Satu
Tahun Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Presiden Joko Widodo (kiri)
menjawab sejumlah pertanyaan dari wartawan LKBN Antara Panca Hari
Prabowo (kedua kiri), wartawan TVRI Imam Priyono (kedua kanan) dan
wartawan RRI Maulana (kanan) ketika wawancara khusus di Istana Merdeka,
Jakarta, Senin (19/10). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Beras impor, buah kita impor, gula, kedelai, bawang, garam impor,
daging impor, satu-satu akan kita selesaikan dan saya meyakini dua tahun
sampai tiga tahun selesai, ada yang lima tahun selesai dan ada tujuh
tahun selesai, tapi peta jalan, road map,
Jakarta (CB) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla genap berusia satu tahun memasuki 20 Oktober 2015
dengan berbagai tantangan dan rintangan di berbagai bidang.
Pada Senin (19/10) Presiden Joko Widodo dalam sebuah sesi wawancara
khusus dengan LKBN Antara, Radio Republik Indonesia, dan Televisi
Republik Indonesia menjawab sejumlah pertanyaan terkait capaian dalam
satu tahun pemerintahan yang dipimpinnya.
Berikut petikan wawancara Presiden yang berlangsung di Serambi Belakang Istana Merdeka Jakarta.
T :
Bagaimana capaian menjelang satu tahun pemerintahan ?
Jkw : (Melihat sebuah capaian-red) menjadi sebuah hal yang terpenting,
tetapi yang perlu kita ingat misalnya kita mau buat sebuah rumah, kan
perlu waktu misalnya, baru menggali fondasi saja kemudian ditanya mana
gentengnya, ya tidak jadi-jadi, kan ada waktunya misalkan setelah
fondasinya selesai, dindingnya, kerangka baru gentengnya, jangan baru
buat fondasi ditanya gentengnya. Kalau satu tahun ini memang kita
sekarang ini konsentrasi kepada infrastruktur dan pangan. Ini yang baru
kita konsentrasi, jadi pengalihan subsidi BBM kemarin hampir 65
persen-70 persen masuknya ke infrastruktur yang berhubungan dengan
nantinya konektivitas antarpulau, antarkota, antarprovinsi yang
berhubungan dengan pangan.
T :
Bagaimana dengan infrastruktur?
Jkw : Infrastruktur untuk tol Sumatera, yang sudah dimulai dari Lampung
nanti dalam tiga tahun sudah sambung dengan Palembang naik ke atas.
Kemudian juga yang berkaitan dengan pelabuhan yang kita sudah sering
sampaikan seperti tol laut, poros maritim, pelabuhan besar sedang dalam
proses. Kuala Tanjung di Sumatera Utara, di Tanjung Priok, di Surabaya
kemudian sedang proses kita mulai di Makassar, seperti New Makassar Port
ini dalam suatu areal 2.000 hektare dan nanti kita mulai dari Sorong,
ada 7.000 hektare terintegrasi antara pelabuhan, pembangkit listrik,
kawasan industri. Kemudian yang berkaitan dengan kereta api, bulan depan
baru kita mulai untuk Sulawesi, kemudian tahun depan untuk Papua, ini
memang kita harus kejar agar ini dimulai, selesainya kapan, sesuai
rencana bisa tiga tahun, bisa lima tahun tetapi dimulai, karena ini
penting.
T : Bagaimana dengan pangan?
Jkw : Yang berkaitan dengan pangan, pembangunan waduk kita rencanakan
49 waduk, tahun ini 13 waduk plus irigasinya, swasembada pangan dan
tentang masalah waduk sudah lebih dari 15 tahun kita tidak pernah
membangun waduk, bagaimana kita bisa membayangkan sebuah swasembada, kan
tidak mungkin. Sekarang ini fokusnya di pangan pada komoditas pangan
yang masih impor, tapi hampir semuanya impor. Beras impor, buah kita
impor, gula, kedelai, bawang, garam impor, daging impor, satu-satu akan
kita selesaikan dan saya meyakini dua tahun sampai tiga tahun selesai,
ada yang lima tahun selesai dan ada tujuh tahun selesai, tapi peta
jalan, road map, itu sudah disiapkan.
T : Mengembangan infrastruktur, apa pengaruhnya setelah itu tuntas?
Jkw : Ini di awal-awal ini yang kita mulai, kita harapkan dengan
infrastruktur yang baik harga dan biaya transportasi dan logistik bisa
menjadi lebih murah dan akhirnya barang harganya bisa lebih murah di
masyarakat. Kemudian kalau waduk dan irigasi, saya berikan contoh
misalkan di NTT sampai kapan, kalau di sana tidak dibangun waduk, tidak
ada air ya mau ditanam apa, kalau ada waduk dan air bisa nanti kita
tanami jagung, sorgum, ketela, padi. Saya kira arahnya ke sana.
