CB - Operasi
militer menumpas pemberontak Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) di Suriah
yang digalakkan oleh Rusia dan beberapa negara anggota NATO, membuktikan
bahwa jet-jet tempur "tua" masih bisa diandalkan dalam sebuah misi
perang.
"Tua" yang dimaksud di sini adalah dihitung berdasar
kapan jet-jet penempur dan pengebom itu pertama kali terbang perdana,
bukan dihitung dari kapan tahun produksinya.
Bisa jadi pesawat
yang dioperasikan tersebut, walau pertama kali diperkenalkan di tahun
70-80-an, namun diproduksi pada dekade 90-an. Tentu saja untuk
mengetahui tahun produksi pesawat-pesawat tempur yang berlaga di Suriah,
kita mesti tahu informasi tentang nomor
airframe-nya.
Selain itu, beberapa varian juga dibuat dengan diberikan
upgrade untuk mengikuti perkembangan zaman. Seperti pembaruan avionik, kokpit yang lebih modern, serta teknologi lain termasuk
helmet-mounted targeting system, seperti dalam Su-24M Rusia.
Rusia
menjadi negara yang mengirim banyak jet tempur yang produksinya sudah
dimulai sejak 30 tahun yang lalu. Tengok saja Su-24 yang ramai
diperbincangkan setelah ditembak jatuh F-16 AU Turki.
Bomber dengan desain dua kursi yang berdampingan itu terbang perdana pada dekade 60-an.
Bomber
lain yang dimobilisasi Rusia ke Suriah adalah Tupolev Tu-160 yang oleh
NATO dijuluki dengan "Blackjack." Bomber ini terbang perdana pada 1981.
Bomber
paling tua yang diboyong Rusia untuk menggempur basis-basis pertahanan
ISIS adalah Tuploev Tu-95 "Bear" yang diperkenalkan pertama kali pada
1952.
Ketiga bomber Rusia tersebut masih didukung oleh pesawat jet tanker Ilyusin Il-78 yang produksinya dimulai pada tahun 1980-an.
The Avionistist Pesawat tanker Ilyushin Il-78 sedang mengisi bahan bakar bomber Tupolev Tu-160 Rusia.
Video tanker Il-78 yang mengisi ulang bahan bakar Tu-160 bisa dilihat di tautan berikut ini.
Bomber
Angkatan Udara AS juga ikut berlaga di Suriah, AS mengirimkan B-1B
Lancer buatan Rockwell (belakangan diakuisisi Boeing) yang produksinya
dimulai pada 1983 lalu.
DW Jet intai Tornado milik Jerman
Sementara
itu, negara-negara anggota NATO seperti Jerman dan Inggris mengirim jet
tempur Panavia Tornado GR4 keluaran 1974, yang sejak 1998 lalu
produksinya sudah dihentikan.
Mungkin yang menarik adalah
kemunculan F-14 Tomcat milik Angkatan Udara Iran yang dalam video yang
beredar sempat mengawal bomber Rusia Tu-95 pada 20 November lalu di
langit Iran.
F-14 adalah pesawat tempur yang mematrikan namanya
sebagai pesawat legendaris di berbagai ajang pertempuran, seperti di
perang Vietnam (1975), Libanon (1976 dan 1982), Libya (1980), serta yang
paling diingat adalah Perang Teluk (1990) saat terlibat dalam Operasi
Badai Gurun.
F-14 Tomcat telah dipensiunkan oleh Angkatan Laut AS
(US Navy) pada 2006, namun operator lain di luar AS, yaitu Angkatan
udara Iran saat ini masih mengoperasikannya.
The Aviationist F-14 Tomcat yang masih dioperasikan oleh Angkatan Udara Iran saat tertangkap kamera mengawal bomber Rusia, Tupolev Tu-95.
Diketahui, AU Iran melakukan beberapa modifikasi terhadap armada F-14 Tomcat-nya, seperti
upgrade
avionik dan persenjataan yang dibuat secara domestik, sehingga "Kucing
Persia" mereka diharapkan tetap bisa dioperasikan hingga 2030 mendatang.
F-14 Tomcat pertama kali dikembangkan oleh pabrikan Grumman pada dekade 70-an.
Ibarat sedang puber keduaDemikianlah,
di antara pesawat-pesawat tempur generasi ke-5 dan bomber-bomber
siluman baru yang sedang dikembangkan, para penempur-penempur "tua" di
atas seperti sedang mengalami "puber" kedua, menemukan panggung teater
baru untuk menunjukkan kebolehannya.
Teater di Suriah ini juga membuka kesempatan bagi publik untuk melihat pesawat-pesawat blok Timur.
Mayor Jenderal Igor Konashenkov, selaku juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia dikutip
KompasTekno dari situs
RT.com, Senin(30/11/2015), mengatakan bahwa Rusia telah melancarkan sebanyak 107 sorti misi pengeboman di Suriah.
Konashenkov
mengklaim setidaknya armada-armada tempur Rusia, termasuk Su-24 mereka,
telah menghancurkan 289 target sarang persembunyian ISIS dan
obyek-obyek vital lain bagi ISIS dalam 2 hari.
Sementara situs
Daily Mail
memberitakan setidaknya Tornado GR4 milik Royal Air Force (AU Inggris)
telah melakukan lebih dari 126 kali serangan udara dengan menghancurkan
sebanyak 180 target, yang menghabiskan biaya sebesar 37 juta
Poundsterling.