Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.
Foto: EPA/STR
Pemerintah Suriah mengandalkan aliran senjata dari sekutu asingnya.
CB,
DAMASKUS -- Salah satu isu kunci dalam konflik Suriah, yakni pasokan
persenjataan bagi kedua pihak yang bertikai, yakni antara pemerintah
Suriah dan pemberomtak. Isu ini semakin ramai dibahas dalam dua tahun
terkahir.
Dilansir di
BBC, Sabtu (14/4), pemerintah Suriah
mengandalkan aliran senjata dari sekutu asingnya. Sementara pemberontak
telah menerima senjata dan bantuan dengan cara yang lebih rahasia.
Sebelum
dimulainya pemberontakan, tentara Suriah memiliki berbagai senjata
berat, termasuk tank, kendaraan lapis baja, sistem artileri dan roket,
dan rudal balistik. Angkatan udara juga memiliki jet tempur dan
helikopter tempur.
Setelah dua tahun pertempuran, pasukan
pemerintah masih dipersenjatai dan diorganisir lebih baik daripada para
pemberontak. Tetapi para pejabat Barat mengatakan persediaan senjata dan
amunisi Suriah telah habis. Suriah harus bergantung pada bantuan asing.
Berikut beberapa negara yang diduga memberikan dukungan senjata pada Suriah maupun pemberontak.
Rusia
Rusia
terus memasok militer Suriah dengan senjata dan peralatan selama
konflik. Moskow menegaskan itu hanya untuk memenuhi kontrak yang sudah
ada sebelumnya. Menurut Rusia, kesepakatan itu tidak melanggar sanksi
internasional.
Meskipun ada tekanan Barat, Moskow
bersikeras awal tahun ini mereka akan menghormati kontrak yang
disepakati sebelumnya dengan Damaskus untuk memasok sistem pertahanan
rudal canggih S-300. Namun diyakini rudal tersebut belum dikirimkan ke
Suriah. Rusia telah dilaporkan mengirim rudal jelajah anti kapal
Yakhont, SA-17, dan sistem rudal Pantsyr-S jarak dekat.
Iran
Iran
telah meningkatkan dukungan militernya terhadap pasukan pemerintah
Suriah sejak akhir 2012. Menurur pejabat Barat, Teheran diyakini telah
menjadi pemasok utama roket, rudal anti-tank, granat roket, dan mortir.
Namun,
pejabat Iran membantah telah melanggar sanksi PBB terkait ekspor
senjata. Untuk menghindari sanksi, Teheran diduga mengangkut sebagian
besar senjata melalui wilayah udara Irak di pesawat komersial.
Dan
baru-baru ini, melalui jalur darat Irak dengan menggunakan truk. Namun
hal ini disangkal pemerintah Irak. Foto dan video yang diterbitkan
baru-baru ini menunjukkan bukti pengiriman senjata Iran.
Satu
senjata diduga roket buatan Iran yang dibuat pada 2012. Satu lagi peti
amunisi berisi mortir yang dibuat anak perusahaan Kementerian Pertahanan
Iran pada 2012.
Adapun kelompok pemberontak Suriah
diyakini telah memperoleh senjata dan amunisi mereka melalui berbagai
cara, termasuk pasar gelap, medan perang, pabrik improvisasi, dan
pengiriman yang dibayar oleh individu, kelompok dan pemerintah asing.
Suriah
Perwakilan dari kelompok pemberontak
utama, Free Syria Army (FSA), telah mengatakan sebagian besar
persenjataan mereka telah dibeli di pasar gelap atau disita dari
fasilitas pemerintah. Kelompok pemberontak telah merebut sejumlah
pangkalan militer sejak 2011, termasuk di Atareb, Taftanaz, Jirah dan
Tiyas. Ini telah menyediakan sumber-sumber amunisi dan senjata yang
berguna, khususnya sistem rudal anti-pesawat dan kendaraan lapis baja.
Qatar
Hingga saat ini, Qatar secara
luas diyakini sebagai pemasok utama senjata untuk para pemberontak.
Namun Qatar membantah menyediakan senjata apa pun, meskipun berjanji
untuk mendukung oposisi dengan apa pun yang dibutuhkan.
Sebagian
besar senjata diperkirakan telah diberikan kepada kelompok pemberontak
Islam garis keras, terutama yang selaras dengan Ikhwanul Muslimin yang
telah bertindak sebagai perantara. Ini dilaporkan mengundang kecaman
dari pejabat Barat yang mengatakan banyak dari kelompok itu ekstrimis.
Menurut
New York Times,
pesawat pengangkut Angkatan Udara Qatar Emiri terbang ke Turki dengan
pasokan untuk pemberontak Suriah pada awal Januari 2012. Pada musim
gugur 2012, pesawat Qatar mendarat di bandara Esenboga, dekat Ankara,
setiap dua hari. Pejabat Qatar bersikeras mereka membawa bantuan yang
tidak membahayakan.
Arab Saudi
Arab
Saudi dilaporkan baru-baru ini juga telah memimpin penyaluran dukungan
keuangan dan militer kepada para pemberontak. Tidak seperti Qatar,
kerajaan Teluk diyakini mencurigai kelompok-kelompok pemberontak Islam,
dan telah berfokus untuk mendukung faksi nasionalis dan sekuler FSA.
Pada
akhir 2012, Riyadh dikatakan telah membiayai pembelian ribuan senapan
dan ratusan senapan mesin, peluncur roket dan granat dan amunisi untuk
FSA dari tumpukan senjata Yugoslavia yang dikuasai Kroasia. Ini
dilaporkan diterbangkan, termasuk oleh transporter Angkatan Udara
Kerajaan Saudi C-130 ke Yordania dan Turki dan diselundupkan ke Suriah.
