Rabu, 11 Oktober 2017

Pemimpin Catalunya proklamasikan kemerdekaan


Pemimpin Catalunya proklamasikan kemerdekaan
Peta Spanyol, dengan Catalonia digambarkan pada arena berwarna merah bata. Ibukota Catalonia adalah Barcelona dan penduduknya memakai bahasa Catalan. (google.com)



Barcelona (CB) - Pemimpin Catalunya Carles Puigdemont pada Selasa memproklamasikan kemerdekaan wilayah itu dari Spanyol namun mengatakan pemberlakuan kemerdekaan akan ditunda sambil menunggu pembicaraan dengan pemerintahan Madrid.

"Saya menerima mandat bahwa Catalunya harus menjadi negara merdeka dalam bentuk republik ... Saya mengajukan penundaan pemberlakuan pernyataan kemerdekaan untuk melakukan pembicaraan guna mencapai penyelesaian yang disepakati," kata Puigdemont di parlemen wilayah di Barcelona.

Puigdemont tidak mengatakan mencari dukungan terbuka dari parlemen bagi kemerdekaan dalam pemungutan suara, langkah yang bisa menutup peluang bagi penyelesaian apa pun. Namun, pernyataan kemerdekaan itu membuat Spanyol berada dalam ketidakpastian.

Pemerintah Spanyol telah menyatakan bahwa pendeklarasian kemerdekaan secara sepihak merupakan tindakan ilegal. Madrid berjanji "akan menegakkan hukum dan demokrasi" jika parlemen wilayah otonomi itu meneruskan langkahnya menuju kemerdekaan.

Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy bisa mengambil tindakan, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, untuk membubarkan parlemen Catalunya dan menggelar pemilihan wilayah baru, yang disebut dengan "opsi nuklir".

Pemerintahan Madrid juga bisa meminta pengadilan untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan sebagai tindakan yang melanggar undang-undang dasar.

Kendati ada desakan untuk melakukan dialog dengan Madrid, pernyataan kemerdekaan membuat penyelesaian semakin sulit untuk dicapai karena Rajoy sendiri telah menyatakan bahwa ia tidak akan berbicara dengan para pemimpin Catalunya sampai mereka membatalkan rencana menuju kemerdekaan, demikian Reuters.



Credit  antaranews.com



Catalonia Batal Merdeka, Pilih Dialog dengan Spanyol



Catalonia Batal Merdeka, Pilih Dialog dengan Spanyol
Ribuan orang berkumpul saat melakukan aksi demonstrasi yang mendukung dialog di sebuah lapangan di Barcelona, Spanyol, 7 Oktober 2017. Puluhan ribu orang berkumpul di Madrid dan Barcelona pada hari Sabtu saat Catalonia bersiap untuk menyatakan kemerdekaan
CB, Jakarta -Pemimpin Catalonia, Carles Puigdemont membatalkan deklarasi kemerdekaan Catalonia dari Spanyol dan menyerukan agar segera dilakukan pembicaraan dengan Madrid mengenai masa depan wilayah tersebut.
Puigdemont hanya menandatangani sebuah deklarasi kemerdekaan di parlemen daerah Catalan di Barcelona, Spanyol kemarin, 9 Oktober 2017.

Dalam pidatonya yang dikelilingi oleh ribuan pemrotes dan ratusan polisi bersenjata di luar gedung parlemen, Puigdemont hanya membuat deklarasi simbolis. Dia mengklaim mandat untuk memulai pemisahan diri namun menangguhkan langkah-langkah formal untuk mencapai tujuan tersebut.
"Saya mengusulkan untuk menunda deklarasi kemerdekaan guna melakukan pembicaraan dalam beberapa minggu mendatang, tanpa itu tidak mungkin mencapai solusi yang telah disepakati," kata Puigdemont, seperti yang dilansir Reuters pada 11 Oktober 2017.
Sejumlah pendukung kemerdekaan Catalonia berpendapat, usulan perundingan Puigdemont dianggap sia-sia karena Madrid tidak akan menanggapinya.

Pemerintah Spanyol membuat aturan main dalam dialog dengan Catalonia, yakni harus sesuai dengan konstitusi dan undang undang. Aturan ini ditafsirkan banyak pihak sebagai mengesampingkan kemerdekaan sebagai sebuah pilihan bagi Catalonia.
Wakil Perdana Menteri Spanyok, Soraya Saenz de Santamaria juga menolak usulan pemimpin Catalonia itu untuk melakukan perundingan yang akan dilakukan oleh seorang mediator internasional. "Baik Puigdemont maupun orang lain tidak dapat mengklaim ... untuk memaksakan mediasi," katanya.
Pemerintah Spanyol akan bertemu hari ini , 11 Oktober 2017 untuk memutuskan tanggapannya terhadap deklarasi kemerdekaan Catalonia oleh Charles Puigdemont.Ketegangan telah meningkat di Catalonia sejak berlangsungnya referendum pada 1 Oktober 2017 yang dianggap tidak masuk akal oleh Madrid.





Credit  TEMPO.CO





Referendum Catalonia Spanyol, Kelompok Pro dan Kontra Tawuran



Referendum Catalonia Spanyol, Kelompok Pro dan Kontra Tawuran
Bentrokan Catalonia. shutterstock.com
CB, Jakarta - Kekerasan berdarah pecah setelah terjadi aksi tawur antara ekstrimis sayap kanan dengan kelompok pro-kemerdekaan Catalonia di Valencia, Spanyol, Senin, 9 Oktober 2017.
Media Mirror dalam laporannya, Selasa, 10 Oktober 2017, mengatakan, kedua kelompok menggunakan tongkat, pentungan dan saling pukul serta tendang di jalan-jalan Valencia.
"Seorang pria membawa bendera Spanyol terekam kamera sedang menendang seorang perempuan hingga tersungkur ke tanah," tulis Mirror.

Sementara itu, pria lainnya kabur setelah menyerang tetapi lawannya sempat mendaratkan pukulan beberapa kali ke wajahnya sebelum dihentikan polisi.
Dalam aksi tawuran ini, sejumlah orang dilaporkan cedera termasuk seorang jurnalis, yang sedang meliput kejadian. Dia menderita luka-luka setelah mukanya disiram teh panas.
Menurut laporan media setempat, La Sexta, bentrok fisik itu pecah antara pendukung Spanyol 2000, kelompok sayap kanan, melawan pendukung kemerdekaan Catalonia.
Tawuran itu bermula dari aksi ekstrimis sayap kanan yang meneriakkan hinaan kepada kaum pro-kemerdekaan dan memberikan penghormatan terhadap Nazi. Mereka memaksa kelompok pro-kemerdakaan yang sedang turun ke jalan agar pindah ke tempat lain. Aksi saling serang itu memaksa polisi turun tangan.
Baku pukul itu, tulis Mirror, berlangsung menjelang deklarasi kemerdekaan oleh Presiden Catalan, Carles Puigdemont, meskipun deklarasi itu masih menunggu waktu tepat setelah parlemen Catalonia bersidang.

Pada pekan lalu, 1 Oktober 2017, warga Catalonia menggelar referendum untuk merdeka dari Spanyol. Hasil pemungutan suara yang diikuti kurang dari 50 persen warga pemilik hak suara itu dimenangkan kelompok pro kemerdekaan dengan 92 persen suara. Pemerintah Spanyol menganggap referendum ini ilegal karena bertentangan dengan konstitusi.
Hingga saat ini, deklarasi kemerdekaan yang sedianya diumumkan pada Senin, 9 Oktober 2017, belum disampaikan kepada publik oleh pemimpin Catalonia, Puigdemont.





Credit  TEMPO.CO






NASA Akan Mengubah DNA Astronot untuk Misi ke Mars




NASA Akan Mengubah DNA Astronot untuk Misi ke Mars
Lubang di Planet Mars yang ditangkap MRO's High-Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE Camera). NASA

CB, Washington DC - NASA sedang mencari cara untuk mengubah DNA astronot Mars untuk melindungi mereka dari radiasi.
Badan antariksa AS teresebut merencanakan misi berawak pertamanya di tahun 2030-an, namun ada risiko kanker dan demensia dari partikel yang memisahkan DNA.


Bos teknologi NASA Douglas Terrier mengatakan awak kapal dapat dilindungi dengan medan listrik atau medan elektromagnetik, namun hal itu terasa tidak praktis.
"Kami melihat berbagai hal dari terapi obat hingga modifikasi genetik yang lebih ekstrem. Hal ini memiliki konsekuensi etis sehingga masih dalam tahap pemikiran eksperimental," ujarnya.
NASA juga berharap untuk menjaga agar astronot tetap aman dengan menyelubungi bagian pesawat ruang angkasa di air dan menggunakan bio-engineering untuk menambal sel tubuh pesawat.
Dr Terrier mengatakan pengoperasian  pesawat ruang angkasa sehari-hari akan diserahkan ke kecerdasan buatan (AI) yang mampu mendiagnosis penyakit dan mengarahkan operasi robotik.

Gagasan lain untuk mendongkrak sebuah misi Mars NASA, yang merupakan tema dari film hit The Martian yang dibintangi Matt Damon, memasukkan sebuah koloni di Bulan untuk memuat pesawat ruang angkasa dengan bahan bakar untuk perjalanan sejauh 100 juta mil.




Credit  TEMPO.CO









Kenapa NASA Bikin Rencana Antisipasi Jatuhnya Asteroid?