T : Setelah satu tahun menjalankan pemerintahan, bagaimana menjaga ekspektasi masyarakat yang luar biasa ini?
Jkw : Semuanya perlu proses dan semuanya perlu waktu, jadi kalau
masyarakat sekarang ini banyak yang inginnya instan dan cepat ya iya,
kita juga inginnya kalau bisa dikerjakan dengan cepat ya ingin sehari.
Tapi kalau misalnya ingin membangun waduk sehari atau setahun ya kan
tidak mungkin. Ini yang sering harus saya jelaskan kepada masyarakat,
kemudian masalah yang terkait dengan popularitas dan kepuasan, saya kira
ini hal yang biasa, naik turun.
T : Bapak melihat faktor apa saja yang membuat popularitas pemerintah turun?
Jkw : Saat ini saya kira ada dua hal yang menyebabkan kepuasan itu
belum bisa pada posisi yang baik. Pertama pengalihan subsidi BBM, itu
ada harganya dan menjadi masyarakat tidak puas dan itu kita hitung
tetapi satu bulan setelah dilantik kita alihkan subsidi itu ke hal-hal
yang produktif, setiap hari kita bakar Rp300 triliun, kita alihkan ke
infrastruktur, waduk dan lainnya, sehingga ruang fiskal lebih baik, tapi
ada harga yang harus kita bayar itu kepuasan masyarakat, popularitas
jadi turun, saya sudah tidak lagi berbicara masalah popularitasnya tapi
bahwa itu mempengAruhi ya. Yang kedua juga perlambatan ekonomi global
yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ini juga
berpengaruh, buat saya ini wajar, tapi yang paling penting bagaimana
agar kita semuanya bekerja sama dan bersemangat untuk membangun. Memang
sekarang ini kita prioritas dan fokus pada dua hal yang tadi sudah
disebutkan.
T : Bagaimana Presiden mengelola pemerintahan menghadapi tantangan dua hingga empat tahun mendatang?
Jkw : Rasa optimisme itu selalu harus ada, baik kita dalam tim, kabinet
di pemerintahan, juga di masyarakat harus ditumbuhkan rasa optimisme,
rasa percaya diri bahwa kita ini bangsa besar, dengan potensi dan
kekuatan yang besar hanya manajemen negara ini, sebuah manajemen yang
sangat tidak mudah, 17.000 pulau bayangkan. Saya sering berbicara dengan
kepala negara yang lain, Indonesia ini 17.000 pulau, 250 juta penduduk
dengan beraneka ragam budaya dan beda agama, ras, suku dan lainnya.
Saya kira manajemen negara ini tidak seperti yang dibayangkan oleh
kepala negara lain, misalnya hanya di satu daratan, inilah yang
diperlukan, konektivitas, komunikasi terus menerus dengan masyarakat,
saya rasa itu yang ingin kita bangun.
T : Bapak menilai memupuk rasa optimisme sangat penting dalam membangun sebuah negara yang besar?
Jkw : Membangun rasa optimisme, membangun sebuah harapan bahwa ke depan
itu lebih baik. Kita ini bisa menjadi tidak percaya diri karena sering
saya lihat masih banyak sekali senang saling menjelekkan, saling
menghujat, saling melecehkan, saling mencari hal-hal yang tidak baik,
ini yang menjadikan rasa pesimisme kita. Harus dicari hal yang produktif
termasuk transformasi ekonomi dari konsumsi, yang dulunya bertumpu pada
konsumsi kita akan reform, secara fundamental ke produksi. Dari
konsumsi ke produksi, dari konsumsi ke investasi, dari konsumsi ke
industri, tetapi sekali lagi ke depan memang yang tersulit, kadang juga
pahit, tapi kita yakini ke depan pasti lebih baik.
T : Membangun tidak sekadar raganya namun juga jiwa bangsa juga?
J : Itulah yang tersulit, artinya memberikan jiwa dan rasa optimisme
itu bukan sesuatu yang mudah dan itu memang harus dibangun kepercayaan
diri bahwa kita ini bangsa yang besar dan kita harus bisa menempatkan
diri sebagai bangsa yang besar.
T : Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi, bagaimana bapak menilainya?
