Kamis, 09 Juli 2015

Bersitegang soal suku Uighur, hubungan Cina-Turki memburuk


Selama 10 hari terakhir sentimen anti-Cina meningkat di Turki.
Para demonstran membakar bendera Cina, menyerang sejumlah restoran Cina, bahkan mereka dituduh menyerang turis-turis yang disangka berasal dari Cina.
Protes dimulai menyusul laporan bahwa umat Muslim dari etnis Uighur di Cina dilarang berpuasa selama bulan Ramadan.
Etnis Uighur dari wilayah barat Cina memang berasal dari rumpun etnis dan memiliki ikatan budaya dan agama yang kuat dengan Turki.

“Warga kami sedih mendengar kabar bahwa etnis Uighur Turki dilarang berpuasa atau melakukan kewajiban beragam lainnya di wilayah Xinjiang,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki, pekan lalu.
Sebagai balasan, pemerintah Cina mengatakan mereka menghormati kebebasan beragama umat Muslim dan tuduhan bahwa sejumlah aktivitas beragama dilarang di Xinjiang pada bulan Ramadan ini “sangat bertentangan dengan fakta” dan dibesar-besarkan oleh media Barat.
“Tidak ada lembaga negeri, organisasi swasta atau individu yang dapat memaksa orang lain untuk percaya atau tidak percaya agama apapun. Mereka tidak boleh mendiskriminasi antar penduduk beragama maupun yang tidak beragama," kata pernyataan pemerintah Cina.

Namun, penjelasan tersebut tidak dapat meredam kemarahan warga Turki.
Restoran Happy Cina milik Cihan Yavuz diserang oleh massa yang mengamuk di Istanbul pekan lalu.
“Orang menjadi ketakutan ke sini, takut diserang lagi,” kata Yavuz.
“Bila mereka ingin memprotes pemerintah Cina, mereka bisa berdemo di depan kedutaan. Tidak benar menggunakan kekerasan hanya demi memprotes,” katanya.
Turis tampak tidak takut berwisata di Turki walaupun pemerintah Cina mengeluarkan peringatan perjalanan.

Restoran Happy China yang dimiliki Cihan Yavuz, diserang oleh sejumlah orang.

Selain menyerang restoran Cina, para demonstran menyerang wisatawan yang disangka berasal dari Cina.
Seorang pemandu wisata bernama Miray Hamit mengatakan empat atau lima pria berpisau menyerang seorang turis di kelompoknya.
Serangan itu terjadi bersamaan dengan gelaran pawai kelompok Grey Wolves – onderbouw partai sayap kanan MHP.

“Mereka menanyakan asal kami. Ketika kami bilang bahwa kami dari Cina mereka mulai memukuli seorang di antara kami. Seorang pemandu wisata Turki dan saya melerai serangan itu. Kami semua takut. Seorang dari kami terluka, walaupun tidak terlalu serius. Saya juga dipukuli,” kata Hamit.
Miray Hamit tidak yakin penyerang itu berasal dari pawai Grey Wolves dan mungkin merupakan pejalan kaki biasa.
Media Turki melaporkan penyerangan terhadap sejumlah turis Korea yang disangka Cina pada pawai Grey Wolves itu.
Tuduhan tersebut langsung dibantah Ketua Grey Wolves di Istabul, Ahmet Yigit Yildirim. Dia mengatakan perkelahian yang terjadi itu merupakan antara pengunjuk suara dan kepolisian dan tidak ada bahaya terhadap para turis. Dia mengatakan tidak menerima keluhan terhadap mereka.
“Keamanan semua turis yang datang ke negara kami adalah tanggung jawab kami. Kami tidak menoleransi kekerasan apapun,” katanya.
Ketua Grey Wolves mengatakan turis aman dari bahaya selama mereka menggelar demontrasi.

Sumber kepolisian tidak bisa berbicara kepada BBC. Namun, konsulat Korea Selatan di Istanbul mengatakan belum menerima keluhan atau laporan mengenai serangan terhadap warga mereka di sana.
Adapun turis Cina tampaknya tidak terhalang oleh meningginya sentimen anti-Cina di Turki.

“Kami sangat tahu apa yang sedang terjadi. Namun kami tidak mengalami masalah apapun. Kami percaya Turki. Warga Turki sangat ramah dengan kami,” kata wisatawan bernama Lucky Zhang.
Pekan ini, pemerintah Cina mengeluarkan imbauan bagi warganya yang bepergian ke Turki dan memperingatkan mereka agar menjauh dari demonstrasi dan tidak merekamnya.
Pemerintah Cina telah berusaha mengendalikan ekspresi keagamaan di Xinjiang dengan memberlakukan sejumlah peraturan bagi etnis Uighur.
Mural propaganda di Kashgar, Xinjiang, menunjukkan larangan pernikahan oleh imam.

Beberapa peraturan yang terdapat di sejumlah bagian Xinjiang termasuk:
  • Perempuan dilarang berjilbab
  • Kaum Uighur juga tidak boleh membeli pisau di beberapa area
  • Aktivitas bersembahyang diatur ketat. Anak-anak di bawah usia 18 tahun dilarang ke mesjid
  • Pasangan harus mengajukan permohonan menikah kepada pemerintah dan tidak boleh dinikahkan secara diam-diam oleh imam
  • Hanya pria Uighur dewasa yang boleh memelihara janggut
Rangkaian peraturan dan ketatnya pengawasan aparat Cina terhadap umat Muslim diamini seorang etnik Uighur. Kepada BBC, dia mengaku pindah ke Turki dari Xinjiang pada Desember 2014.
Dia mengatakan aparat Cina menginterogasi keluarganya ketika mereka berbuka puasa saat Ramadan.
"Mengapa Anda memelihara janggut? Mengapa Anda membaca Qur'an? Mengapa perempuan berjilbab?," kata orang yang meminta identitasnya tidak disebutkan itu, menirukan pertanyaan aparat.

Setelah menginterogasi, para serdadu kemudian menahan dia dan keluarganya di penjara. "Mereka bahkan menahan anak saya yang berusia 10 tahun dan keempat temannya."
Begitu bebas, pria itu kemudian pergi bersama keluarganya ke Turki melewati Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia.
Kini dia hidup di Istanbul bersama istri dan keempat anaknya.






Credit  Tribunnews.com