga melakukan serangan gas beracun ke kota Duma, Ghouta Timur, Suriah, 7 April 2018. Halil el-Abdullah/Anadolu
Sementara itu dari Rusia diperoleh informasi, sekutu dekat Suriah itu membantah segala berita tentang serangan senjata kimia. Sebab semua berita tersebut dianggap bohong dan dibuat-buat.
"Penyebaran cerita gadungan tentang penggunaan klorine dan zat beracun lainnya oleh pasukan pemerintah Suriah terus berlanjut," bunyi pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip Reuters.
Media Turki, Daily Sabah, dalam pemberitaannya mengatakan, pasukan rezim Bashar al Assad menjatuhkan bom barel berisi racun kimia di kawasan sipil di pinggiran Damaskus, Ghouta Timur, pada Sabtu dini hari, 7 April 2018, waktu setempat. Akibat serangan tersebut, sedikitnya 70 orang tewas dan lebih dari 500 orang cedera.
Pekerja medis memberikan oksigen kepada bayi melalui respirator setelah dugaan serangan gas beracun di Douma, Ghouta timur, Suriah, 8 April 2018. Serangan gas beracun ini terjadi di sebuah kota yang dikuasai pemberontak di dekat ibu kota. AP/White Helmet
Pernyataan itu menambahkan, insiden itu menunjukkan, resolusi Dewan Keamanan PBB tentang penggunaan senjata kimia bernomor 2118, 2209, dan 2235 telah diabaikan. "Kami berharap komunitas internasional menunjukkan reaksinya dalam menghadapi serangan."
Seorang anak Suriah menunggu untuk menerima perawatan medis setelah pasukan rezim Assad diduga melakukan serangan gas beracun ke kota Duma, Ghouta Timur, Suriah, 7 April 2018. Halil el-Abdullah/Anadolu
Sementara itu dari Rusia diperoleh informasi, sekutu dekat Suriah itu membantah segala berita tentang serangan senjata kimia. Sebab semua berita tersebut dianggap bohong dan dibuat-buat.
"Penyebaran cerita gadungan tentang penggunaan klorine dan zat beracun lainnya oleh pasukan pemerintah Suriah terus berlanjut," bunyi pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip Reuters.
Credit TEMPO.CO
Turki Desak Taliban Ikut Proses Perdamaian Afganistan
CB, Jakarta - Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim, pada Ahad 8 April 2018, menyampaikan desakannya terhadap Taliban di Afganistan agar terlibat dalam proses perdamaian bersama pemerintah Kabul.
Keterangan tersebut disampaikan Yildirim ketika melakukan konferensi pers bersama pejabat tinggi Afganistan Abdullah Abdullah di Kabul, Ahad.
Sejumlah pemuda Afganistan bermain musik dan menikmati secangkir teh saat piknik di era 1960an. Rezim Taliban menguasai Afganistan sejak tahun 1994 hingga 2001. Dailymail.co.uk/Dr Bill Podlich
Yildirim disambut langsung oleh Abdullah Abdullah atas kedatangannya
di Istana Qasr-e-Safaidar di Ibu Kota Kabul. Menurut Yildirim di depan
awak media, dia memuji langkah berani pemerintah Afganistan mengajak
Taliban duduk bersama membicarakan masalah perdamaian.
"Proses perdamaian adalah jalan bagi Afganistan untuk memecahkan masalah teror. Ini adalah langkah yang sangat berarti," kata Yildirim. "Kami berharap Taliban mengambil kesempatan bersejarah. Saatnya meninggalkan masa lalu dan membangun masa depan," tambahnya seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Senjata Taliban yang diduga dipasok oleh Rusia. Cnn.com
Pada kesempatan tersebut, Yildirim juga menggarisbawahi pentingnya perjalanan Perdana Menteri Pakistan Shahid Khaqan Abbas ke Kabul baru-baru ini.
Dia tegaskan sikap Turki yang akan melanjutkan dukungannya terhadap Afganistan dalam memerangi terorisme dan juga meningkatkan kerja sama bilateral dalam segala bidang, termasuk perdagangan dan pertahanan.
Keterangan tersebut disampaikan Yildirim ketika melakukan konferensi pers bersama pejabat tinggi Afganistan Abdullah Abdullah di Kabul, Ahad.