Kenapa NASA Bikin Rencana Antisipasi Jatuhnya Asteroid?
Ilustrasi asteroid. express.co.uk
CB., California - Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akan mengadakan latihan antisipasi jika asteroid meluncur ke arah bumi. Latihan simulasi ini tak ubahnya latihan kebarakan. "Bedanya, ini adalah asteroid," kata Michael Kelly, peneliti ilmu planet NASA, seperti dikutip dari laman The Inverse, Jumat, 6 Oktober 2017.
Latihan yang akan dilaksanakan selama 17 jam dibuat atas dasar protokol darurat setelah asteroid sebesar rumah yang akan melintasi bumi pada 12 Oktober mendatang aman. "Latihan ini buat jaga-jaga dan menimbulkan aware masyarakat. Butuh bertahun-tahun untuk membentuk masyarakat yang sadar bencana," ujarnya.
Melacak dan menganalisis asteroid bukanlah hal yang baru bagi NASA. Pada Januari 2016, NASA membentuk sebuah divisi baru yang ditugaskan untuk mengikuti benda-benda di dekat bumi ini: Divisi Pertahanan Planet. Butuh waktu dua tahun untuk merencanakan cara terbaik menghadapi ancaman potensial dari antariksa dan merumuskan tanggap darurat yang melibatkan sejumlah agen federal seperti Federal Emergency Management Agency (FEMA) dan juga Gedung Putih.

Namun, ini akan menjadi pertama kalinya NASA bisa mengeksekusi sistem "front end". NASA akan menguji keampuhan komunikasinya dengan jaringan agen dan fasilitas di seluruh dunia melalui serangkaian komando sampai ke Gedung Putih. Meskipun ada banyak pemain yang terlibat di seluruh jaringan, Kelley mengatakan bahwa agensi telah menerima bantuan dalam mensimulasikan situasi real-time.

Ilmuwan memiliki teknologi yang mencakup teleskop jarak jauh, radar inframerah, dan gambar satelit, untuk mendapatkan gambaran sebaik mungkin tentang asteroid seperti apa dan di mana ia menuju jauh sebelum hal itu membuat bumi berada dalam bahaya.
Latihan yang akan datang ini melibatkan komponen yang nyata. Asteroid yang dijuluki TC4 2012 diperkirakan berukuran 30 sampai 100 kaki menyamai meteor yang melanda Chelyabinsk, Rusia pada 2013, yang meledak di udara sehingga menyebabkan kerusakan properti dan luka ringan.
Asteroid minggu depan bisa berada paling dekat 4.200 mil (6.749 kilometer) dari permukaan bumi. Lebih dekat dengan jarak bumi ke bulan sepanjang 239 ribu mil (385 ribu kiloeter.
Peneliti NASA, Lindley Johnson, telah membuat tiga strategi yang mungkin jika NASA harus secara paksa menghentikan asteroid bertabrakan dengan bumi. Namun, agensi tersebut tidak mendekati perkembangan serius atau membangun teknik ini. "Karena bagaimanapun ini hanyalah sebuah 'kampanye pengamatan'," ujarnya.






Credit  TEMPO.CO






NASA Siapkan Sistem Pertahanan Menyambut Asteroid 12 Oktober



NASA Siapkan Sistem Pertahanan Menyambut Asteroid 12 Oktober
Ilustrasi asteroid. Kredit: PA/AOL
CB - San Francisco - Kedatangan asteroid 2012 TC4 yang akan mendekati bumi pada 12 Oktober nanti akan dimanfaatkan NASA sebagai kesempatan untuk menguji sistem pertahanan Bumi.


Asteroid itu berukuran sekitar 30 sampai 100 kaki (9 sampai 30 meter) atau sebesar rumah dan melaju dengan kecepatan sekitar 30.000 mph (14 kilometer per detik).
Jika sebuah asteroid dengan ukuran ini memasuki atmosfer kita, efeknya akan serupa dengan meteor Chelyabinsk, yang meledak dalam ledakan udara di Oblast Chelyabinsk, Rusia, pada bulan Februari 2013.

Menurut laporan The Mirror, ilmuwan NASA berencana untuk menggunakan kedatangan asteroid 2012 TC4 sebagai kesempatan untuk menguji sistem pertahanan planet mereka, dan ini berkaitan untuk persiapan ancaman asteroid yang sebenarnya.
“Para ilmuwan selalu menghargai pemahaman kapan sebuah asteroid akan mendekati Bumi. Ini karena mereka dapat melakukan persiapan mengumpulkan data untuk mengkarakterisasikan dan mempelajarinya sebanyak mungkin,” kata ilmuwan program NASA, Michael Kelley.
Kelley juga mengatakan bahwa untuk kesempatan kali ini para ilmuwan menggunakan kedatangan asteroid ini untuk menguji jaringan deteksi dan pelacakan asteroid di seluruh dunia. "Para ilmuwan berupaya menilai kemampuan mereka untuk bekerja sama dalam menanggapi temuan ancaman asteroid potensial yang sesungguhnya," tambahnya.
Sementara tujuan utama Kantor Koordinasi Pertahanan Planet NASA adalah untuk melacak asteroid dan komet yang berpotensi berbahaya. Badan Antariksa AS itu juga menerapkan langkah-langkah untuk menangkis batuan ruang angkasa yang ditemukan berada dalam jalur tumbukan dengan Bumi.
Lembaga ini mengembangkan jenis pesawat ruang angkasa khusus yang disebut DART (Double Asteroid Redirection Test), seukuran lemari es dan dapat dilepaskan ke sebuah asteroid dengan kekuatan yang cukup untuk mengubah lintasannya.
NASA telah berencana untuk menguji DART pada sepasang asteroid bernama Didymos A dan B, yang dijadwalkan akan mendekati bumi pada Oktober 2022.


Dengan menggunakan sistem penargetan on-board, DART akan terbang sendiri ke Didymos B dan menghancurkannya pada kecepatan 3,7 mil per detik atau (21.436 kilometer per jam). Secara teoritis, dampaknya akan mengubah kecepatan dan arah asteroid bergeser jauh dari bumi.






Credit  Tempo.co



Selasa, 10 Oktober 2017

Fatah-Hamas Bahas Keamanan di Jalur Gaza


Fatah-Hamas Bahas Keamanan di Jalur Gaza
Negosiator dari Fatah dan Hamas dilaporkan akan membahas keamanan di Jalur Gaza. Foto/Istimewa


GAZA - Negosiator dari Fatah dan Hamas dilaporkan akan membahas keamanan di Jalur Gaza. Pembahasan mengenai keamanan di Gaza akan digelar keduanya dalam pembicaraan damai di Mesir, esok hari.

Rencananya adalah 3.000 petugas keamanan Fatah akan bergabung dengan petuas kepolisian di Gaza selama satu tahun. Recana ini sejatinya adalah bagian dari kesepakatan persatuan yang dimediasi oleh Mesir pada tahun 2011, yang akan mengembalikan banyak pengaruh pemimpin Fatah Presiden Mahmoud Abbas di Gaza dan selanjutnya melonggarkan pegangan Hamas di wilayah itu.

Namun, sayangnya saat itu rencana tersebut tidak pernah terealisasi. Rencana ini akan coba dihidupkan kembali dalam putaran terbaru pembicaraan damai yang kembali ditengahi Mesir.

"Kedua sisi akan membahas masalah keamanan, terutama di Gaza, dengan cara yang sesuai dengan front tuan rumah, menerapkan peraturan hukum secara profesional, dan nasional dan tidak bersifat faksi," kata juru bicara Hamas Fawzi Barhoum, seperti dilansir Reuters pada Senin (9/10).

Sementara itu, menurut pejabat Hamas lainnya yakni Sami Abu Zuhri, pembicaraan masalah keamanan hanya akan terbatas pada pengerahan petugas keamanan pemerintah Palestina ke Gaza, dan tidak membahas masalah senjata Hamas. "Masalah senjata perlawanan tidak akan dibahas," ungkapnya.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelumnya telah meminta Hamas menyerahkan semua senjata yang mereka miliki, sebagai bagian dari rekonsiliasi Palestina.

Abbas menuturkan, jika Hamas memutuskan untuk bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), maka Hamas harus mematuhi semua peraturan yang ada. Salah satu peraturan tersebut adalah selain institusi hukum, tidak ada pihak atau kelompok lain yang memegang senjata.

Namun, Hamas menegaskan tidak akan menyerahkan semua senjata yang mereka miliki kepada pemerintah Palestina. Hamas menyatakan, mereka akan terus memegang senjata selama Israel melakukan penjajahan di tanah Palestina.

Meski demikian, pemimpin Hamas, Ismel Haniyeh menyatakan pihaknya siap untuk mendiskusikan semua pilihan rekonsiliasi dengan Fatah, khususnya mengenai upaya perlawanan terhadap Israel.  





Credit  sindonews.com





Jenderal AS: Perang Korea Akan Mengerikan, Tak Diragukan


Jenderal AS: Perang Korea Akan Mengerikan, Tak Diragukan
Kepala Staf Angkatan Darat AS Jenderal Mark Milley meyakinkan bahwa perang di Semenanjung Korea akan mengerikan. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Kepala Staf Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) Jenderal Mark Milley memastikan bahwa tidak ada opsi yang bebas risiko untuk mengatasi program rudal dan nuklir Korea Utara (Korut). Dia meyakinkan bahwa perang di Semenanjung Korea akan mengerikan.

”Sebuah perang yang penuh sesak di Semenanjung Korea akan mengerikan oleh imajinasi apapun. Tidak ada yang meragukannya,” kata Milley kepada wartawan saat sebuah konferensi pers di sela-sela pertemuan tahunan Asosiasi Amerika Serikat di Washington.

Selain memperingatkan dampak dari konflik militer skala penuh di Semenanjung Korea, jenderal AS ini menyampaikan pesan khusus kepada rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut bahwa memperoleh rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu menyerang daratan AS juga tidak dapat diterima.

”Ini akan mengerikan, tidak ada pertanyaan tentang hal itu, tapi begitu juga rudal balistik antarbenua  menyerang Los Angeles atau New York City, itu sama mengerikannya,” ujarnya, seperti dikutip dari CNN, Selasa (10/10/2017).



