Kapal
selam Jepang kelas Soryu, seperti Kenryu yang terlihat di sini pada
tahun 2012, dipandang sangat penting untuk mengamankan jalur pelayaran
Asia. [AFP]
Kapal selam Jepang kelas Soryu menghadirkan penghalang besar terhadap
AL Tiongkok yang lebih besar jika terjadi perang. AL Tentara
Pembebasan Rakyat Tiongkok [PLA] masih lemah di bidang peperangan
anti-kapal selam [anti-submarine warfare atau ASW], sementara Soryu yang bertenaga listrik diesel dan berkemampuan siluman adalah alat yang canggih.
Dalam sebuah analisis yang ditampilkan di dalam jurnal
National Interest pada
tanggal 14 Juni 2014, ahli urusan militer Asia Timur, Kyle Mizokami,
menulis Soryu sebagai "salah satu dari lima senjata yang harus ditakuti
Tiongkok".
"Kapal selam Jepang kelas Soryu adalah salah satu dari kapal selam
serbu non-nuklir paling canggih di dunia," tulis Mizokami. "Berbobot
4.100 ton di dalam air, kapal selam ini dapat melaju 13 knot di atas
permukaan air dan hingga 20 knot di bawah air. Empat sistem Pendorong
Udara Independen [Air Independent Propulsion atau AIP] Stirling memungkinkan kelas Soryu tetap berada di dalam air lebih lama dari kebanyakan kapal selam listrik diesel."
"Kelas Soryu dipersenjatai enam tabung torpedo di bagian depan,
setotal 89 torpedo pandu balik Tipe 89 berkecepatan tinggi dan rudal
Sub-Harpoon buatan Amerika. Kapal selam Jepang juga dapat menjadi alat
pengantar rudal jelajah, apabila konsep serangan pendahuluan, yang saat
ini diperdebatkan di dalam politik Jepang, menjadi kenyataan,"
tambahnya.
"Saat ini ada delapan kapal selam kelas Soryu, selebihnya dalam
pengerjaan. Dalam menanggapi ketegangan yang meningkat dengan Tiongkok
dan bertambahnya armada kapal selam AL PLA, Jepang pada tahun 2010
memutuskan untuk meningkatkan kekuatan kapal selamnya dari 16 menjadi
22," tulisnya.
"Doktrin kapal selam Jepang pascaperang memusatkan kapal selam di
sejumlah rute invasi pokok ke Jepang: Selat Tsugaru, Selat Tsushima,
Selat Kanmon, dan Selat Soya. Pemusatan ini peninggalan Perang Dingin,
ketika Jepang mengira Uni Soviet mungkin akan menginvasi semasa perang.
Rencana pengerahan pasukan yang lebih Tiongkok-sentris, khususnya
mengingat kepulauan Senkaku dan Ryukyu, dapat diharapkan akan ada lebih
banyak pengerahan ke Laut Tiongkok Timur dan Laut Jepang," tulis
Mizokami.
"Armada kapal selam Jepang sangat mencemaskan bagi Tiongkok
dikarenakan kelemahan tradisional Beijing di bidang peperangan
anti-kapal selam [ASW]. Tiongkok belum berlatih ASW selama masa perang
dan selama ini sangat kurang dari segi keterampilan dan aset. Jepang,
di sisi lain, telah mengoperasikan kapal selam selama puluhan tahun.
Awak kapal selam Jepang dilaporkan sangat terlatih, sebanding dengan
rekan imbangan mereka dari Amerika."
Sebuah analisis yang ditampilkan di dalam
U.S. Naval Institute [USNI] News pada tanggal 23 Februari menyebutkan kelas Soryu sebagai rancangan yang tangguh dan canggih.
"Dibangun oleh Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Shipbuilding
Corporation di Kobe, Jepang, kelas Soryu adalah kapal selam listrik
diesel Jepang paling canggih. … Satu keuntungan besar dari kelas Soryu
adalah rancangannya yang sudah terbukti, dengan tujuh kapal selam
selesai dibangun dan setidaknya akan ada 10 lagi. Kelas ini juga akan
terjangkau: Jepang saat ini mengeluarkan kira-kira 60 miliar yen [USD
550,8 juta] per kapal selam Soryu."
Penulis Gordon G. Chang, ahli bidang keamanan Asia Timur, berkata kepada
Asia Pacific Defense Forum bahwa
teknologi canggih kapal selam kecil bertenaga non-nuklir Soryu ini
merupakan ancaman besar terhadap armada permukaan air AL PLA dan satu
kapal induknya yang sedang beroperasi, Liaoning, karena AL PLA masih
sangat kekurangan di bidang kemampuan ASW-nya.
"Kapal induk Tiongkok hanya akan bertahan selama 15 menit jika
Beijing memulai perang [dengan Jepang], mungkin 10 menit," kata Chang.
"Satu Soryu di bawah air berarti satu kapal induk Tiongkok juga di
bawah air," katanya. "Pemerintahan Australia di bawah Perdana Menteri
Tony Abbott dikatakan lebih menyukai kapal selam listrik diesel Jepang
kelas Soryu dibandingkan rancangan mereka sendiri," disinggung
USNI News.