Sejumlah pemuda Afganistan bermain musik dan menikmati secangkir teh saat piknik di era 1960an. Rezim Taliban menguasai Afganistan sejak tahun 1994 hingga 2001. Dailymail.co.uk/Dr Bill Podlich
"Proses perdamaian adalah jalan bagi Afganistan untuk memecahkan masalah teror. Ini adalah langkah yang sangat berarti," kata Yildirim. "Kami berharap Taliban mengambil kesempatan bersejarah. Saatnya meninggalkan masa lalu dan membangun masa depan," tambahnya seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Senjata Taliban yang diduga dipasok oleh Rusia. Cnn.com
Pada kesempatan tersebut, Yildirim juga menggarisbawahi pentingnya perjalanan Perdana Menteri Pakistan Shahid Khaqan Abbas ke Kabul baru-baru ini.
Dia tegaskan sikap Turki yang akan melanjutkan dukungannya terhadap Afganistan dalam memerangi terorisme dan juga meningkatkan kerja sama bilateral dalam segala bidang, termasuk perdagangan dan pertahanan.
Credit TEMPO.CO
Dibebaskan Pengadilan Jerman, Puigdemont Ajak Dialog Spanyol
CB, Bonn - Mantan Presiden Catalonia, Carles Puigdemont,
menyerukan dialog dengan pemerintah Spanyol. Dia melakukan ini segera
setelah dibebaskan dengan jaminan oleh pengadilan Jerman.
Puigdemont diperbolehkan mendapat jaminan setelah hakim Jerman memutuskan dia tidak dapat diekstradisi atas tuduhan "pemberontakan" yang diminta oleh Spanyol. Seperti dilansir media DW, setelah dibebaskan pada Jumat, 6 April 2018, Puigedemont meminta Spanyol membatalkan upaya untuk mengadili para pemimpin separatis Barcelona.
Saat menyapa pendukungnya di luar gedung pengadilan, Puigdemont menyerukan pembebasan segera semua koleganya di penjara-penjara Spanyol.
"Ini memalukan bagi Eropa untuk memiliki tahanan politik," kata Puigdemont seperti dilansir Reuters pada 6 April 2018. "Akhirnya waktu untuk dialog telah tiba."
Dia ditangkap di Jerman bagian utara pada bulan lalu ketika melakukan perjalanan dari Denmark menuju Belgia.
Hakim pada hari Kamis menolak permintaan Spanyol untuk mengekstradisi Puigdemont untuk menghadapi tuduhan pemberontakan. Spanyol menilai kegiatan referendum untuk kemerdekaan Catalonia yang digagas Puigdemont cs tidak sah secara konstitusi.
Menurut Pengadilan Jerman, Puigdemont, yang melarikan diri dari Spanyol lima bulan lalu setelah Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy membubarkan pemerintahannya, tidak menimbulkan risiko penerbangan yang serius.
Pengadilan Jerman menetapkan jaminan sebesar 75.000 euro dan Puigdemont harus tetap di Jerman karena dikenai wajib lapor setiap minggunya ke polisi. Menurut media DW, Dia juga dikatakan masih mungkin diekstradisi dengan tuduhan, misalnya, menyalahgunakan dana pemerintah selama berkuasa.
Puigdemont diperbolehkan mendapat jaminan setelah hakim Jerman memutuskan dia tidak dapat diekstradisi atas tuduhan "pemberontakan" yang diminta oleh Spanyol. Seperti dilansir media DW, setelah dibebaskan pada Jumat, 6 April 2018, Puigedemont meminta Spanyol membatalkan upaya untuk mengadili para pemimpin separatis Barcelona.
Saat menyapa pendukungnya di luar gedung pengadilan, Puigdemont menyerukan pembebasan segera semua koleganya di penjara-penjara Spanyol.
Dia ditangkap di Jerman bagian utara pada bulan lalu ketika melakukan perjalanan dari Denmark menuju Belgia.
Hakim pada hari Kamis menolak permintaan Spanyol untuk mengekstradisi Puigdemont untuk menghadapi tuduhan pemberontakan. Spanyol menilai kegiatan referendum untuk kemerdekaan Catalonia yang digagas Puigdemont cs tidak sah secara konstitusi.
Menurut Pengadilan Jerman, Puigdemont, yang melarikan diri dari Spanyol lima bulan lalu setelah Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy membubarkan pemerintahannya, tidak menimbulkan risiko penerbangan yang serius.