Milley menegaskan bahwa militer Washington siap untuk bertindak. ”Tidak ada pilihan yang baik, mudah, Anda tahu, bebas risiko di sini sangat sulit, sangat berbahaya, tidak ada yang harus meremehkannya,” ujarnya.

”Keputusan itu akan dibuat oleh perwakilan Amerika Serikat yang terpilih,” paparnya mengacu pada keputusan politik yang akan diambil pemerintah Presiden Donald Trump.

Komentarnya muncul beberapa jam setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan sebuah tweet yang mengecam usaha pemerintahan pendahulunya yang gagal mengatasi Korut melalui perundingan.

”Negara kami telah gagal menangani Korea Utara selama 25 tahun, memberikan miliaran dolar dan tidak mendapatkan apapun. Kebijakan tidak berjalan baik!” tulis Trump. 




Credit  sindonews.com





Rusia Bilang Eskalasi Ketegangan Semenanjung Korea Tak Bisa Diterima


Rusia Bilang Eskalasi Ketegangan Semenanjung Korea Tak Bisa Diterima
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kiri) saat bertemu Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. Foto/REUTERS


MOSKOW - Pemerintah Rusia menyatakan, setiap eskalasi atau peningkatan ketegangan di semenanjung Korea tidak dapat diterima. Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson melalui telepon.

Reaksi Moskow ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump memberi isyarat bahwa opsi militer sudah dia pikirkan.

Trump berujar; ”Hanya satu hal yang akan berhasil dalam menangani Pyongyang”. Ujaran yang tak dijelaskan pemimpin Gedung Putih ini memicu teka-teki terkait langkah AS terhadap rezim Kim Jong-un.

”Lavrov menggarisbawahi kemungkinan adanya eskalasi ketegangan di semenanjung Korea, yang mana ada persiapan militer yang dipimpin Amerika Serikat, dan menyerukan agar kontradiksi diselesaikan dengan cara diplomatik saja,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan, yang dilansir Reuters, Selasa (10/10/2017).



Dalam pembicaraan telepon, Lavrov juga menuntut dikembalikannya properti diplomatik Moskow yang disita oleh Amerika Serikat pada 2016 ketika mantan presiden AS Barack Obama mengusir 35 diplomat Moskow.

Pemerintahan Obama kala itu berdalih bahwa pengusiran 35 diplomat Moskow dan penyitaan asetnya sebagai pembalasan atas campur tangan Kremlin dalam pemilihan presiden AS.

Pada bulan Juli, Moskow menanggapi dengan memerintahkan AS untuk mengurangi jumlah staf diplomatik hingga 60 persen atau hanya menjadi 455 personel.

”Rusia berhak pergi ke pengadilan dan melakukan tindakan balasan,” kata Lavrov kepada Tillerson. 




Credit  sindonews.com



Libur 10 Oktober, Korut Diprediksi Luncurkan Rudal yang Bisa Picu Perang


Libur 10 Oktober, Korut Diprediksi Luncurkan Rudal yang Bisa Picu Perang
Para militer akbar Korea Utara pada 10 Oktober 2010. Parade untuk memperingati berdirinya Partai Buruh Korea itu kemungkinan akan terjadi lagi hari ini (10/10/2017). Foto/REUTERS


SEOUL - Libur 10 Oktober 2017 di Korea Utara (Korut) membuat aktivitas militer rezim Kim Jong-un dalam pengawasan ketat oleh Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya. Libur untuk memperingati berdirinya Partai Buruh (partai komunis) ini diprediksi akan dimanfaatkan Korut untuk meluncurkan rudal atau bahkan tes nuklir yang bisa memicu perang.

Prediksi sudah jauh hari disampaikan oleh pejabat CIA. Terlepas prediksi ini terbukti atau tidak,  armada tempur kapal induk Pentagon USS Ronald Reagan sudah begerak mendekati perairan Korea. Armada tempur itu sudah siap bereaksi untuk setiap provokasi dari Pyongyang.

Peringatan berdirinya partai berkuasa di negara komunis itu biasanya juga diramaikan dengan parade militer dan pidato seru dari pemimpinnya.

”Rezim Kim biasanya menggunakan berbagai kesempatan untuk menunjukkan beberapa kekuatan—dalam iklim saat ini, sebuah tes rudal adalah hasil yang mungkin terjadi,” kata Dr Genevieve Hohnen, dosen bidang politik dan hubungan internasional di Edith Cowan University, seperti dikutip New Zealand Herald, Selasa (10/10/2017).

Menurutnya, yang kurang bisa diprediksi justru Presiden AS Donald Trump. Pemimpin Gedung Putih ini beberapa kali memberi sinyal untuk melakukan penghancuran terhadap Korea Utara. Dalam tweet terbarunya, Trump menyalahkan para pendahulunya yang selama 25 tahun gagal mengatasi Korea Utara.

“Negara kita telah gagal menangani Korea Utara selama 25 tahun, memberikan miliaran dolar dan tidak mendapatkan apapun. Kebijakan tidak berhasil!,” tulis Trump.

Kali ini, Trump leluasa memainkan kekuatan militer yang signifikan di ujung jarinya. Pasukan AS telah diposisikan dan siap untuk melawan kemungkinan provokasi Korea Utara selama beberapa hari mendatang.

Para analis militer dan diplomatik sepakat bahwa semua yang bisa dilakukan untuk menyalakan perang adalah satu kesalahan bodoh dari kedua pemain tersebut, yakni Trump dan Kim Jong-un.

Hohnen percaya momen 10 Oktober telah memperbarui relevansi dalam pikiran Kim Jong-un.

”Ini juga penting bahwa Kim Jong-un telah menghidupkan kembali pentingnya dan kekuatan Partai Buruh Korea dibandingkan dengan pendekatan yang lebih terfokus militer. Kim Jong-un telah benar-benar menggunakan Partai Buruh untuk menanamkan kekuatannya sehingga kemungkinan dia akan memprioritaskan mengirim pesan kekuatan ke dunia pada hari pendirian (partai) mereka,” papar Hohnen.

Prediksi bahwa Korut akan melakukan provokasi berbahaya pada hari sudah disampaikan jauh hari oleh Yong Suk Lee, Wakil Direktur Direktur Pusat Misi Korea CIA. 

Dia memprediksi, tes rudal rezim Kim Jong-un akan bertepatan tak hanya dengan ulang tahun berdirinya Partai Buruh Korea, tapi juga dengan bertepatan dengan kampanye pemilihan majelis rendah Jepang dan libur Columbus Day di AS.

Tak hanya pejabat CIA, delegasi Rusia yang baru pulang dari kunjungan resmi ke Pyongyang juga diberi tahu oleh para pejabat rezim Korut bahwa militer negara itu bersiap untuk menguji coba peluru kendali (rudal) balistik antarbenua (ICBM) baru yang mampu menghantam daratan Amerika Serikat (AS).

Anggota parlemen Rusia, Anton Morozov, salah satu dari rombongan delegasi Moskow membocorkan informasi itu. “Mereka sedang mempersiapkan sebuah tes baru untuk rudal jarak jauh,” kata Morozov.

”Mereka bahkan memberi kami perhitungan matematis yang mereka yakini sebagai bukti bahwa rudal mereka bisa melanda pantai barat Amerika Serikat,” ujar Morozov.







Credit  sindonews.com


Istri dan Mantan Istri Trump 'Ribut' soal Gelar First Lady AS


Istri dan Mantan Istri Trump Ribut soal Gelar First Lady AS
Ivana (kiri), mantan istri pertama Presiden Donald Trump dan Melania Trump. Foto/NBC News


WASHINGTON - Istri Presiden Donald Trump, Melania Trump, dan mantan istri presiden; Ivana, terlibat “keributan” perihal gelar atau jabatan First Lady Amerika Serikat (AS). Pemicunya adalah klaim Ivana bahwa dialah sang First Lady atau Ibu Negara.

Klaim itu membuat Melania Trump bereaksi. Klaim tersebut disampaikan saat promosi buku Ivana yang berjudul “Raising Trump”.

Jabatan First Lady atau Ibu Negara semestinya melekat pada istri presiden yang sedang berkuasa. Klaim Ivana membuat Gedung Putih agak terganggu.

Ivana membuat klaim itu dalam wawancara di stasiun televisi ABC, ”Good Morning America”. ”Saya memiliki nomor langsung ke Gedung Putih tapi saya tidak benar-benar ingin menghubunginya di sana karena Melania ada di sana,” kata perempuan Ceko-Amerika, yang menikah dengan Donald Trump dari tahun 1977 sampai 1992 itu.

“Saya tidak benar-benar ingin menimbulkan kecemburuan atau semacamnya karena pada awalnya saya adalah istri Trump, oke? Saya First Lady, oke?,” lanjut Ivana, yang dilansir Reuters, Selasa (10/10/2017).

Melania Trump melalui juru bicaranya mengeluarkan sebuah pernyataan yang menyebutkan anaknya dengan Donald Trump adalah Barron.

”Nyonya Trump telah membuat Gedung Putih menjadi rumah bagi Barron dan Presiden. Dia cinta tinggal di Washington, DC dan dihormati oleh perannya sebagai Ibu Negara Amerika Serikat. Dia berencana untuk menggunakan gelar dan perannya guna membantu anak-anak, tidak menjual buku,” bunyi pernyataan pihak Melania Trump.

”Jelas tidak ada substansi dari pernyataan ini dari mantan, sayangnya ini hanya suara mencari perhatian dan melayani diri sendiri,” lanjut pernyataan tersebut.

Tidak jelas apakah Presiden Trump mengetahui adanya “pertengkaran” tersebut. Trump diketahui sedang bermain golf pada hari Senin dengan Senator Partai Republik Lindsey Graham. 



