Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, khususnya yang berkaitan dengan konflik kepentingan dengan petahana. ’’Pasal 7 huruf r dan penjelasannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,’’ ujar Ketua MK Arief Hidayat.
Pertimbangannya, MK menyatakan pasal 7 huruf r UU Pilkada akan sulit dilaksanakan oleh pembuat UU maupun penyelenggara pilkada. Frasa tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dinilai sangat subjektif, sehingga berakibat tidak adanya kepastian hokum. Padahal, mencalonkan diri sebagai kepala derah merupakan hak konstiusional.
“Pasal 7 huruf r bermuatan diskriminasi,’’ ujar hakim konstitusi Patrialis Akbar. Hal itu pun sudah diakui oleh pembuat UU, karena menghalangi hak konstitusional warga negara untuk menjadi kepala daerah. Dalam hal ini, warga Negara yang berstatus keluarga dari petahana.
Dengan demikian, pasal 7 huruf r UU Pilkada yang mengatur bahwa calon kepala daerah tidak boleh punya konflik kepentingan dengan petahana otomatis tidak berlaku. Begitu pula pengaturan oleh Peraturan KPU maupun Surat Edaran KPU mengenai petahana. Sebab, keluarga petahana kini sudah bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah menggantikan keluarganya.
Credit Jawapos.com