Jumat, 10 Juli 2015

Kemlu RI: MEA Tak Seperti Uni Eropa


Kemlu RI: MEA Tak Seperti Uni Eropa  
Berbeda dengan Uni Eropa, MEA bukan organisasi yang mengatur perekonomian regional hingga mempengaruhi perekonomian suatu negara. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
 
 
Jakarta, CB -- Kementerian Luar Negeri RI mengambil peran sebagai sekretariat nasional masyarakat Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015. Dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI akan mengawasi dan menangani isu-isu yang bersinggungan mengenai MEA.

Demi mempersiapkan kehadiran program yang mendorong daya saing produk pasar negara-negara kawasan Asia Tenggara ini, pemerintah telah mensosialisasikan MEA ke seluruh pelosok Indonesia, terutama di daerah-daerah.

Direktur Kerja Sama ASEAN, Ina Krisnamukti mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kehadiran MEA di Indonesia.

"Banyak yang salah paham dan mengartikan MEA sebagai ancaman. Padahal MEA sebenarnya bukan liberalisasi perdagangan tetapi penguatan terhadap daya saing produk pasar," ujarnya.


Akhir-akhir ini perekonomian dunia sedang bergejolak, terlebih setelah Yunani mengalami krisis dan menyatakan tidak mau memenuhi syarat-syarat dari IMF dan Uni Eropa demi mendapat dana talangan. Namun, menurut Ina, gejolak ini tidak akan berpengaruh kepada negara di kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan survei baru-baru ini, tingkat perekonomian di kawasan Asia Tenggara tumbuh menguat hingga mencapai 4-5 persen, lebih besar dibandingkan kawasan lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa kondisi perekonomian ASEAN cukup stabil.

"Jadi dampak Yunani itu nanti terasa kalau pasar mulai bergerak ke sana. Mungkin hanya sebentar tetapi ada dampaknya sedikit karena mereka pasar bagi Asia. Namun saya kira tidak akan lama (pengaruhnya) karena keadaan ASEAN stabil," ujar Ina.

Berbeda dengan Uni Eropa, MEA bukanlah suatu organisasi atau badan yang mengatur perekonomian regional sehingga mempengaruhi perekonomian suatu negara, seperti yang terjadi pada Yunani.

"Tidak ada mata uang tunggal, visa tunggal, bank sentral atau kesepakatan mengenai pengaturan lintas batas," ujar Ina.

Tetapi, Ina mengakui jika pada salah satu negara anggota ASEAN mengalami gejolak ekonomi nasional, maka akan berpengaruh terhadap perekonomian kawasan, termasuk di Indonesia.

"Ini yang akan menjadi pekerjaan rumah terbesar Indonesia pasca 2015," ujarnya.

Credit  CNN Indonesia