Jkw : Dalam paket itu ada jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Ada yang untuk dunia usaha, ada yang untuk investasi, dan ada yang untuk
masyarakat. Saya kira itu saya lihat memang berbeda-beda, ada juga yang
untuk pekerja. Jadi memang berbeda-beda. Tetapi keinginan kita adalah
bagaimana dunia usaha digerakkan agar mereka mau menginvestasikan
modalnya membangun manufaktur, industri, pabrik akhirnya terbuka
lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya. Jangan lupa pemerintah itu
tidak bisa membuka lapangan pekerjaan. Berapa sih rekrutmen pegawai
negeri setiap tahun? Kecil sekali, apalagi sekarang saya moratorium
untuk sementara. Artinya yang bisa membuka lapangan pekerjaan adalah
dari dunia usaha, swasta, dan investasi. Maka perlu diciptakan sebuah
iklim investasi yang baik. Itu perlu aturan yang sederhana, yang cepat
yang dunia usaha ini bisa bergerak lebih lincah karena perubahan global
dinamis dan selalu berubah-ubah. Inilah yang sekarang ini kita lakukan
dalam paket ekonomi I dan II. Perizinan dipotong misalnya, sekarang
untuk ijin investasi misalkan 3 jam, dulu nggak tahu berapa lama. Tiga
jam sekarang sudah dapat izinnya, kalau mau bangun pabriknya, detik itu
juga diurus, tiga hari dibuat, kawasan bisa dibangun. Izin yang lain
menyusul.
T : Bagaimana pemerintah daerah akan berlari sama kencangnya dengan pemerintah pusat?
J : Ini memang kita berbicara pusat, minggu depan saya akan kumpulkan
bupati, wali kota, gubernur, agar ini juga satu garis. Pusat lakukan,
daerah juga lakukan, pusat lakukan apa dan daerah juga berikan dukungan.
Jangan sampai di sini (pusat) sudah tiga jam di daerah masih
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, ini yang akan kita sinkronkan. Agar
semua ada garis yang sama dan semangat yang sama.
T : Bagaimana pemerintah menjaga daya beli masyarakat kelas menengah
sekaligus juga menjaga masyarakat dengan ekonomi yang lebih lemah?
Jkw : Memang daya beli sangat penting sekali. Tetapi kita juga tidak
perlu pesimis, karena dari tahun lalu ekonomi kita tumbuh lima persen,
kemudian semester I turun menjadi 4,7 persen. Saya kira pada semester
II akan muncul angka 4,8 - 4,9 persen, saya kira akan naik lagi, ini
artinya sudah sampai dasar dan akan didongkrak lagi untuk naik. Oleh
sebab itu yang namanya belanja pemerintah harus terus digenjot. Target
kita 92-94 persen saya ikuti bisa, insya Allah tidak ada masalah. Di
daerah juga mengkhawatirkan, setelah saya cek di atas 90 persen juga
bisa. Kalau peredaran uang banyak, dan konsumsi masyarakat kelas
menengah juga mau membelanjakan uang untuk membeli barang-barang dan
produk dan saya sarankan belilah 100 persen yang produk dalam negeri,
ini akan memberikan daya beli dan dorong yang baik bagi masyarakat.
T : Bagaimana dengan masyarakat yang tingkat ekonominya lebih lemah?
Jkw : Untuk yang di desa dan daerah saya kira kita juga meluncurkan
banyak hal yang akan mengurangi beban masyarakat, misalkan kartu pintar
kita berikan pada anak kita Rp1 juta bagi SMA/SMK, yang SMP Rp750.000,
dan SD Rp450.000. Itu juga mengurangi beban masyarakat sehingga daya
beli juga bisa meningkat. Kemudian yang kedua dana desa, Rp21 triliun,
ini juga besar sekali. Kita sudah perintahkan untuk dipakai untuk padat
karya artinya itu semua ada di desa, saat-saat tidak ada musim tanam,
saat kemarau atau paceklik bisa bekerja untuk desanya sendiri yang
uangnya ditransfer dari pemerintah, ada Rp21 triliun tahun ini dan tahun
depan Rp47 triliun, angka yang tidak kecil. Ini juga bisa memperkuat
daya beli. Sekali lagi ini adalah tahun pertama, tahun kedua akan kita
perbaiki jauh lebih baik. Kita berharap membangun dari desa-membangun
dari pinggiran dan membangun perbatasan akan menjadi perhatian. Nanti
lihat tahun kedua, di perbatasan NTT dan Timor Leste di Motaain, nanti
sudah besar sekali jalannya, Entikong jalannya besar sekali kemudian
kantor karantina dan bea cukai dan lainnya harus lebih baik dari
tetangga kita.
T : Apa tantangan yang dinilai berat untuk dua hingga empat tahun ke depan?
