Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan
Djalil menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar rapat koordinasi
dengan sejumlah menteri di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin
(2/2). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CB
--
PT Pertamina (Persero) diketahui akan meluncurkan
bensin jenis baru, Pertalite, yang digadang-gadang akan menggeser peran
Premium di pasar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil
mengungkapkan kekhawatirannya dan cerita dibalik kilang minyak
Pertamina.
Produksi Pertalite diyakini akan membutuhkan teknologi
pengolahan minyak menggunakan kilang minyak yang lebih canggih.
Pasalnya, kadar oktan produk baru tersebut bakal sebesar RON 90, lebih
tinggi dari Premium dengan kadar RON 88.
Namun, Sofyan Djalil
khawatir, kilang minyak Pertamina yang ada sekarang tidak akan mampu
memproduksi Pertalite. Dia menyayangkan kenyataan bahwa selama ini
Pertamina tidak pernah lagi membangun kilang minyak baru.
Sofyan
menceritakan, ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) pada periode kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Direktur
Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno pernah menjanjikan bahwa
Pertamina akan membangun kilang minyak baru, namun hingga kini Pertamina
tidak kunjung merealisasikan rencana itu.
"Ingat waktu saya
menteri BUMN, itu pak Ari presentasi kepada saya sudah ada pembicaraan
macam-macam dengan investor, tapi enggak tahu mengapa sekarang tidak
kunjung jadi, saya pikir itu bagian dari keputusan pengusaha," ungkap
Sofyan di Jakarta, Jumat (17/4).
Ia pun mengakui bahwa investor memang tidak banyak yang tertarik
terhadap bisnis pembangunan kilang. Ia menilai investasi yang dibutuhkan
untuk membangun kilang minyak membutuhkan modal yang sangat besar,
namun marjin keuntungan yang didapat sangat kecil. Hal ini yang
menyebabkan banyak investor lebih tertarik menaruh modalnya di sisi
hilir dibandingkan hulu.
"Perbaikan kilang itu butuh duit banyak,
untuk kilang produksi 300 ribu barel per hari, perlu investasi di atas
US$ 10 miliar atau di atas Rp 130 triliun dan itu perlu waktu, 3-4
tahun," katanya.
Menko Perekonomian itu menjelaskan, saat ini
kilang minyak milik Pertamina memiliki kualitas serta kapasitas yang
semakin rendah. Kilang minyak Balongan misalnya, diketahui memiliki
kemampuan cracking (memilah jenis) sebagian besar hanya untuk bensin Ron
88 atau premium, sedangkan bensin Ron 92 Pertamax dengan volume yang
kecil.
Lebih lanjut, dia pun berharap Pertamina bisa membangun
kilang baru dalam waktu kedepan, agar Indonesia mampu mengurangi
ketergantungan dari impor produk minyak yang sudah 100 persen dengan
harga yang lebih mahal.
"Tapi barangkali itu yang mafia migas
inginkan. Tidak ada kilang dalam negeri. Maka akhirnya Pertamina tidak
membangun kilang. Karena kalau tidak bangun kilang di dalam negeri, kita
bisa beli crude oil dari luar negeri dan mafia yang akan jadi calonya,"
katanya.
Untuk diketahui saat ini Pertamina memiliki dan
mengoperasikan 6 (enam) buah unit Kilang dengan kapasitas total mencapai
1.046,70 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak seperti kilang UP-III
Plaju dan Kilang UP-IV Cilacap terintegrasi dengan kilang Petrokimia,
dan memproduksi produk-produk Petrokimia yaitu Purified Terapthalic Acid
(PTA) dan Paraxylene.
Beberapa kilang tersebut juga menghasilkan
produk LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap,
Balikpapan, Balongan dan Mundu. Kilang LPG P.Brandan dan Mundu merupakan
kilang LPG yang operasinya terpisah dari kilang minyak, dengan bahan
bakunya berupa gas alam.
Kilang minyak UP IV Cilacap menghasilkan
Lube Base Oil dengan Group I dan II dari jenis HVI- 60, HVI - 95, HVI
-160 S, HVI - 160 B dan HVI - 650. Produksi Lube Base Oil ini disalurkan
ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) di Unit Produksi Pelumas PERTAMINA
yang berada di Jakarta, Surabaya dan Cilacap untuk diproduksi menjadi
produk pelumas, dan kelebihan produksi Lube Base Oil (excess product)
dijual di pasar dalam negeri dan luar negeri.
Credit
CNN Indonesia