Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Pemerintah Indonesia menyepakati pengadaan 11 pesawat
Sukhoi Su-35 senilai US$ 1,14 miliar atau Rp 15,16 triliun (kurs Rp
13.300) lewat mekanisme barter. Komoditas yang disiapkan untuk ditukar
dengan jet tempur itu yakni hasil perkebunan seperti karet dan kopi,
produk pertahanan, sampai furnitur.
Menteri Pertahanan (Menhan),
Ryamizard Ryacudu, mengatakan harga US$ 1,14 miliar tersebut sudah satu
paket 11 unit pesawat Su-35 dengan spek yang berbeda-beda, ditambah
dengan alih teknologi, dan pembangunan satu fasilitas perawatan pesawat
atau Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO).
Lantas, berapa harga pesawat tempur Sukhoi yang bakal dibarter dengan kopi hingga karet Indonesia?
"Harganya US$ 70 juta itu enggak lengkap. Bisa nembak tapi enggak bisa
ngebom, ada yang bisa
ngebom
tapi enggak bisa nembak. Nah yang US$ 90 juta ini bisa dua-duanya,
lengkap," kata Ryamizard di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa
(22/8/2017).
Menurut
Ryamizard, harga tersebut sempat melewati proses tawar menawar yang
cukup alot. "Saya nawar sudah lama, buka harga US$ 150 juta, sekarang
jadi US$ 90 juta (lengkap). Apa enggak hebat tuh nawarnya," ucapnya.
Proses
imbal beli diupayakan bisa selesai secepatnya, untuk kemudian
ditindaklanjuti dengan perjanjian jual beli. Pesawat sendiri baru akan
datang secara bertahap minimal 2 tahun setelah kesepakatan dua negara
tercapai.
"Biar ini cepat selesai saya undang mereka ke sini.
Mungkin minggu depan atau bulan depan. Setelah tanda tangan, dua tahun,
(pesawat) baru akan sampai sini," ungkap Ryamizard.
Seperti
diketahui, pembelian alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam)
lewat barter ini merupakan pertamakalinya dilakukan dengan aturan baru,
yakni UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang.
Dalam
regulasi itu, setiap pengadaan Alpanhankam harus memenuhi minimal 85%
kandungan lokal (ofset). Sementara dalam pembelian Sukhoi Su-35, Rusia
hanya sanggup memenuhi ofset 35% dari kewajiban 85%, sehingga pembelian
pesawat tempur tersebut harus dibarengi dengan kewajiban Rusia membeli
atau imbal beli sebanyak 50% dari nilai kontrak sebesar US$ 1,14 miliar.
Saat
ini kedua negara sudah menyepakati barter 50% dari nilai pesawat Sukhoi
dengan komoditas perkebunan lewat MoU, dan akan diteruskan menjadi
perjanjian jual beli setelah pembahasan jenis komoditas, sekaligus
valuasi harganya, disepakati. Dua perusahaan ditunjuk untuk melakukan
barter tersebut yakni PT Perdagangan Indonesia (PPI) dan Rostec dari
Rusia.
Komoditas
perkebunan yang ditawarkan untuk barter yakni karet, minyak sawit atau
CPO, kopi, kakao, tekstil, teh, dan rempah-rempah. Namun dirinya
menegaskan, pihaknya hanya tidak akan mengekspor komoditas perkebunan
dalam bentuk mentah.
Selain hasil perkebunan, komoditas ekspor
lain yang ditawarkan ke Negara Beruang Merah itu antara lain ikan
olahan, resin, kertas, mesin, alas kaki, produk industri pertahanan,
sampai furnitur.
Credit
finance.detik.com
Dari Mana Kopi Hingga Karet yang Dibarter Sukhoi? Ini Kata Mendag
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perdagangan
terus mematangkan kesepakatan barter antara pesawat tempur Sukhoi Su-35
dengan hasil perkebunan. Sebanyak 11 pesawat Sukhoi senilai US$ 1,14
miliar sekitar Rp 15,16 triliun dengan kurs Rp 13.300/US$, akan dibarter
dengan komoditas dari Indonesia.
Menteri Perdagangan,
Enggartiasto Lukita, mengatakan hasil perkebunan atau pun produk lain
yang akan dibarter dengan pesawat itu diatur oleh PT Perusahaan
Perdagangan Indonesia (PPI). Pemasoknya, bisa swasta maupun BUMN.
"Apakah
ini hanya BUMN? Tidak. Kami tidak hanya BUMN saja. BUMN yang kami
tetapkan sebagai koordinator yaitu PT PPI, dia jadi koordinator. Ada
perimbangan, bukan semua BUMN," ujar Enggartiasto ditemui di Kementerian
Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
"Kita
harus ada kombinasi untuk itu. Swasta harus diberikan peran yang cukup
seperti perintah Bapak Presiden kepada kami, berikan peran yang sama,
jangan hanya dimonopoli oleh BUMN, itu kan catatan," lanjut pria yang
akrab disapa Enggar itu.
Beberapa komoditas yang ditawarkan
yakni produk perkebunan beserta turunannya, yakni karet, minyak sawit
atau CPO, mesin, kopi, kakao, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan,
furnitur, kopra, plastik, resin, kertas, rempah-rempah, produk industri
pertahanan, dan produk lainnya.
Menurut Enggar, komoditas tersebut masih bisa bertambah jika Rusia menginginkannya.
"Saya sudah sampaikan ada opsi terbuka untuk menambah komoditi yang lain. Kan mereka meminta pertama kali karet," jelas Enggar.
Seperti
diketahui, pembelian alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam)
lewat barter ini merupakan pertama kali dilakukan dengan aturan baru,
yakni UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang.
Dalam
regulasi itu, setiap pengadaan Alpanhankam harus memenuhi minimal 85%
kandungan lokal (ofset). Sementara dalam pembelian Sukhoi Su-35, Rusia
hanya memenuhi ofset 35% dari kewajiban 85%, sehingga pembelian pesawat
tempur tersebut harus dibarengi dengan imbal beli sebanyak 50% dari
nilai kontrak sebesar US$ 1,14 miliar itu.
Saat
ini kedua negara sudah menyepakati barter 50% dari nilai pesawat Sukhoi
dengan komoditas perkebunan lewat MoU, dan akan diteruskan menjadi
perjanjian jual beli setelah pembahasan jenis komoditas, sekaligus
valuasi harganya, disepakati. Dua perusahaan ditunjuk untuk melakukan
barter tersebut yakni PT PPI mewakili Indonesia dan Rostec dari Rusia.
Credit
finance.detik.com
Sukhoi Rasa Kopi
Jakarta - PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) telah
menandatangani nota kesepahaman dengan Rostec dari Rusia untuk pengadaan
11 Sukhoi SU-35. Pembelian itu dilakukan dengan skema imbal dagang
berbagai komoditas perkebunan Indonesia.
Credit
finance.detik.com