Jkw : Yang pertama memang situasi ekonomi global yang belum menentu,
sulit dihitung dan sulit dikalkulasi. Kemudian yang kedua di kita adalah
reformasi birokasi yang di dalamnya ada regulasi, itu tantangan juga
yang harus kita hadapi. Yang ketiga memang dalam persaingan kompetisi
antara negara dengan negara adalah sumber daya manusia kita yang harus
secepatnya kita persiapkan untuk menghadapi persaingan dan kompetisi
itu. Begitu di buka masyarakat komunitas ASEAN, arus barang, jasa, dan
arus manusia sudah akan sangat dinamis, kesiapan itu yang cepat
dilakukan, meski sebenarnya ini harus sudah disiapkan tahun-tahun
sebelumnya, karena mepet seperti ini, kita ingin identifikasi produk apa
detail ini yang bisa kita jadikan masuk ke negara yang lain. Produk
unggulan dan daya kompetisi yang baik, competitiveness, yang bisa kita
pakai menyerang masuk ke negara, jangan sampai kita diserbu produk luar
tapi kita juga harus serbu produk kita ke negara lain. Kita harus detail
lakukan itu, tidak semua barang bisa, tapi kita memiliki banyak barang
yang bisa masuk ke negara tetangga kita.
T : Bagaimana mengenai kabut asap?
Jkw : Ini semua negara mengalami kebakaran hutan, di Amerika, di
Australia semua mengalami. Kita memang tahun ini lebih parah karena ada
kekeringan yang panjang, El Nino. Kemudian yang kedua juga yang
terbakar, lahan gambut, bukan hutan biasa. Kalau hutan biasa ada water
bombing, disiram oleh pesawat atau helikopter sudah selesai. Tapi lahan
gambut berbeda, atasnya padamnya, bawahnya tiga meter masih menganga,
jadi asapnya keluar dari situ, kalau kita ke lapangan bagaimana api-api
itu tiba-tiba keluar di depan kita. Solusi yang dikerjakan adalah
membangun kanal bersekat. Blocking kanal, tapi ini kan perlu waktu,
sekali lagi ini bukan hanya 100 hektare, 1000 hektare atau 10.000
hektare, ini menyangkut 1,7 juta hektare yang ada, ini bukan sesuatu
yang mudah, kita sudah kerahkan TNI-Polri, sekarang ini sudah 11.000
ditambah 8.000, ada 19.000 tapi sekali lagi ini butuh waktu karena
membuat kanal bersekat itu memerlukan waktu dan tenaga.
T : Bagaimana dengan pemerintah daerah
Jkw : Sehari-hari yang mengerti sekitarnya pemerintahan daerah,
sebetulnya kalau dari awal ditangani akan berbeda, juga masyarakat saya
kira punya peran yang besar. Juga pemerintah kabupaten, provinsi
masyarakat di sekitar itu. Karena saat awal-awal api itu muncul
sebenarnya mereka yang lebih tahu. Tapi kalau sudah membesar seperti ini
yang butuh kerja sama. Ini juga budaya berkebun yang paling cepat dan
murah membakar, land clearing memang lebih murah karena biayanya 1/20
kalau dibandingakn dikerjakan dengan traktor dan ditebang. Memang ada
juga dari perusahaan, ingin memperluas konsesinya dengan cara yang murah
juga, ini yang menjadi masalah. Ya kita terus di lapangan dikerjakan,
dan itu memang nantinya tidak dikerjakan oleh pemerintah pusat sendiri.
Tapi pemerintah provinsi dan kabupaten juga akan kita berikan beban yang
sama dan kemudian juga perusahaan. Korporasi juga harus bertanggung
jawab dan mereka juga harus memiliki sarana dan prasarana untuk
menghadapi kebakaran hutan, tidak bisa 18 tahun kita terbakar dan
memiliki masalah yang sama, tapi sekali lagi ini juga perlu waktu karena
bangun kanal tidak bisa sehari dan dua bulan.
T : Bagaimana pandangan Presiden mengenai bela negara?
J : Bela negara itu jangan diartikan kayak yang dulu wajib militer,
tidak. Saya kira di negara lain ada National Service (NS), apa yang
ingin diperlukan di situ, misalnya apa itu rasa percaya diri, rasa
optimisme, masalah kerja keras, masalah kedisiplinan, masalah
nasionalisme, masalah patriotisme, itu yang ditumbuhkan di situ. Jadi,
jangan sampai misalnya, kayak sepak bola, ini kan harusnya
mempersatukan, malah berantem, ini malah kebalik-balik, seperti ini yang
harus ikut bela negara. Yang berantem-berantem kayak gitu yang nanti
harus ikut bela negara.
Selain untuk menumbuhkan rasa percaya diri, optimisme, gotong royong,
nasionalisme, juga ini menyangkut nantinya yang paling penting adalah
mengubah pola pikir kita. Jangan sampai ada pesimisme, kemudian kita
harus melihat ke depan, tidak dengan rasa pesimis, bela negara arahnya
ke sana selain untuk cadangan bila sesuatu yang tidak kita inginkan
(terjadi-red).
Credit
ANTARA News