Pengadilan Jerman menetapkan jaminan sebesar 75.000 euro dan Puigdemont harus tetap di Jerman karena dikenai wajib lapor setiap minggunya ke polisi. Menurut media DW, Dia juga dikatakan masih mungkin diekstradisi dengan tuduhan, misalnya, menyalahgunakan dana pemerintah selama berkuasa.
Credit tempo.co
Mohammed bin Salman Desak Prancis Tekan Iran Soal Senjata Nuklir
CB, Jakarta - Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, tiba di Prancis, Ahad, 8 April 2018, untuk kunjungan selama dua hari.
Selain untuk membalas kunjungan Presiden Emmanuel Macron pada November 2017, kunjungan ini dimanfaatkan oleh Mohammed bin Salman guna melakukan kerja sama di berbagai bidang termasuk ekonomi, politik, dan perdagangan. Pemegang takhta Kerajaan Arab Saudi itu juga akan mengadakan pembicaraan khusus tentang Iran.
Pangeran mahkota Saudi Mohammed bin Salman berbicara dengan Emmanuel Macron di Perancis. dw.com
"Krisis Yaman, Suriah, Qatar, dan kesepakatan nuklir Iran dengan
negara superkuat akan menjadi agenda khusus Mohammed bin Salman dengan
Macron," tulis Al Jazeera mengutip keterangan para pengamat, Ahad, 8 April.
Sejumlah pengamat mengatakan Putra Mahkota berusia 32 tahun itu sengaja mendekat ke Amerika Serikat ketika Macron meningkatkan hubungan dengan Iran dan bersumpah mempertahankan kesepakatan nuklir dengan negeri Mullah tersebut.
Beberapa negara Barat dan diplomat Arab menggambarkan pertemuan Macron dengan para pemimpin Arab Saudi pada November 2017 berlangsung tegang.
Presiden Donald Trump menyambut kedatangan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, 20 Maret 2018. REUTERS/Jonathan Ernst
Menurut tiga pejabat di Arab Saudi, pada pertemuan tersebut, Mohammed bin Salman mengancam akan mengekang hubungan dengan Prancis jika Macron tidak mengubah keinginannya berdialog dengan Iran, negeri yang menjadi rival Riyadh di Timur Tengah.
Macron, kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengingatkan kembali Mohammed bin Salman soal posisi Prancis di dunia sebagai sebuah kekuatan nuklir, anggota tetap Dewan Keamanan dan Prancis bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Pertemuan dengan Macron pada Ahad ini diharapkan dapat mencairkan hubungan Arab Saudi dan Prancis.
Selain untuk membalas kunjungan Presiden Emmanuel Macron pada November 2017, kunjungan ini dimanfaatkan oleh Mohammed bin Salman guna melakukan kerja sama di berbagai bidang termasuk ekonomi, politik, dan perdagangan. Pemegang takhta Kerajaan Arab Saudi itu juga akan mengadakan pembicaraan khusus tentang Iran.
Pangeran mahkota Saudi Mohammed bin Salman berbicara dengan Emmanuel Macron di Perancis. dw.com
Sejumlah pengamat mengatakan Putra Mahkota berusia 32 tahun itu sengaja mendekat ke Amerika Serikat ketika Macron meningkatkan hubungan dengan Iran dan bersumpah mempertahankan kesepakatan nuklir dengan negeri Mullah tersebut.
Beberapa negara Barat dan diplomat Arab menggambarkan pertemuan Macron dengan para pemimpin Arab Saudi pada November 2017 berlangsung tegang.
Presiden Donald Trump menyambut kedatangan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, 20 Maret 2018. REUTERS/Jonathan Ernst
Menurut tiga pejabat di Arab Saudi, pada pertemuan tersebut, Mohammed bin Salman mengancam akan mengekang hubungan dengan Prancis jika Macron tidak mengubah keinginannya berdialog dengan Iran, negeri yang menjadi rival Riyadh di Timur Tengah.
Macron, kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengingatkan kembali Mohammed bin Salman soal posisi Prancis di dunia sebagai sebuah kekuatan nuklir, anggota tetap Dewan Keamanan dan Prancis bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Pertemuan dengan Macron pada Ahad ini diharapkan dapat mencairkan hubungan Arab Saudi dan Prancis.
Credit TEMPO.CO
Langganan:
Postingan (Atom)