"Penjualan kapal selam ke Australia mungkin akan menjadi transaksi
senjata Jepang yang besar untuk pertama kalinya semasa pascaperang.
Dengan demikian, kendati kebijakan ekspor senjata Jepang telah cukup
longgar untuk memungkinkan penjualan itu, hambatan peraturan dan
prosedur di Tokyo dapat menunda kesepakatan resmi."
Jika Abbott terus mendesak pembelian Soryu, dia akan "memperkuat
hubungan antara Australia dengan Jepang, dan membuat kekuatan kapal
selam Australia menjadi jauh lebih mematikan," tulis Robert Farley di
dalam
The Diplomat pada tanggal 3 September. Penjualan itu juga akan menjadi "langkah besar Jepang ke dalam pasar kapal selam dunia".
"Jerman, Prancis, dan Rusia sudah lama mendominasi pasar kapal selam
listrik diesel. … [Namun] Soryu milik Jepang sangat bersaing dengan
kapal-kapal mereka," tulis Farley.
"Berbobot 4.200 ton di bawah air, kelas Soryu lebih besar daripada
Tipe 214 [milik Jerman], Scorpene [milik Prancis], atau Kilo yang
Ditingkatkan [milik Rusia], dan dapat membawa beban senjata yang lebih
berat.
Ukuran sebesar ini juga membuatnya lebih senyap dan menjangkau jarak
lebih jauh daripada kapal lain di pasaran. Pada harapan harga saat ini
sebesar USD 500 juta, Soryu tidak jauh lebih mahal dari kapal lain,"
tulisnya.
"Jika Jepang bisa menghasilkan Soryu dengan biaya yang bersaing
dengan kapal terbaru Jerman dan Prancis, mereka bisa mengambil porsi
besar dari pasar itu, dan juga membuat Pasifik Barat lebih berbahaya
bagi AL PLA. Bagi Tokyo, ini adalah menang sama menang," disimpulkan
Farley.
Australia bukan satu-satunya negara besar yang kagum dengan kemampuan kelas Soryu.
"Menurut saluran berita India, pemerintahan Narendra Modi telah
mendekati Jepang terkait pembuatan enam kapal selam siluman," tulis
analis Zachary Keck di dalam
National Interest pada tanggal 29 Januari.
"New Delhi telah menyampaikan 'sebuah proposal' ke Tokyo agar
'mempertimbangkan kemungkinan' membuat kapal selam listrik diesel kelas
Soryu terbarunya di India," dilaporkan
Times of India pada tanggal 29 Januari.
"Project-75-India New Delhi untuk memperoleh enam kapal selam listrik diesel canggih akan bernilai lebih dari INR 50.000 crore [USD 8 miliar], dan kemungkinan lebih besar lagi," disinggung Keck.
Selain Jepang, "DCNS Prancis, HDW Jerman, Rosoboronexport Rusia, dan
Navantia Spanyol diharapkan bersaing untuk kontrak tersebut," tulis
Keck.
Amerika Serikat tidak ikut bersaing karena tidak membuat kapal selam bertenaga diesel.
Jepang mungkin bisa menikmati keuntungan dalam untuk kontrak tersebut, singgung Keck.
"Proposal India muncul pada masa ketika New Delhi dan Tokyo terus
memperkuat ikatan di bawah kepemimpinan Modi dan Shinzo Abe. Modi dan
Abe … dilihat menikmati hubungan dekat, yang dapat membantu peluang
Tokyo dalam persaingan," tulis Keck.
"Kelas Soryu membawa rancangan hidrodinamis berdasarkan kapal selam
kelas Oyashio. Soryu memiliki perpindahan massa lebih besar daripada
kelas kapal selam lainnya di dalam Angkatan Bela Diri [SDF] Maritim
Jepang," disinggung naval-technology.com. "Lambung kapal dibuat dari
baja tarik tinggi dan diberi lapisan nirgema untuk mengurangi pantulan
gelombang akustik. Bagian dalam kapal selam memiliki isolasi akustik
komponen-komponen besar. Kapal selam itu memiliki bidang kendali X
berbantu komputer. Rancangan ini menggabungkan sistem-sistem yang
sangat terautomasi."
Soryu dilengkapi dengan Tipe 89, "torpedo berpandu kabel dengan moda
pandu balik aktif dan pasif," disinggung situs web tersebut. Torpedo
ini "memiliki kecepatan maksimum 130 kmj [80 mpj] dan dapat menyerang
sasaran di dalam jarak 50 km [30 mil]. Torpedo ini dapat membawa hulu
ledak seberat 267 kg [587,4 pon]," menurut situs web tersebut.
"Soryu adalah kapal selam pertama SDF Maritim yang dilengkapi dengan
mesin Stirling buatan Kockums yang berbasis di Swedia," kata situs web
tersebut. Mesin Stirling "adalah mesin pembakaran luar yang tak
bersuara dan bebas getaran".
Credit
APDForum