Credit  sindonews.com







HRW Nilai Philipina Bisa Ditendang dari Keanggotaan Dewan HAM PBB


HRW Nilai Philipina Bisa Ditendang dari Keanggotaan Dewan HAM PBB
HRW mengatakan pelanggaran HAM akibat perang narkoba di Filipina dapat bisa membuat Filipina dikeluarkan sebagai negara anggota Dewan HAM PBB. Foto/Istimewa


MANILA - Kelompok pemantau Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa pelanggaran HAM akibat perang narkoba di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte dapat memancing sanksi ekonomi, dan penghapusan Filipina sebagai negara anggota Dewan HAM PBB, atau UNHRC.

"Kami merasa bahwa Filipina melanggar kewajiban keanggotaannya, dan bahwa Majelis Umum akan memiliki alasan untuk mempertimbangkan penghapusannya (dari UNHRC)," kata direktur advokasi HRW, John Fisher seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (9/10).

Fisher mencatat keanggotaan di UNHRC adalah sebuah hak istimewa namun dilengkapi dengan kondisi untuk menegakkan standar tertinggi HAM, dan bekerja sama dengan dewan yang dilanggar oleh Filipina karena pembunuhan di luar hukum.

Dia juga mencatat pernyataan bersama yang dibuat oleh 39 negara anggota UNHRC yang mengungkapkan keprihatinannya tentang ribuan pembunuhan, dan iklim impunitas yang terkait dengan perang melawan narkoba di Filipina yang menurutnya dapat menyebabkan sanksi ekonomi terhadap Manila.

"Ketika kita melihat berbagai negara  berbicara dan mengutuk Filipina, seperti yang telah mereka lakukan melalui pernyataan bersama, maka mau tidak mau, negara-negara itu akan mempertimbangkan pelajaran itu dalam hubungan ekonomi mereka," ungkapnya.

"Ada berbagai sanksi, Tentu saja, bisa ada sanksi ekonomi, terutama oleh negara-negara yang memiliki hubungan bilateral dengan negara itu," imbuhnya,

Fisher mengungkapkan kekecewaannya bahwa terlepas dari berbagai seruan, dan rekomendasi untuk mengakhiri pembunuhan tersebut, tampaknya Manila menolak untuk mengindahkan. "Tidak berminat mengambil tanggung jawab untuk mengakhiri pelanggaran ini ,atau untuk mematuhi kewajiban HAM internasionalnya," tukasnya. 





Credit  sindonews.com






Pakai Logo Taiwan saat Upacara, Filipina Minta Maaf ke China


Pakai Logo Taiwan saat Upacara, Filipina Minta Maaf ke China
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana (tengah) membidikkan sebuah senapan saat upacara untuk menandai bantuan militer China ke Filipina, 5 Oktober 2017. Foto/REUTERS/Romeo Ranoco


MANILA - Pemerintah Filipina meminta maaf kepada pemerintah China pada hari Senin (9/10/2017) karena sebuah kesalahan “menyedihkan” namun tidak disengaja. Filipina menunjukkan logo Kementerian Pertahanan Taiwan, bukan China, pada sebuah acara pekan lalu.

Padahal, upacara itu untuk menandai sumbangan 3.000 senapan Beijing kepada Manila.

Departemen Pertahanan Nasional (DND) Filipina meyakinkan China bahwa mereka, bersama dengan angkatan bersenjata, masih berpegang pada kebijakan “Satu China”. Kebijakan ini mengakui Taiwan sebagai salah satu provinsi China.

Kecerobohan diplomatik ini sebagian besar tidak diperhatikan. Namun, foto-foto logo Kementerian Pertahanan Taiwan yang digunakan dalam upacara terlanjur bermunculan di media sosial.

”Kami telah menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada pemerintah dan rakyat dari Republik Rakyat China,” kata DND dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.

”Ini adalah harapan tulus kami bahwa insiden yang sangat tidak menguntungkan ini tidak akan mempengaruhi hubungan kerja sama dan persahabatan antara kedua negara yang telah tumbuh lebih hangat sepanjang tahun lalu,” lanjut pernyataan DND.

Sekadar diketahui, China menyumbangkan senjata senilai sekitar USD3,3 juta tersebut, dengan syarat Manila membangun hubungan ramah dan kooperatif dengan Beijing.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memprioritaskan untuk memperbaiki hubungan dan meningkatkan perdagangan dengan China. Dia mengesampingkan polemik sengketa teritorial di Laut China Selatan.

Duterte telah dipuji karena menjaga kebijakan perdamaian, namun kritikusnya mengecam karena memperlihatkan sikap kalah Filipina terhadap China.

Meskipun Filipina mengakui kebijakan “Satu China”, faktanya Manila juga memiliki hubungan dengan Taipei,  di mana Kantor Ekonomi dan Budaya Manila di Taiwan berfungsi sebagai kedutaan de facto Taiwan.

China tidak pernah mengakui Taiwan sebagai negara dan tetap menganggapnya sebagai provinsinya yang membangkang. 

Philippine Defense Secretary Delfin Lorenzana (C) aims an automatic rifle during the turnover ceremony of China's urgent military assistance to the Philippines at the military camp in Camp Aguinaldo in Quezon city, metro Manila, Philippines October 5, 2017. REUTERS/Romeo Ranoco




Credit  sindonews.com


Taktik Sangar Saudi, Raih Senjata Mutakhir AS dan Rusia Sekaligus



Taktik Sangar Saudi, Raih Senjata Mutakhir AS dan Rusia Sekaligus
Sistem pertahanan rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Amerika Serikat. Foto/REUTERS


RIYADH - Kerajaan Arab Saudi diam-diam berencana membangun kerajaan militernya sendiri dan selama seminggu terakhir. Sistem pertahanan rudal mutakhir Rusia dan Amerika Serikat (AS) dibeli sekaligus dengan momen yang hampir bersamaan.

Penjualan senjata militer Washington ke Riyadh selama ini menuai kritik, karena salah satunya digunakan Saudi dalam Perang Yaman yang ikut menewaskan banyak warga sipil. Tapi, Departemen Luar Negeri AS tak peduli dan sudah setuju menjual peralatan militer yang kontroversial dan mahal.

Pada hari Sabtu pekan lalu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan persetujuan untuk menjual paket sistem pertahanan anti-rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) ke Saudi. Harga penjualannya mencapai sekitar USD15 miliar atau Rp202,5 triliun.

“Penjualan yang diusulkan akan mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika Serikat dengan memperbaiki keamanan sebuah negara yang bersahabat dan tidak akan mengubah keseimbangan militer dasar di wilayah tersebut,” kata Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters.



Kontraktor utama sistem senjata THAAD AS adalah Lockheed Martin Co (LMT.N) dan Raytheon Co (RTN.N). Paket sistem THAAD yang dijual ke Riyadh ini mencakup 44 peluncur, 360 rudal pencegat,16 stasiun kontrol kebakaran dan komunikasi mobile serta tujuh radar. Selain peralatan pertahanan mutakhir, paket penjualan ini juga termasuk pelatihan peralatan dan pelatihan personel.

”Kemampuan exo-atmospheric, hit-to-kill milik THAAD akan menambahkan lapis atas arsitektur pertahanan rudal berlapis Arab Saudi dan akan mendukung modernisasi Angkatan Udara Kerajaan Arab Saudi (RSADF),” imbuh Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon.

Sistem pertahanan pencegat rudal THAAD telah jadi sorotan dunia setelah dikerahkan Pentagon ke Korea Selatan dengan dalih untuk mengantisipasi serangan rudal Korea Utara. Namun, pengerahan peralatan canggih itu ditentang Rusia dan China karena bisa mengancam keamanan kawasan.

Diplomasi S-400 Rusia
Uniknya, pengumuman Washington itu muncul sehari setelah Saudi dan Rusia menandatangani kesepakatan awal pembelian sistem pertahanan rudal canggih S-400 senilai USD3 miliar atau lebih dari Rp40 triliun. Kesepakatan tercapai saat kunjungan bersejarah Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Moskow.

Seperti lawatan Raja Salman di beberapa negara yang identik dengan kemewahan dan rombongan besar, kunjungan pertamanya ke Moskow juga tak jauh beda. Raja Salman terbang dengan pesawat bereskalator emas dan rombongan besarnya menyewa hampir seluruh hotel bintang lima di Moskow.

Sebagai basa-basi diplomatik, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menggambarkan lawatan pemimpin Riyadh ini sebagai “momen bersejarah". Presiden Vladimir Putin pada puncak pertemuan hari Kamis setuju dengan pernyataan diplomatnya itu. 

“Ini adalah peristiwa penting yang akan memberi dorongan untuk menjalin hubungan,” kata Putin. Raja Salman membalas pujian pemimpin Kremlin dengan menyebut Rusia sebagai negara yang bersahabat.



Pembelian S-400 Rusia oleh negeri Raja Salman ini dibeberkan surat kabar Rusia Kommersant. Kesepakatan lebih lanjut kedua negara itu akan ditandatangani pada pertemuan WTO pada akhir Oktober nanti.


Foto/REUTERS

Pilihan Riyadh beli senjata ke Moskow merupakan hal tak wajar. Sebab, selama ini negara kaya di Teluk ini hanya percaya pada sistem senjata buatan Amerika dan Eropa. Selain itu, kebijakan luar negeri Rusia dan Saudi sejatinya juga tak sejalan.

Dalam krisis Suriah misalnya, Moskow mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad dengan sokongan militer yang kuat. Sedangkan Riyadh menentang rezim Assad berkuasa di Suriah atau pro-oposisi.

Namun, Riyadh pada akhirnya terpincut S-400 Rusia yang sudah dikerahkan di Suriah. Selain itu, Riyadh menyadari perubahan situasi, di mana Moskow dan Damaskus meraih kemajuan pesat dalam perang sipil.

”Orang-orang Saudi telah kehilangan minat dan menyadari bahwa Rusia sekarang pengendali krisis,” kata Yuri Barmin, seorang pakar Dewan Urusan Internasional Rusia.

