Sheikh
Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani saat berbicara di Dewan
Hak Asasi Manusia PBB pada 2 Maret 2015. (UN Photo / Jean-Marc Ferré)
Doha (CB) - Menteri Luar Negeri Qatar pada Kamis (8/6)
menyatakan menolak campur tangan terhadap kebijakan luar negeri
negaranya, dan mengesampingkan solusi militer terhadap krisis yang
menyaksikan Riyadh dan sekutunya memutuskan hubungan diplomasi dengan
Doha.
"Tidak ada yang berhak mengintervensi kebijakan luar negeri
kami," kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman
Al-Thani.
"Kami adalah negara yang merdeka dan berdaulat," katanya kepada AFP, menolak pengawasan dari negara lain.
Arab
Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain dan beberapa negara lain pekan
ini memutuskan hubungan dengan Qatar karena menuduh kerajaan itu
mendanai kelompok ekstremis dan punya hubungan dengan Iran, musuh
bebuyutan Arab Saudi di kawasan itu.
Qatar membantah memiliki hubungan dengan ekstremis.
Seorang
pejabat tinggi Uni Emirat Arab pada Rabu mengatakan kepada AFP bahwa
langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya itu ditujukan untuk menekan
Doha agar mengubah kebijakannya secara drastis.
"Ini bukan
tentang perubahan rezim - ini tentang perubahan kebijakan, perubahan
pendekatan," kata Menteri Negara Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab
Anwar Gargash.
Qatar masih menjadi tempat tinggal bagi pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hamas Palestina dan Taliban Afghanistan.
Sheikh
Mohammed menyebut upaya untuk mengasingkan Doha sebagai "hukuman
kolektif" dan "upaya sistematis" terhadap Qatar, yang menurut dia terus
bekerja sama dengan Amerika Serikat memerangi terorisme.
"Perwakilan
Taliban di sini karena koordinasi dengan Amerika," katanya kepada AFP.
"Mereka ditampung di sini... untuk perundingan perdamaian."
Krisis
Teluk telah memunculkan kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya
eskalasi militer di kawasan rentan itu. Namun demikian Menteri Luar
Negeri Qatar mengesampingkan kemungkinan adanya konflik militer.
"Kami tidak melihat solusi militer sebagai solusi" bagi krisis itu, kata Sheikh Mohammed.
Gargash
dari UEA mengatakan kebijakan terhadap Doha sekarang dibatasi pada
hubungan diplomatik dan ekonomi, namun memperingatkan bahwa tidak ada
yang bisa memproyeksikan "dinamika krisis".
"Seperti krisis apa
pun, kau tidak bisa benar-benar mengendalikan dinamikanya... ini salah
satu bahaya dari krisis apa pun. Tidak ada niatan kami untuk
mengupayakan apa pun kecuali dalam bidang ekonomi," katanya dalam
wawancara dengan AFP.
Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain menangguhkan penerbangan dari dan ke Doha dan menutup perbatasan laut dan udara ke Qatar.
Arab Saudi juga menutup satu-satunya batas darat dengan Qatar yang merupakan jalur impor pangan penting.
Sheikh
Mohammed mengatakan Qatar meski demikian tetap bisa bertahan
"selamanya", menambahkan bahwa negaranya tetap menghormati kesepakatan
internasional dan akan melanjutkan pasokan gas alam cair ke UEA.Qatar
adalah eksportir gas alam cair terbesar di dunia.
Credit
antaranews.com
Pasukan Qatar tinggalkan koalisi pimpinan Arab Saudi
ilustrasi: Qatar Airways (REUTERS/Alkis Konstantinidis)
Dubai (CB) - Angkatan bersenjata Qatar yang ditempatkan di
Arab Saudi sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi untuk
memerangi kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman kembali ke
Qatar, Rabu, kata televisi pemerintah di akun Twitter-nya.
Pasukan tersebut telah ditempatkan di Arab Saudi bagian selatan,
menurut laporan itu, memperkuat pertahanan Arab Saudi untuk melawan
serangan Houthi.
Arab Saudi, yang bersama beberapa negara Arab lainnya telah
memutuskan hubungan dengan Qatar dengan tuduhan mendukung terorisme dan
memiliki hubungan dengan Iran, mengatakan bahwa Doha telah dikeluarkan
dari koalisi yang dibentuk pada 2015 untuk melawan kelompok Houthi yang
menguasai sebagian besar Yaman bagian utara.
