Jumat, 03 Juli 2015

Malaysia Minta Dukungan DK PBB Perkarakan Kasus MH17


Malaysia Minta Dukungan DK PBB Perkarakan Kasus MH17 
 Malaysia meminta dukungan kepada Dewan Keamanan PBB terkait rencana membawa memperkarakan kasus penembakan pesawat MH17. (Ilustrasi/Reuters/Rob Griffith)
 
Jakarta, CB -- Malaysia meminta dukungan kepada Dewan Keamanan PBB terkait rencana membawa kasus penembakan pesawat MH17 ke pengadilan untuk mengadili mereka yang diduga melakukannya. Langkah ini dinilai sebagai upaya yang terlalu dini oleh Rusia.

Pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina timur pada Juli tahun lalu, menewaskan 298 penumpang dan awak yang berada dalam pesawat, sebagian besar di antaranya adalah warga negara Belanda. Jatuh di daerah konflik yang dikuasai separatis membuat pelaku penembakan pesawat ini masih belum dapat dipastikan.

Pasalnya, Ukraina dan Barat menuduh kelompok separatis yang didukung oleh Rusia sebagai pelakunya. Sementara, Rusia menolak tuduhan bahwa pihaknya memasok senjata sistem rudal anti-pesawat SA-11 kepada pemberontak, yang diduga sebagai alat penembakan.

"Malaysia menjelaskan niat untuk menghadirkan resolusi dalam kaitannya dengan MH17 kepada anggota dewan pagi ini," kata Duta Besar PBB untuk Selandia Baru, Gerard van Bohemen, yang juga merupaka Presiden DK PBB untuk bulan Juli, dikutip dari Reuters, Kamis (2/7).

"Mereka sedang mencari cara untuk menangani pertanggungjawaban pidana dalam kaitannya dengan jatuhnya pesawat," katanya, seraya menambahkan bahwa ini merupakan usulan bersama anatara Malaysia, Australia, Belanda, Belgia dan Ukraina.

Terkait hal ini, diplomat Rusia yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa langkah ini merupakan langkah yang terburu-buru, dan meminta DK PBB menunggu hasil investigasi lainnya. Sementara misi PBB untuk Rusia menolak berkomentar.

Rusia memiliki kekuatan hak veto di DK PBB yang berisi 15-anggota. Hak yang sama juga dimiliki oleh Perancis, Inggris, China dan Amerika Serikat. Sehingga, jika diadakan pemungutan suara terkait hal ini, Rusia dapat memilih untuk menolak usulan ini.

Sementara Belanda memimpin penyelidikan multinasional dalam kecelakaan itu, bersama dengan Malaysia, Australia, Belgia dan Ukraina. Penyidik Rusia juga diikutsertakan dalam penyidikan tersebut.

"Saya berharap masalah ini dibahas dengan cukup intensif dalam beberapa bulan mendatang," kata van Bohemen, sembari menyatakan bahwa Malaysia belum memberikan rancangan resolusi.

Credit    CNN Indonesia