”Mereka melihat bagaimana keseimbangan kekuatan berubah di wilayah ini; bagaimana AS menarik diri dan bagaimana Rusia sekarang meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah,” lanjut dia.

Taktik sangar Saudi dengan membeli sistem pertahanan rudal mutakhir dari AS dan Rusia sekaligus ini tetap jadi misteri. Sebagai sekutu utama Washington, Saudi sudah mendapat jaminan keamanan.

Meski tak dimungkiri, Saudi saat ini sedang berseteru dengan Iran dan Qatar. Militer Iran diperhitungkan dunia, setelah dicurigai mengembangkan senjata nuklir. Negeri Persia ini juga sudah telebih dahulu membei S-400 Rusia. Sedangkan Qatar yang hubungan diplomatiknya diputus Riyadh atas tuduhan Doha mendukung terorisme, terkenal sangat kaya dan tidak sulit untuk memborong senjata canggih.

Israel Tak Senang
Gelagat Saudi membeli senjata-senjata canggih ini pernah membuat Israel—yang juga sekutu AS—tidak senang.

Pada Mei lalu, beberapa menteri Israel menyatakan keprihatinannya atas kesepakatan jual beli senjata yang ditandatangani oleh AS dan Arab Saudi selama kunjungan Presiden Donald Trump ke Riyadh. Para menteri negara Yahudi itu bahkan menganggap Saudi musuh yang akan menyusahkan.


Foto/REUTERS

Kesepakatan “pemborongan” senjata Washington oleh Riyadh kala itu mencapai USD350 miliar atau lebih dari Rp4.661 triliun selama sepuluh tahun. Dari total nilai itu, kesepakatan penjualan senjata gelombang awal senilai USD110 miliar atau lebih dari Rp1.464 triliun segera diberlakukan. Bisa jadi sistem anti-rudal THAAD itu bagian dari gelombang awal tersebut.


Israel tetap ingin mempertahankan superioritas militer dan perna meminta penjelasan AS soal kesepakatan penjualan senjata besar-besaran itu.

”Ini adalah masalah yang benar-benar menyusahkan kita,” kata Menteri Infrastruktur, Energi dan Sumber Daya Air Israel Yuval Steinitz pada Mei lalu.

”Ratusan juta dolar dalam transaksi senjata adalah sesuatu yang perlu kita dapatkan penjelasannya,” ujarnya. ”Arab Saudi adalah negara yang bermusuhan dan kita perlu memastikan bahwa kekuatan militer kualitatif Israel dipertahankan.”

Dia melanjutkan bahwa Israel belum memiliki hubungan diplomatik dengan Saudi dan tidak ada yang akan terjadi di masa depan.

Menteri Intelijen Israel Israel Yisrael Katz juga mengemukakan keprihatinan serupa.”Kekuatan militer kualitatif Israel harus dijaga,” katanya.




Credit  sindonews.com


Presiden Turki Kecam AS Terkait Penangguhan Layanan Visa


Presiden Turki Kecam AS Terkait Penangguhan Layanan Visa 
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan, keputusan AS menangguhkan layanan visa sangat mengecewakan. Keputusan itu telah mengganggu hubungan kedua negara. (AFP PHOTO / ADEM ALTAN).



Jakarta, CB -- Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan, keputusan Amerika Serikat untuk menangguhkan layanan visa di Turki sangat mengecewakan. Erdogan juga menyebut keputusan AS menangguhkan layanan visa juga telah mengacaukan situasi yang ada.

"Di atas segalanya, keputusan tersebut sangat menjengkelkan, karena kedutaan (AS) di Ankara mengambil keputusan dan pelaksanaan seperti itu mengacaukan," kata Erdogan dalam sebuah konferensi pers saat berkunjung ke Ukraina seperti dikutip dari Reuters, Senin (9/10).

Turki sendiri mendesak AS untuk meninjau ulang keputusan penangguhan layanan visa itu, terutama setelah penangkapan pegawai konsulat AS yang semakin meningkatkan ketegangan antara kedua negara.





Penangkapan pegawai konsulat AS pada minggu lalu di Istanbul karena dianggap memiliki hubungan dengan ulama Muslim AS, Fethullah Gulen yang dituding sebagai dalang kudeta militer yang gagal pada Juli 2016 silam.

Kedutaan Besar AS di Ankara mengecam tuduhan tanpa dasar tersebut. Usai penangkapan itu, AS melalui kedutaannya di Ankara mengumumkan pada hari Minggu malam bahwa pihaknya menghentikan semua layanan visa non-imigran di Turki.

Selang beberapa jam, Pemerintah Turki membalas dengan mengambil tindakan yang sama terhadap layanan visa warga AS.



Kemudian pada hari Senin, kementerian luar negeri Turki memanggil salah seorang diplomat AS untuk mendesak negaranya mencabut penangguhan visa tersebut. Pemerintah Turki mengatakan bahwa penangguhan visa tersebut menyebabkan "ketegangan yang tidak perlu".

Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul mengatakan jika Washington memiliki masalah keamanan serius mengenai misinya di Turki terkait penangguhan visa, maka pihaknya akan mengambil langkah-langkah sebagai solusi.



"Tapi jika ini menyangkut penangkapan pegawai konsulat, maka ini adalah keputusan yang dibuat pengadilan Turki," kata Gul kepada televisi A Haber.

Kantor berita setempat, Anadolu yang dikelola Pemerintah Turki mengatakan seorang pekerja konsulat AS lainnya telah dipanggil untuk memberi kesaksian mengenai dugaan istrinya dan anak perempuannya mempunyai kaitan terhadap Gulen - yang dikatakannya muncul saat diinterogasi oleh Metin Topuz, karyawan tersebut ditangkap pekan lalu.





Credit  cnnindonesia.com






Langgar Sanksi Korut, 4 Kapal Dilarang Masuk Semua Pelabuhan


Langgar Sanksi Korut, 4 Kapal Dilarang Masuk Semua Pelabuhan 
PBB melarang empat kapal masuk ke pelabuhan seluruh dunia karena kedapatan melanggar sanksi yang dijatuhkan Dewan Keamanan atas Korea Utara. (Reuters/Denis Balibouse)



Jakarta, CB -- Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang empat kapal masuk ke pelabuhan seluruh dunia karena kedapatan melanggar sanksi yang dijatuhkan Dewan Keamanan atas Korea Utara.

"Ada empat kapal yang ditetapkan oleh komite. Penetapan ini bukan berarti pembekuan aset atau larangan bepergian, tapi larangan pelabuhan," ujar koordinator panel PBB untuk urusan sanksi Korut, Hugh Griffiths.

Seorang sumber mengatakan kepada AFP bahwa kapal tersebut terdiri dari Petrel 8, Hao Fan 6, Tong San 2, dan Jie Shun.


Berdasarkan keterangan di situs MarineTraffic, tiga kapal pertama berbendera Comoros, Saint Kitts dan Nevis, serta Korea Utara. Sementara itu, Jie Shun tak terdaftar di situs tersebut.



Sumber itu menuturkan, sanksi tersebut dijatuhkan setelah empat kapal itu kedapatan membawa batu bara, makanan laut, dan bijih besi, bahan ekspor yang dilarang dalam resolusi PBB atas Korut sejak Agustus lalu.

Bulan lalu, sanksi itu diperbarui dengan menambahkan larangan untuk tekstil dan pekerja Korut.

Sanksi itu dijatuhkan setelah Korut melakukan uji coba rudal yang melintasi langit Jepang. Uji coba ini dilakukan setelah Korut meluncurkan rudal balistik ke Guam, wilayah AS di Pasifik, dengan rute melalui Jepang.






Credit  cnnindonesia.com







Korsel Kembangkan Bom untuk Lumpuhkan Senjata Korut



Korsel Kembangkan Bom untuk Lumpuhkan Senjata Korut 
Ilustrasi. (Diolah dari Thinkstock)


Jakarta, CB -- Seorang sumber militer Korea Selatan mengatakan Seoul tengah mengembangkan teknologi bom grafit non-mematikan yang mampu melumpuhkan jaringan daya senjata Korea Utara.

Senjata ini dikembangan Seoul sebagai antisipasi jika perang dengan Korea Utara benar-benar terpecah, setelah ketegangan di Semenanjung Korea yang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

"Seluruh teknologi untuk pengembangan bom grafit telah diamankan, berada pada tahap di mana kami bisa membuat bom kapan saja," ucap sumber militer tersebut seperti dikutip kantor berita Yonhap, Senin (9/10).


Bom yang dikenal dengan "blackout bomb" ini dilaporkan mampu mengganggu hingga melumpuhkan jaringan listrik suatu alat persenjataan dengan menyebarkan filamen grafit karbon pada sistem tersebut.



Teknologi ini juga sering disebut sebagai bom pelunak karena bisa mempengaruhi sumber tenaga suatu sistem atau alat.

Senjata ini pertama kali digunakan Amerika Serikat untuk melawan Irak dalam Perang Teluk 1990-1991, dan NATO saat berperang dengan Serbia pada 1999.

Sumber itu mengatakan, bom yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Pertahanan Korsel ini pun akan menjadi bagian kunci dari program serangan pencegahan Negeri Ginseng alias Kill Chain.

Sumber tersebut mengatakan, kementerian pertahanan juga telah mengajukan anggaran sebesar US$436 ribu untuk mengembangkan teknologi itu. Namun, hingga kini kementerian keuangan belum menyetujui proposal tersebut.

Selain itu, Korsel dan AS juga dilaporkan telah meningkatkan operasi pengintaian terhadap Korut di tengah besarnya spekulasi soal rencana negara terisolasi itu meluncurkan uji coba rudal jarak jauh terbarunya dalam waktu dekat.

