THINKSTOCKPHOTOS Ilustrasi tax amnesty.
JAKARTA, CB - Siapa sangka capaian program pengampunan pajak atau
tax amnesty
para periode pertama cukup membuat tercengang. Bayangkan saja, dalam
tiga bulan, total harta yang dilaporkan ke negara tembus Rp 3.500
triliun.
Meski dana yang dibawa pulang ke Indonesia (repatriasi) baru Rp 137
triliun, Presiden Joko Widodo mengapresiasi kinerja pegawai Direktorat
Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang kerja habis-habisan, terutama dalam
kurun waktu sebulan terakhir.
Capaian periode pertama
tax amnesty seakan menampar pesimisme yang tumbuh bak jamur sejak program tersebut dijalankan 1 Juli 2016 lalu.
Bagaimana tidak, pesimisme itu tumbuh bukan hanya di kalangan penentang
tax amnesty, tetapi juga para pendukungnya.
Bahkan, Bank Indonesia (BI) secara terbuka meyakini uang tebusan tax
amnesty hanya akan sampai Rp 21 triliun hingga berakhirnya program
tax amnesty pada 31 Maret 2017 mendatang.
Meski begitu, pesimisme yang tumbuh bisa dipahami. Sebab, pemerintah kerap mengumbar target-target
tax amnesty yang super optimistik, bahkan hanya terkesan bermulut besar.
Dana deklarasi dalam dan luar negeri Rp 4.000 triliun, dana
repatriasi Rp 1.000 triliun, dan uang tebusan Rp 165 triliun adalah
deretan target-target
tax amnesty yang kerap diumbar pemerintah di awal periode pertama.
Pulangnya Sri Mulyani
Momentum memutarbalikkan pesimisme
tax amnesty harus diakui muncul ketika sosok Sri Mulyani kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Rabu (27/7/2016), Presiden Jokowi menunjuknya sebagai Menteri
Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro yang digeser ke posisi
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Perempuan yang kerap disapa Ani itu rela meninggalkan gaji besar
sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk kembali ke kabinet setelah
hampir enam tahun lamanya ia tinggalkan.
Ia sadar, memiliki tugas berat saat kembali ke kursi Menteri
Keuangan. Tugas itu yakni menjalankan Undang-Undang Pengampunan Pajak
yang sudah disahkan tanpa campur tangannya sama sekali.
"Banyak target yang sudah dicanangkan (
tax amnesty), saya akan hati-hati melihatnya," kata Sri Mulyani.
Setelah itu, kehati-hatian Sri Mulyani benar-benar terjadi. Usai mempelajari
tax amnesty, mulutnya tidak mau bicara target angka-angka yang sebelumnya kerap diumbar.
Sikap Sri Mulyani itu menular. Setiap ditanya wartawan soal target angka
tax amnesty, semua pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) "puasa" bicara.
Tentu saja hal itu membuat repot para wartawan. Menurut Direktur
Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, tax amnesty tidak hanya bicara target
angka.
Ada hal lain yang menurutnya sangat penting yakni bertambahnya
potensi penerimaan pajak berkat tax amnesty di tahun-tahun mendatang.
Keputusan pejabat Kemenkeu untuk serentak puasa bicara target itu
terus dilakukan hingga saat ini. Entah apa yang dibisikan oleh Sri
Mulyani ke kuping para pejabat Kemenkeu.
Di balik Itu...
Meski terkesan pemerintah tidak lagi banyak omong, raihan program
tax amnesty
justru menunjukan tren kenaikan dari hari ke hari. Pada awal September
lalu, harta yang dilaporkan melesat menjadi Rp 207 triliun.
Padahal pada akhir Agustus harta yang dilaporkan hanya Rp 102 triliun. Puncaknya terjadi dalam kurun 30 hari bulan September.
Para wajib pajak yang ikut
tax amnesty membludak, bahkan
pada dua hari terakhir September, Ditjen Pajak memutuskan untuk
menetapkan kondisi luar biasa di sejumlah kantor pajak.
Meski begitu, pelayanan
tax amnesty berjalan dengan mulus.
Puasa bicara Sri Mulyani ternyata cemerlang. Sejak dilantik menjadi
Menteri Keuangan, ia memulainya kerja dengan membenahi satu per satu
pelayanan
tax amnesty di kantor pajak.
Turun gunungnya para konglomerat untuk ikut program
tax amnesty juga tidak lepas dari tangan perempuan 54 tahun itu.
Seperti diketahui bersama, Sri Mulyani melobi para konglomerat itu saat jamuan makan malam di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Meski begitu, kunci tamparan kepada pesimisme tax amnesty justru
bukan di tangan Sri Mulyani. Lantas siapa orang-orang di balik
pencapaian itu?
Jawabnya adalah anak-anak muda. Sebab 68 persen pegawai pajak berusia di bawah 40 tahun.
"Artinya pada saat reformasi 1998 itu mereka masih SMA atau
mahasiswa. Mereka masih suka demo waktu itu. Sekarang mereka ada di
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak)," ujar Dirjen Pajak Ken
Dwijugiasteadi di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Sejak tiga bulan terakhir, para pegawai pajak memang kerja ekstra
untuk memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak sekaligus harus menyosialisasikannya kepada masyarakat.
Pada sebulan terakhir periode satu
tax amnesty, anak-anak muda itu harus bekerja hingga tengah malam untuk melayani masyarakat yang datang melaporkan harta dalam rangka ikut
tax amnesty.
Ken sendiri bangga sekaligus heran dengan para anak-anak muda itu.
Sebabnya mereka justru berkompetisi menjaring wajib pajak untuk ikut
tax amnesty.
"Orang-orang yang seumur itu adalah generasi Y yang merupakan
generasi yang suka kompetisi, kreatif, dan memang enggak pernah nyerah.
Saat melayani
tax amnesty, mereka saling bertanya 'siapa paling
kuat enggak tidur', 'siapa paling kuat duduk' dan 'siapa paling banyak
menerima (wajib pajak)'," kata Ken.
"Dan hebatnya lagi, generasi umur 40 tahun ke bawah itu tidak pernah
diceritakan mengenai 'kancil nyolong timun'. Makanya generasi mereka
bukan generasi 'nyolong'. Kalau generasi saya diceritain kancil
'nyolong' timun. Dan saya bangga terhadap mereka karena solid," ucap
dia.
Menariknya, Ken mengungkapkan bahwa masuknya anak-anak muda ke Ditjen
Pajak merupakan hasil reformasi yang dilakukan sejak beberapa tahun
silam.
Saat itu, orang yang gencar mendorong mereformasi Ditjen Pajak adalah Sri Mulyani.
Kompas TV Target Deklarasi Harta Rp 4.000 Triliun Tercapai
Credit
KOMPAS.com