Sementara itu, Organisasi Kerja sama Islam (OKI) meminta Qatar
untuk menghormati komitmennya dalam upaya bersama melawan terorisme,
menyusul keputusan beberapa negara Arab untuk memutuskan hubungan
diplomatik dengan Qatar karena dianggap mendukung kegiatan dan kelompok
teroris.
Sekretariat Jenderal OKI menyatakan telah mengikuti perkembangan
terkini di kawasan Teluk, yaitu pemutusan hubungan diplomatik dengan
Qatar oleh banyak negara anggota OKI menyusul informasi dan bukti
tindakan bermusuhan yang berasal dari Qatar, kata pernyataan pers dari
Sekretariat Jenderal OKI.
Sekretariat Jenderal OKI meminta Qatar untuk menghormati
komitmen dan kesepakatan yang telah ditandatangani di dalam Dewan Kerja
sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC), terutama yang berkaitan
dengan menghentikan dukungan untuk kelompok dan kegiatan teroris.
Sekretariat Jenderal OKI menekankan perlunya semua negara
anggota OKI, termasuk Qatar, untuk mematuhi prinsip-prinsip Piagam OKI,
yang menyerukan untuk mematuhi kebijakan bertetangga yang baik,
menghormati kedaulatan, independensi dan integritas teritorial, serta
tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri dari masing-masing negara
anggota.
Sebelumnya, beberapa negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi
memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Hal itu dimulai oleh
Pemerintah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir yang dalam
sebuah pernyataan menyampaikan keputusan tersebut.
Pemutusan hubungan diplomatik itu disebabkan hubungan Qatar
dengan Iran dan dukungan kedua negara itu terhadap kelompok-kelompok
teroris yang dianggap bertujuan untuk mengacaukan wilayah Teluk.
Arab Saudi menuduh Qatar mendukung kelompok teroris yang
didukung Iran, seperti kelompok Ikhwanul Muslimin, Negara Islam di Irak
dan Suriah (ISIS) dan Al-Qaeda.
Selanjutnya, keempat negara yang memutuskan hubungan diplomatik
dengan Qatar menutup akses ke negara Teluk tersebut. Keempat negara
tersebut juga akan menangguhkan perjalanan udara dan laut dari dan ke
Qatar.
Selain itu, Arab Saudi juga akan menutup penyeberangan darat dengan negara tetangganya itu, demikian Reuters.
Credit
antaranews.com
Uni Emirat Arab upayakan "perubahan kebijakan" Qatar
Peta sejumlah negara kawasan Jazirah Arab. (Repro: World Atlas)
Dubai (CB) - Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Uni
Emirat Arab (UEA) dan beberapa negara lain terhadap Qatar untuk menekan
Doha agar membuat perubahan kebijakan drastis, menurut pejabat senior
UEA kepada AFP.
"Ini bukan tentang perubahan
rezim -- ini tentang perubahan kebijakan, perubahan pendekatan," kata
Menteri Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash dalam sebuah
wawancara, dan menuding Qatar sebagai "juara ekstremisme dan terorisme
di kawasan itu."
"Pemerintah Qatar membantah.
Mereka mencoba mendeskripsikan hal itu sebagai masalah yang berkaitan
dengan kebebasan dalam menentukan kebijakan asing mereka, dan itu tidak
benar," ujar Gargash.
Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Mesir dan Bahrain termasuk di antara beberapa negara yang pada
pekan ini memutus hubungan diplomatik dengan Qatar, di tengah krisis
terburuk yang melanda kawasan Teluk dalam beberapa tahun terakhir.
Keempat
negara menangguhkan semua penerbangan ke dan dari Doha, dan memberikan
waktu dua pekan kepada semua warga Qatar untuk kembali ke negara mereka.
Negara-negara Arab menuding Qatar, yang merupakan negara kaya gas yang berbatasan dengan Saudi itu, mendukung ekstremisme.
Qatar membantah semua tudingan tersebut.
Dipimpin
oleh Kuwait, upaya mediasi saat ini sedang dilakukan untuk
menyelesaikan krisis, yang menurut Gargash merupakan hasil dari
"akumulasi bertahun-tahun politik Qatar yang subversif dan dukungan
terhadap ekstremisme dan organisasi teroris."
"Kami sekarang telah mencapai cul-de-sac dalam
upaya mencoba meyakinkan Qatar untuk mengubah arah mereka," jelasnya,
menggambarkan krisis diplomatik serupa pada tahun 2014.
Arab
Saudi, UEA dan Bahrain untuk sementara menarik duta besar mereka dari
Bahrain pada 2014 dalam sebuah perselisihan yang serupa dengan krisis
pekan ini, demikian AFP.
Credit
antaranews.com