Prediksi ini semakin kuat setelah seorang anggota parlemen Rusia yang baru mengunjungi Pyongyang mengatakan rezim Kim Jong-un sedang mempersiapkan uji coba senjata yang mampu menjangkau pantai bagian barat AS.

Meski Seoul belum menemukan tanda-tanda kuat provokasi Korut akan segera terjadi, mereka tetap ingin berjaga-jaga.

"Namun, sejumlah aktivitas dan gerakan-gerakan di situs rudal Korut terus terdeteksi. Karena itu, kami terus mempertahankan dan meningkatkan strategi pengintaian serta kesiapan [militer]," kata sumber militer itu.







Credit  cnnindonesia.com





Kasus Kim Jong-nam, Siti Aisyah Dibawa ke Lab Senjata Kimia


Kasus Kim Jong-nam, Siti Aisyah Dibawa ke Lab Senjata Kimia 
Terdakwa asal Indonesia, Siti Aisyah, menjalani persidangan kasus dugaan pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un. (Reuters/Lai Seng Sin)


Jakarta, CB -- Terdakwa asal Indonesia dalam kasus pembunuhan Kim Jong-nam, Siti Aisyah, dibawa ke Pusat Analisis Senjata Kimia di Petaling Jaya sementara proses persidangan yang digelar di Malaysia memasuki minggu kedua, Senin (9/10).

Selain Siti, terdakwa asal Vietnam, Doan Thi Huong yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan kakak tiri Kim Jong-un ini juga dibawa ke pusat analisis itu untuk tujuan yang sama, yakni mengidentifikasi sejumlah barang bukti yang disebut terpapar racun saraf VX.

Kedua terdakwa dilaporkan sampai di Departemen Kimia sekitar 09.00 pagi waktu lokal dengan menggunakan baju kurung, pakaian tradisional Malaysia, lengkap dengan rompi anti-peluru. Siti dan Doan sampai di lokasi dengan penjagaan ketat polisi dan delapan mobil patroli.


Menurut laporan Straits Times, proses identifikasi dilakukan di luar pengadilan sebab sejumlah barang bukti diduga terpapar racun VX yang masih aktif dan dikhawatirkan membahayakan.

Pekan lalu, jaksa mengatakan jejak yang diduga digunakan untuk membunuh saudara pemimpin Korea Utara itu ditemukan tercecer pada pakaian Siti Aisyah dan Doan. Racun saraf VX dikategorikan perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai senjata pemusnah massal.

Kepala Departemen Kimia di Pusat Analisis Senjata Kimia pada pekan lalu juga bersaksi bahwa sampel racun yang dikenal sebagai asam VX ditemukan pada kemeja tanpa lengan yang dipakai Siti saat peristiwa berlangsung.



Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin Korut, Kim Jong-un.
Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin Korut, Kim Jong-un. (AFP Photo/Yomiuri Shimbun)
Sementara itu, jejak prekursor atau zat pembentuk racun VX lainnya juga terdapat pada kemeja bertuliskan "LOL" yang dipakai Doan di hari Jong-nam tewas.

Kedua perempuan itu diancam hukuman mati setelah dijerat pasal pembunuhan berencana yang dilakukan pada 13 Januari lalu.
Rekaman CCTV menunjukkan Siti dan Doan tiba-tiba menyeka wajah Jong-nam menggunakan racun VX saat berada di terminal 2 keberangkatan Bandara Internasional Kuala Lumpur. Tak lama, pria berusia 45 tahun itu mengaku pusing dan kejang-kejang hingga akhirnya tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Sejumlah tes laboratorium telah diajukan jaksa penuntut umum sebagai bukti, dalam sidang sepekan kemarin. Hasil autopsi, sementara itu, menunjukkan temuan sampel racun VX pada wajah, kelompak mata, tas, dan kemeja Jong-nam.


Sementara itu, kuasa hukum Siti Aisyah, Gooi Soon Seng, menuduh otoritas Malaysia bersikap tidak etis dan tidak adil lantaran enggan membuka dokumen penting secara transparan kepada para pengacara terdakwa.

Gooi mengatakan polisi dan jaksa sampai saat ini tidak memberikan rekaman CCTV bandara dan hasil autopsi Jong-nam. Padahal, tuturnya, dokumen-dokumen tersebut penting dipelajari untuk membangun pembelaan bagi terdakwa.

"Tentu ini sangat membuat frustrasi, saya telah mengirimkan sejumlah permintaan kepada jaksa dan polisi tapi tak ada yang disrespons. Sangat tidak etis dan tidak bersahabat," kata Gooi.

"Hak atas persidangan yang berjalan adil digambarkan dari pembukaan dokumen-dokumen penting sesegera mungkin selama masa pra-sidang, bukan pada jam-jam krusial sebelum dimulainya persidangan."

Persidangan Siti Aisyah akan dilanjutkan esok dan masih akan berjalan cukup panjang. Setelah jaksa mendatangkan sejumlah saksi ahli, hakim juga akan mendengarkan beberapa testimoni saksi lain yang didatangkan tim pengacara kedua terdakwa.




Credit  cnnindonesia.com




Gencatan Usai, Kelompok Bersenjata Rohingya Siap Damai


Gencatan Usai, Kelompok Bersenjata Rohingya Siap Damai 
Ilustrasi senjata api. (ANTARA Foto/Nova Wahyudi)



Jakarta, CB -- Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyatakan siap menanggapi baik setiap upaya damai pemerintah Myanmar, usai gencatan senjata sepihak yang diberlakukan kelompok bersenjata tersebut selama hampir satu bulan terakhir.

"Jika pada tahapan apapun, pemerintah Myanmar berkeinginan untuk damai, maka ARSA akan menyambut baik keinginan tersebut sebagai tanggapannya," ucap kelompok tersebut melalui pernyataan seperti dikutip Reuters pada Senin (9/10).

Gencatan senjata yang diberlakukan di negara bagian Rakhine ini akan berakhir tengah malam nanti, menyusul bentrokan ARSA dengan militer Myanmar yang telah memicu eksodus pengungsi Rohingya ke negara-negara lain seperti Bangladesh sejak akhir Agustus lalu.


Gencatan dilakukan ARSA untuk memungkinkan akses bantuan kemanusiaan ke wilayah pusaran konflik yang telah memakan 1.000 jiwa itu. Kelompok pimpinan Ata Ullah menyebutnya sebagai "tekad untuk menghentikan tirani dan penindasan" terhadap minoritas Rohingya.

Meski begitu, ARSA tidak menjelaskan langkah apa yang akan dilakukan setelah gencatan itu berakhir.

Sementara, pemerintah tidak segera dapat dimintai tanggapan atas isyarat damai ARSA ini. Sebelumnya, Myanmar menyatakan tidak mengakui gencatan bersenjata karena "pemerintah tidak memiliki kebijakan untuk bernegosiasi dengan teroris."

Kelompok ARSA muncul sekitar Oktober tahun lalu, ketika konflik komunal yang menyasar Rohingya kembali mencuat untuk pertama kalinya sejak 2012 lalu.

Hingga kini, jumlah pasukan ARSA belum diketahui secara pasti. Meski disebut mendapat sokongan logistik dan dana dari petinggi di luar negeri, persenjataan kelompok tersebut diyakini terbilang lemah.

Selama ini, pemerintah Myanmar kerap menuding ARSA menjadi pemicu konflik di Rakhine. Pemerintah bahkan menuduh ARSA menyerang dan membakar rumah-rumah warga Rohingya di negara bagian tersebut.

Sementara itu, ARSA selama ini menganggap pemerintah Myanmar hanya menjadikan kelompoknya sebagai kambing hitam dan pembenaran untuk menyiksa hingga membunuh Muslim Rohingya.




Credit  cnnindonesia.com





Tujuh pekerjanya tewas, ICRC akan kurangi operasi di Afghanistan




Tujuh pekerjanya tewas, ICRC akan kurangi operasi di Afghanistan
Dokumen foto kegiatan relawan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Afghanistan yang rawan konflik atas keamanan relawan, sehingga ICRC mengevaluasi untuk mengurangi kegiatan di negeri itu, Senin (9/10/2017). (Reuters)




Kabul (CB) - Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) akan mengurangi secara drastis operasi di Afghanistan setelah tujuh pekerjanya tewas dalam serangan tahun ini, ungkap organisasi itu pada Senin (9/10).

Keputusan yang diambil yayasan amal itu, yang telah bekerja di Afghanistan selama lebih dari tiga dekade, menggarisbawahi lonjakan bahaya bagi sukarelawan, yang semakin sering menjadi korban lonjakan aksi kekerasan militan dalam beberapa tahun terakhir.

"Kami tidak memiliki pilihan lain selain mengurangi secara drastis kehadiran dan aktivitas kami di Afghanistan," ujar Monica Zanarelli, kepala ICRC di Afghanistan, kepada wartawan.

"Eksposur terhadap risiko menjadi tantangan yang lebih besar bagi kami di Afghanistan, dan kami tahu bahwa kemungkinan risiko nol tidak ada," katanya.

Kelompok kemanusiaan akan menutup fasilitas mereka di kota bagian utara, Maimana, ibu kota Provinsi Faryab, dan di Provinsi Kunduz, juga di utara dan di sarang aktivitas Taliban.

Operasi di kota utara Mazar-i-Sharif akan ditarik kembali.

Kelompok tersebut mengalami serangkaian serangan mematikan di Afghanistan utara, tempat militan Taliban dan ISIS mengintensifkan serangan mereka terhadap polisi dan pasukan, demikian dikutip dari laporan AFP.



Credit antaranews.com



ICRC banyak kurangi kegiatan di Afghanistan


ICRC banyak kurangi kegiatan di Afghanistan
Dokumen foto kegiatan relawan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Afghanistan yang rawan konflik atas keamanan relawan, sehingga ICRC mengevaluasi untuk mengurangi kegiatan di negeri itu, Senin (9/10/2017). (Reuters)
Kami tidak punya pilihan selain secara tajam mengurangi keberadaan kami di Afghanistan."

