MOSKOW
- Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak laporan intelijen Amerika
Serikat (AS) yang menyebut rudal bertenaga nuklir Rusia hilang di Laut
Barents setelah gagal dalam uji coba. Laporan itu dikutip stasiun
televisi CNBC.
Menurut laporan intelijen Washington, uji coba penerbangan rudal itu dilakukan pada November 2017. Rusia, lanjut laporan itu, bersiap melakukan pencarian dengan melibatkan tiga kapal.
Tiga kapal yang dilibatkan itu salah satunya dilengkapi peralatan untuk menangani masalah bahan radioaktif dari inti rudal.
"Berbeda dengan jaringan televisi AS, saya tidak memiliki informasi seperti itu," sangkal Peskov, seperti dikutip RFERL, semalam (23/2018). Juru bicara Presiden Vladimir Putin ini menyarankan para wartawan untuk menghubungi spesialis di Kementerian Pertahanan terkait laporan tersebut.
Menurut laporan intelijen Washington, uji coba penerbangan rudal itu dilakukan pada November 2017. Rusia, lanjut laporan itu, bersiap melakukan pencarian dengan melibatkan tiga kapal.
Tiga kapal yang dilibatkan itu salah satunya dilengkapi peralatan untuk menangani masalah bahan radioaktif dari inti rudal.
"Berbeda dengan jaringan televisi AS, saya tidak memiliki informasi seperti itu," sangkal Peskov, seperti dikutip RFERL, semalam (23/2018). Juru bicara Presiden Vladimir Putin ini menyarankan para wartawan untuk menghubungi spesialis di Kementerian Pertahanan terkait laporan tersebut.
Laporan
intelijen Amerika tidak menyebutkan jadwal waktu operasi pencarian
rudal oleh Rusia. Potensi risiko kesehatan atau pun kerusakan lingkungan
akibat uji coba rudal bertenaga nuklir yang gagal itu juga tak
disebutkan.
Presiden Putin telah mengumumkan rudal bertenaga nuklir terbaru Rusia pada bulan Maret lalu. Dia mengklaim jangkauan senjata itu tidak terbatas.
Sumber yang mengetahui laporan intelijen Amerika kepada CNBC mengatakan bahwa Rusia menguji empat rudal antara November 2017 dan Februari 2018, yang masing-masing mengakibatkan kecelakaan.
Laporan itu menyatakan, uji penerbangan terlama dari rudal-rudal itu adalah yang berlangsung lebih dari dua menit. Rudal terbang 22 mil sebelum kehilangan kontrol dan jatuh di Laut Barents. Sedangkan tes tersingkat berlangsung empat detik, di mana rudal terbang sejauh lima mil.
"Tak perlu dikatakan bahwa jika Anda menembakkan rudal dengan mesin nuklir atau sumber energi, maka bahan nuklir akan berakhir di mana pun rudal itu berakhir," kata Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, saat membahas potensi kerusakan lingkungan dari tes rudal Rusia yang gagal di laut.
"Jika rudal ini hilang di laut dan pulih sepenuhnya, maka Anda mungkin secara hipotetis dapat melakukannya tanpa polusi, saya akan memiliki keraguan tentang itu karena itu adalah dampak yang sangat kuat ketika rudal itu jatuh. Saya akan menduga itu akan mengalami kebocoran," ujar Kristensen.
Presiden Putin telah mengumumkan rudal bertenaga nuklir terbaru Rusia pada bulan Maret lalu. Dia mengklaim jangkauan senjata itu tidak terbatas.
Sumber yang mengetahui laporan intelijen Amerika kepada CNBC mengatakan bahwa Rusia menguji empat rudal antara November 2017 dan Februari 2018, yang masing-masing mengakibatkan kecelakaan.
Laporan itu menyatakan, uji penerbangan terlama dari rudal-rudal itu adalah yang berlangsung lebih dari dua menit. Rudal terbang 22 mil sebelum kehilangan kontrol dan jatuh di Laut Barents. Sedangkan tes tersingkat berlangsung empat detik, di mana rudal terbang sejauh lima mil.
"Tak perlu dikatakan bahwa jika Anda menembakkan rudal dengan mesin nuklir atau sumber energi, maka bahan nuklir akan berakhir di mana pun rudal itu berakhir," kata Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, saat membahas potensi kerusakan lingkungan dari tes rudal Rusia yang gagal di laut.
"Jika rudal ini hilang di laut dan pulih sepenuhnya, maka Anda mungkin secara hipotetis dapat melakukannya tanpa polusi, saya akan memiliki keraguan tentang itu karena itu adalah dampak yang sangat kuat ketika rudal itu jatuh. Saya akan menduga itu akan mengalami kebocoran," ujar Kristensen.
Credit sindonews.com