Para pejabat Saudi menolak berkomentar.
Libya
Negara
Afrika Utara ini telah menjadi sumber utama senjata untuk para
pemberontak. Kelompok Ahli Dewan Keamanan PBB, yang memantau embargo
senjata yang dikenakan pada Libya selama pemberontakan 2011 mengatakan
pada April 2013 telah terjadi pengalihan gelap senjata berat dan ringan.
Hal itu termasuk sistem pertahanan udara portabel, senjata kecil dan
terkait amunisi serta peledak dan ranjau.
"Ukuran
signifikan dari beberapa pengiriman dan logistik yang terlibat
menunjukkan bahwa perwakilan dari pemerintah lokal Libya mungkin
setidaknya telah mengetahui transfer, jika tidak benar-benar terlibat
langsung," katanya.
Eropa
Pada Mei
2011, Uni Eropa memberlakukan embargo senjata terhadap Suriah. Ketika
pemberontakan memasuki tahun ketiganya, beberapa negara anggota - yang
dipimpin oleh Inggris dan Perancis - melobi untuk dapat memasok senjata
ke pasukan "moderat" dalam oposisi.
Meskipun terjadi
perpecahan, para menteri luar negeri sepakat membiarkan waktu embargo
pada Mei 2013. Meskipun negara-negara anggota Uni Eropa tampaknya tidak
mengirim senjata langsung kepada para pemberontak, negara Eropa lainnya
telah dikaitkan dengan pengangkutan udara rahasia berskala besar.
Pada Januari 2013, seorang
blogger
Inggris mulai memperhatikan senjata yang dibuat di bekas Yugoslavia
muncul dalam video dan gambar yang diunggah oleh pemberontak yang
bertempur di Suriah selatan. Senjata recoilless, senapan serbu, peluncur
granat dan roket berbahan bakar bahu tampaknya berasal dari kelebihan
yang tidak diumumkan dari perang Balkan 1990-an yang ditimbun Kroasia.
Pejabat Barat mengatakan kepada
New York Times
persenjataan itu telah dijual ke Arab Saudi, dan beberapa pesawat telah
meninggalkan Kroasia sejak Desember 2012, menuju Turki dan Yordania.
Perlengkapan tersebut dilaporkan diberikan kepada beberapa kelompok FSA
Barat. Kementerian luar negeri dan agen ekspor senjata Kroasia membantah
bahwa pengiriman semacam itu terjadi.
Amerika Serikat
AS telah berulang kali
mengatakan enggan memasok senjata secara langsung kepada
kelompok-kelompok pemberontak. AS mengaku khawatir senjata-senjata itu
akan berakhir dengan kepemilikan bagi kelompok militan.
Namun pada 14 Juni 2013, Washington mengatakan akan memberi
para pemberontak bantuan militer langsung setelah menyimpulkan pasukan
Suriah menggunakan senjata kimia. CIA dilaporkan telah memainkan peran
penting sejak 2012 dengan mengoordinasi pengiriman senjata kepada para
pemberontak oleh sekutu AS.
Pada Juni 2012, pejabat AS
mengatakan petugas CIA beroperasi di Turki. Ini untuk membantu
memutuskan kelompok mana yang akan menerima senjata. CIA juga dilaporkan
telah berperan dalam menyiapkan pengangkutan udara yang diduga senjata
dari Kroasia.
Turki
Pemerintah Turki
adalah pendukung kuat para pemberontak. Tetapi Turki belum secara resmi
menyetujui pengiriman bantuan militer. Namun, laporan menunjukkan Turki
telah memainkan peran penting dalam akselerasi tajam pengiriman senjata
ke pemberontak sejak akhir 2012.
Yordania
Senjata
buatan Yugoslavia yang pertama kali terlihat di tangan unit FSA di
Suriah selatan pada awal 2013 diyakini diselundupkan di perbatasan
dengan Yordania. Pemerintah Yordania membantah ada peran dan mengatakan
berusaha mencegah penyelundupan.
Namun,
New York Times
menemukan bukti yang menunjukkan pesawat angkut Angkatan Udara Kerajaan
Yordania dan pesawat komersial Yordania telah terlibat dalam dugaan
pengangkutan udara dari Kroasia.
Irak
Pemberontak
Suriah, yang sebagian besar diambil dari komunitas mayoritas Sunni,
dikatakan telah memperoleh senjata, amunisi dan bahan peledak dari suku
Sunni dan militan di negara tetangga Irak. Senjata dilaporkan
diselundupkan di perbatasan dan dijual atau diberikan kepada para
pemberontak. Alqaidah di Irak memainkan peran aktif dalam mendirikan
Front al-Nusra dan memfasilitasi kelompok itu dengan uang, keahlian, dan
pejuang.
Lebanon
Seperti halnya
Irak, komunitas Sunni Lebanon dilaporkan telah membantu memasok pejuang
pemberontak Suriah dengan senjata kecil yang dibeli di pasar gelap atau
dikirim dari negara lain di kawasan itu, termasuk Libya.
Pihak
berwenang Lebanon telah menyita pengiriman amunisi tanpa identitas,
termasuk granat roket. Kota Qusair di Suriah, yang direbut kembali oleh
pasukan pemerintah pada Juni 2013, adalah titik transit untuk senjata
yang diselundupkan dari timur laut Lebanon.
Credit
republika.co.id