Kabul (ANTARA News) - Komite Palang Merah Internasional (ICRC) akan banyak mengurangi kegiatannya di Afghanistan pasca-serangan menewaskan tujuh petugasnya pada tahun ini, demikian laporan badan relawan yang bermarkas di Swiss itu, Senin.

"Ancaman menjadi tantangan dan perhatian terbesar kami," kata Monica Zanarelli, kepala International Committe of Red Cross (ICRC) di Afghanistan, dalam jumpa pers di Kabul.

Pengumuman tersebut menggarisbawahi keamanan memburuk bagi ICRC di Afghanistan, yang lebih dari 30 tahun menjalankan misi gerakan kemanusiaan terbesar keempatnya di berbagai belahan dunia, catat kantor berita Reuters.

"Kami tidak punya pilihan selain secara tajam mengurangi keberadaan kami di Afghanistan," katanya.

Keputusan tersebut, menurut dia, akan sangat memengaruhi ICRC di wilayah utara Afghanistan, tempat sarana mereka di Kota Mazar-i-Sharif dan Kunduz akan ditutup atau dikurangi.

Namun demikian, ia menekankan bahwa ICRC tidak meninggalkan Afghanistan, sekalipun perlu meninjau kembali kehadirannya untuk mencegah lebih banyak kerugian, termasuk korban jiwa para relawan.

ICRC telah diperingatkan akan ancaman terhadap kegiatannya menyusul serangkaian serangan selama setahun terakhir.

Pada Februari, enam staf ICRC tewas dalam serangan terhadap konvoi bantuan di wilayah utara yang jauh, dan bulan lalu seorang ahli fisioterapi Palang Merah Spanyol di wilayah utara Mazar-i-Sharif ditembak mati oleh salah seorang pasiennya.

Selain itu, empat staf ICRC diculik selama setahun terakhir ini.

Militer Amerika Serikat (AS) mencatat bahwa Pemerintah Afghanistan mengendalikan tidak lebih dari 60 persen negara tersebut, sedangkan sisanya dikendalikan atau diperebutkan oleh Taliban dan kelompok pemberontak lain.





Credit  antaranews.com






Iran janjikan tanggapan "menghancurkan" jika AS sebut garda revolusinya kelompok teroris


Iran janjikan tanggapan
Arsip: Dirjen Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Yukiya Amano bersama Menteri Nuklir Iran Ali Akbar Salehi. (IRNA)



London (CB) - Iran pada Senin berjanji memberikan tanggapannya yang "menghancurkan" jika Amerika Serikat sebut Garda Revolusi elitnya sebagai kelompok teroris.

Ikrar tersebut datang seminggu sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan keputusan akhir tentang bagaimana dia ingin menahan Teheran.

Trump pada 15 Oktober diperkirakan mempertimbangkan kesepakatan internasional bersejarah pada 2015 untuk mengekang program nuklir Iran, yang sekalipun tidak menarik diri dari kesepakatan tersebut, namun memberi Kongres 60 hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan kembali sanksi

Trump juga diperkirakan menyebut pasukan keamanan Iran yang paling kuat, yaitu Revolutionary Guards Corp (IRGC) sebagai organisasi teroris, saat ia menggelar strategi AS yang lebih luas mengenai Iran.

"Kami berharap bahwa Amerika Serikat tidak melakukan kesalahan strategis ini," demikian juru bicara kementerian luar negeri Bahram Qasemi seperti dikutip oleh kantor berita negara IRNA dalam konferensi pers.

"Jika mereka melakukannya, reaksi Iran akan tegas, pasti dan menghancurkan, serta Amerika Serikat harus menanggung semua konsekuensinya," tambahnya.

Individu dan entitas yang terkait dengan IRGC sudah berada di daftar organisasi teroris asing AS, namun organisasinya secara keseluruhan tidak demikian.

Komandan IRGC Mohammad Ali Jafari mengatakan pada Minggu bahwa jika berita tersebut benar mengenai kebodohan pemerintah Amerika dalam mempertimbangkan Garda Revolusi sebagai kelompok teroris, maka Garda Revolusi akan menganggap tentara Amerika sebagai ISIS di seluruh dunia.

Jafari juga mengatakan bahwa sanksi tambahan akan mengakhiri kesempatan untuk dialog kedepannya dengan Amerika Serikat dan Amerika harus memindahkan basis regional mereka di luar jangkauan misil IRGC sejauh 2.000 kilometer., demikian Reuters.




Credit  antaranews.com






Pemimpin Catalonia ditekan agar batalkan kemerdekaan


Pemimpin Catalonia ditekan agar batalkan kemerdekaan
Para pelanggan di sebuah bar menyaksikan Presiden Catalan Carles Puigdemont tampil berbicara di televisi nasional di Vic, Spanyol, Rabu (4/10/2017). (REUTERS/Vincent West )



Barcelona/Madrid (CB) - Pemimpin Catalonia Carles Puigdemont pada Senin menghadapi tekanan agar membatalkan rencana-rencana mendeklarasikan kawasan itu merdeka dari Spanyol dengan Jerman dan Perancis menyatakan dukungannya bagi persatuan negara itu.

Pemerintah Madrid, yang berjuang mengatasi krisis politik terbesar di Spanyol sejak usaha kudeta militer pada tahun 1981, menjelaskan pada Senin bahwa pihaknya akan segera menanggapi deklarasi sepihak seperti itu.

Sepekan sejak referendum mengenai kemerdekaan yang pemerintah pusat tolak, pemungutan suara tersebut berdampak pada iklim usaha di kawasan terkaya di Spanyol itu.

Puigdemont dijadwalkan akan berpidato di parlemen regional pada Selasa siang waktu setempat dan pemerintah Madrid khawatir parlemen akan memberikan suara bagi deklarasi kemerdekaan sepihak.

Para pejabat Catalonia mengatakan orang-orang memberikan suara bulat bagi pemisahan di tempat-tempat pemungutan suara, yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah dan ditandai oleh kekerasan oleh polisi terhadap para pendukung kemerdekaan.

Tetapi isu tersebut telah memecah belah bagian timur laut itu sendiri dan juga bangsa Spanyol. Ratusan ribu serikat pekerja turun ke jalan-jalan di Barcelona pada akhir pekan untuk memprotes pemisahan kawasan itu.

Setelah ditopang oleh dukungan tersebut, Wakil Perdana Menteri Soraya Saenz de Santamara mengatakan pada Senin,"Saya menyerukan orang-orang yang sensitif dalam pemerintahan Catalonia...jangan melampaui batas karena Anda akan membawa orang-orang bersama Anda."

"Jika terjadi deklarasi kemerdekaan sepihak akan ada keputusan-keputusan untuk memulihkan hukum dan demokrasi," kata Saenz de Santamara kepada stasiuan radio COPE.

Dukungan juga datang dari kekuatan-kekuatan utama Eropa yakni Jerman dan Perancis.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kepada PM Spanyol Mariano Rajoy pada Sabtu mengenai krisis itu, kata juru bicaranya pada Senin. Ia menekankan dukungannya bagi persatuan Spanyol tapi juga mendorong untuk dialog-dialog.

Perancis menyatakan pihaknya tidak akan mengakui Catalonia jika kawasan itu secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan. Dengan melakukan hal itu mengarah kepada keluarnya Catalonia secara otomatis dari Uni Eropa, katanya.

"Krisis ini perlu diselesaikan melalui dialog di semua level politik Spanyol," kata Menteri Perancis untuk Urusan Eropa Nathalie Loiseau.

Uni Eropa tidak menunjukkan ketertarikannya terhadap Catalonia yang merdeka, walau Puigdemont telah menyerukan Brussel untuk jadi mediator dalam krisis tersebut, demikian Reuters.





Credit  antaranews.com




Prancis tidak akan akui kemerdekaan Catalan


Prancis tidak akan akui kemerdekaan Catalan
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera Spanyol dan berteriak di depan balai kota dalam sebuah demonstrasi mendukung persatuan Spanyol sehari sebelum referendum kemerdekaan 1 Oktober yang dilarang di Catalunya, di Madrid, Spanyol, Sabtu (30/9/2017). (REUTERS/Sergio Perez/cfo/17)



Paris (CB) - Pemerintah Prancis melalui Menteri Urusan Eropa Nathalie Loiseau, Senin, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakui Catalonia jika wilayah otonomi Spanyol tersebut secara terpisah menyatakan kemerdekaan.

"Jika nanti ada pernyataan kemerdekaan, maka itu adalah sepihak dan tidak akan diakui," kata Loiseau dalam sebuah pernyataan di stasiun televisi CNews, dikutip Reuters.

Catalonia yang memiliki bahasa dan budaya sendiri, serta dipimpin oleh pemerintah otonomi yang pro-kemerdekaan, menyelenggarakan referendum pada 1 Oktober lalu, sebuah tindakan yang oleh pemerintah Spanyol dinyatakan illegal.

"Catalonia tidak bisa ditentukan hanya melalui pemungutan suara oleh gerakan kemerdekaan hanya seminggu lalu," kata menteri junior Prancis itu.

"Krisis ini harus diselesaikan melalui dialog oleh seluruh tingkat politik Spanyol," katanya.

Keputusan yang tergesa-gesa mengakui pernyataan kemerdekaan sepihak tersebut akan membuat Prancis lari dari tanggung jawab.

"Jika kemerdekaan diakui dan bukan merupakan hal yang sedang dibahas, maka konsekuensi pertama adalah (Catalonia) secara otomatis meninggalkan Uni Eropa," katanya menambahkan.



Credit  antaranews.com



Kanselir Jerman tegaskan dukungan bagi persatuan Spanyol


Kanselir Jerman tegaskan dukungan bagi persatuan Spanyol
Kanselir Jerman Angela Merkel (REUTERS)



Berlin (CB) - Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan dukungan bagi persatuan Spanyol dalam perbincangan melalui telepon dengan Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy di tengah ancaman kelompok separatis Catalunya untuk mendeklarasikan kemerdekaan, menurut keterangan juru bicara kanselir Jerman, Senin (9/10).

Pada akhir pekan lalu, Merkel "menegaskan dukungan bagi persatuan Spanyol, dan kedua belah pihak saling bertukar pandangan mengenai upaya agar dialog internal Spanyol dapat didorong dalam kerangka konstitusi," ujar juru bicara Merkel, Steffen Seibert.

Spanyol dilanda krisis politik terparah dalam beberapa dekade terakhir setelah Catalunya menggelar referendum kemerdekaan pada 1 Oktober meski pemerintah Spanyol dan pengadilan melarang.

Tindakan keras aparat kepolisian yang berusaha mencegah pelaksanaan pemungutan suara di Catalunya menuai kecaman masyarakat dunia.

Seibert pada pekan lalu menolak mengomentari aksi kekerasan oleh kepolisian yang melukai ratusan orang dan mengatakan hal tersebut "bukan tugas saya menilai operasi oleh kepolisian Spanyol".

Ia juga mengatakan Merkel tidak berniat memediasi kedua belah pihak dalam krisis politik di Spanyol.

Rajoy mengeluarkan peringatakan keras kepada para pemimpin Catalunya yang mengancam akan mendeklarasikan kemerdekaan pada pekan ini.

Ia tidak memungkiri solusi untuk mencegah hal itu dengan menangguhkan otonomi daerah Catalunya sehingga berisiko menyulut kerusuhan, demikian AFP.



Credit  antaranews.com




Jaksa Turki tuntut para aktivis HAM 15 tahun penjara



Jaksa Turki tuntut para aktivis HAM 15 tahun penjara
Ilustrasi (Reuters)



Ankara, Turki  (CB) - Seorang jaksa Turki menuntut kelompok aktivis hak azasi manusia (HAM), termasuk kepala Amnesti Internasional dengan hukuman penjara hingga 15 tahun atas tuduhan terorisme, demikian keterangan Amnesti Internasional.

Penahanan para aktivis pada Juli lalu, yang menahan warga negara Jerman dan Swedia, memperkeruh ketegangan antara Ankara dan pemimpin Uni Eropa yang khawatir Turki akan menuju pemerintahan otoriter yang lebih besar oleh Presiden Tayyip Erdogan.

Mereka ditahan setelah menghadiri sebuah lokakarya tentang keamanan digital di sebuah pulau di Istanbul. Delapan dari mereka telah ditahan sejak saat itu, dituduh sebagai anggota "organisasi teroris bersenjata" dan ikut membantunya.

"Surat dakwaan ini hanya sedikit dari saling timpa sindiran dan ketidakbenaran, serta merupakan dakwaan yang memberatkan pada kekurangan dalam sistem peradilan Turki," ujar John Dalhuisen, Direktur Amnesti Internasional Eropa dalam sebuah pernyataan.

"Pengadilan harus menolaknya secara keseluruhan dan memastikan bahwa teman dan kolega kami segera dibebaskan tanpa syarat," tegasnya.

Tak lama setelah mereka ditahan, Jerman mengatakan sedang meninjau pengajuan untuk proyek senjata dari Turki. Seorang menteri di Berlin membandingkan perilaku Ankara mengenai penahanan para aktivis tersebut seperti bekas komunis Jerman Timur yang otoriter.

Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengatakan pada bulan lalu bahwa perjalanan Turki selama 12 tahun untuk bergabung dengan Uni Eropa harus dihentikan.

"Tuntutan sampai 15 tahun penjara sama sekali tidak dapat dipahami oleh kami dan tidak dapat diterima," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa Berlin telah menghubungi pemerintah Turki mengenai masalah tersebut.

Di antara para tahanan yang tertangkap pada Juli terdapat direktur Amnesti Internasional Turki Idil Eser, warga Jerman Peter Frank Steudtner dan warga Swedia Ali Gharavi, dan secara resmi dikenai dakwaan.

"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk membawa warga Jerman yang dipenjara, termasuk Peter Steudtner, kembali ke Jerman," kata Gabriel.

Pemerintahan Erdogan mengatakan berbagai kritik dari Uni Eropa tentang kasus tersebut, dan tindakan keras yang lebih luas di Turki menyusul kudeta militer yang gagal pada tahun lalu, tidak memahami skala tantangan keamanan yang sedang dihadapi Turki.




Credit  antaranews.com






Kendaraan perang Turki masuki Provinsi Idlib, Suriah


Kendaraan perang Turki masuki Provinsi Idlib, Suriah
Ilustrasi barisan tank Angkatan Darat Turki. Foto menunjukkan tank Turki mengambil posisi di perbatasan Turki-Suriah di dekat Suruc, Provinsi Sanliurfa, Turki, Senin (6/10). (REUTERS/Umit Bektas)
... dan memperingatkan bahwa Turki tidak akan membiarkan "koridor teroris" di dekat perbatasannya...

Amman/Beirut (CB) - Satu tim kecil tentara pengintai Turki melintasi perbatasan menuju provinsi Idlib, Suriah pada Minggu, kata seorang anggota pemberontak senior Suriah, menjelang rencana pengerahan pemberontak yang didukung Turki di wilayah itu.

Sejumlah kendaraan perang Turki yang masuk ke daerah itu diawasi kelompok pemberontak saingan, kelompok garis keras Tahrir al-Sham, mereka melawan rencana operasi itu, kata sumber setempat.

Sebelumnya, para pegaris keras itu dan militer Turki terlibat baku tembak di daerah dekat perbatasan, menggarisbawahi ketegangan di saat pasukan Turki dan kelompok pemberontak dukungannya tengah bersiap untuk memasuki Idlib.

Presiden Turki, Tayyip Erdogan, Sabtu, mengatakan, pemberontak Suriah yang didukung pasukan Turki akan melakukan operasi di Provinsi Idlib dan memperingatkan bahwa Turki tidak akan membiarkan "koridor teroris" di dekat perbatasannya.

Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim, menekankan penting membuat zona penurunan ketegangan di dekat perbatasan.

"Kami akan memastikan keamanan di Idlib, dan akan bekerja sama dengan Rusia," kata Yildirim.

Operasi tersebut terjadi menyusul terciptanya kesepakatan antara Turki dan Sekutu Presiden Bashar al-Assad, Rusia dan Iran untuk menetapkan zona "penurunan ketegangan" di daerah Idlib dan sekitarnya guna mengurangi peperangan di kawasan tersebut, namun kesepakatan itu tidak membahas Tahrir al-Sham.

Seorang penduduk setempat dan pemberontak lokal lainnya mengatakan bahwa mereka telah melihat kendaraan militer Turki memasuki Idlib dan kemudian melakukan perjalanan di bawah pengawasan Tahrir al-Sham di sepanjang jalan.

Seorang pemberontak senior Suriah mengatakan tim pengintai itu menuju ke Sheikh Barakat, sebuah lokasi yang dapat memantau daerah pemberontak di provinsi Aleppo, bersebelahan dengan Idlib, dan daerah yang dikuasai Kurdi di Afrin.



Credit  antaranews.com



Turki bentrok dengan pegaris keras di perbatasan Suriah


Turki bentrok dengan pegaris keras di perbatasan Suriah
Dokumenasi kekuatan darat militer Turki saat bergerak di Kobani. (REUTERS/Mursel Coban/Depo Photos )

Beirut, Lebanon (CB) - Pasukan Turki terlibat baku tembak dengan Tahrir al-Sham, kelompok garis keras Suriah, dekat Kafr Lusin, di perbatasan antara Turki dan Provinsi Idlib, Suriah, kata Observatorium Hak Asasi untuk Suriah pada Minggu.

Observatorium tersebut merupakan kelompok pemantau perang yang bermarkas di Inggris.

Pada Sabtu, Presiden Turki, Tayyip Erdogan, mengatakan, pemberontak Suriah yang didukung pasukan Turki akan memulai operasi di daerah itu, yang sebagian besar dikendalikan kelompok Tahrir al-Sham.

Kelompok pemberontak yang ikut dalam operasi tersebut mengatakan pada Sabtu bahwa mereka akan segera memulai serangan, sementara Tahrir al-Sham mengatakan, setiap serangan terhadap Idlib tidak akan "menjadi mudah" bagi musuh.

Tahrir al-Sham yang terbentuk dari bekas anggota Front Nusra --kelompok garis keras yang pernah menjadi cabang al-Qaeda di Suriah hingga tahun lalu-- ketika itu mereka mengubah namanya dan melanggar kesetiaannya terhadap gerakan pemberontak internasional yang didirikan Osama bin Laden.

Mereka telah menjadi kekuatan yang tangguh sejak awal konflik, di samping kelompok pemberontak lainnya, namun sejak awal tahun ini mereka berusaha untuk mendapatkan kendali banyak wilayah termasuk Idlib.

Idlib dan daerah tetangganya di Suriah barat laut menjadi benteng pemberontak terbesar dan terpadat, rumah bagi lebih dua juta orang, banyak di antaranya merupakan pengungsi dari daerah lain di negara itu.

Turki telah menjadi salah satu pendukung pemberontak terbesar melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad selama perang enam setengah tahun, namun fokusnya beralih dari menggencarkan serangan terhadap musuh menjadi mengamankan wilayah perbatasannya.

Serangan tersebut terjadi menyusul tercapainya kesepakatan antara Turki dan Sekutu Suriah, Rusia dan Iran, untuk menerapkan kawasan "penurunan ketegangan" di Idlib dan sekitarnya guna mengurangi peperangan, kesepakatan tersebut tidak membahas Tahrir al-Sham.




Credit  antaranews.com