"Rujukan
peta": Diterbitkan tahun 1734 di Manila, ini adalah peta tertua yang
memberikan nama kepada beting "Panacot" - bahasa Tagalog yang berarti
ancaman atau bahaya. Peta ini dianggap sebagai "rujukan peta Filipina,"
menurut Institut Urusan Maritim dan Kelautan. [Perpustakaan Kongres
Amerika Serikat]
Filipina beralih ke kartografi dan sejarah dalam perjuangan diplomatiknya melawan klaim Tiongkok atas sebagian besar Laut Tiongkok Selatan.
Seorang hakim Filipina telah memeriksa peta yang berusia ratusan
tahun dan mengatakan bahwa batas wilayah paling selatan Tiongkok secara
historis adalah pulau Hainan, 1.900 km sebelah utara dari 10-garis putus Tiongkok yang membentang hampir ke Malaysia.
"Pemerintah Tiongkok mengklaim 90 persen dari Laut Tiongkok Selatan, termasuk Kepulauan Spratly ,
sebuah kepulauan yang mencakup 750 pulau dan karang dekat Filipina.
Namun, serangkaian peta kuno telah mempertanyakan klaim ini. Pemerintah
Filipina mengatakan Beijing berlebihan dalam mengklaim wilayah begitu
jauhnya ke arah selatan dari pulau Hainan, yang menurut peta-peta
bersejarah adalah wilayah paling selatan Tiongkok, jauh di utara
kepulauan Spratly," menurut website Ancient Origins pada 25 Januari.
"Secara khusus ada satu peta, dari 1136 masehi, yang terukir di batu
jelas menunjukkan Hainan sebagai batas selatan Tiongkok," tulisan di
Ancient Origins ini menyatakan.
"Semua peta kuno ini menunjukkan bahwa sejak peta Tiongkok pertama
muncul, wilayah paling selatan Tiongkok selalu adalah Pulau Hainan, yang
nama kunonya adalah Zhuya, lalu menjadi Qiongya, dan sesudahnya
Qiongzhou," jelas Hakim Senior Mahkamah Agung Filipina, Antonio Carpio,
menurut situs tersebut.
Carpio menegaskan bahwa pernyataan 10-garis putus oleh Tiongkok ini merupakan "kebohongan besar sejarah."
Sengketa 4.000-halaman diajukan ke PBB
Pemerintah Filipina telah mengajukan sengketa teritorial setebal
4.000-halaman terkait klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan ke
pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB], Pengadilan Hukum Laut Internasional [ITLOS] di Den Haag.
Pemerintah Tiongkok mengatakan tidak mengakui yurisdiksi internasional terkait sengketa dengan Filipina.
PhilSTAR.com melaporkan bahwa Tiongkok menegaskan penolakannya untuk
menyetujui agar tunduk kepada setiap putusan pengadilan PBB dengan
mengabaikan batas waktu 15 Desember 2014.
"Pihak Tiongkok akan memberikan tanggapan yang diperlukan untuk
setiap tindakan sengaja dan provokatif yang secara sepihak diprakarsai
oleh pihak terkait," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok
Qin Gang pada tanggal 15 Desember 2014.
Filipina: Tiongkok tidak memiliki klaim historis
"Filipina bermaksud untuk menegaskan bahwa Tiongkok tidak memiliki
klaim historis atas daerah ini meskipun 'fakta sejarah' tidak dapat
dijadikan dasar berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut [UNCLOS]," Ancient Origins mengakui.
"Peta kuno Hindia, dimana Filipina dulu adalah bagian darinya,
menunjukkan beting kecil, seukuran tiga lapangan rugby di sebelah barat
dari Filipina. Beting ini berpotensi memiliki cadangan bahan bakar fosil
dan perikanan yang berharga," Ancient Origins menyatakan.
"Dokumen-dokumen dan peta yang diajukan oleh Filipina ke pengadilan
internasional mengutip putusan tahun 1986 dari Mahkamah Internasional."
Pengajuan Filipina ke pengadilan mengakui, "Peta hanya merupakan
informasi yang keakuratannya bervariasi dari kasus ke kasus; dari peta
saja, dan semata-mata berdasarkan keberadaan peta saja, memang tidak
bisa dijadikan bukti adanya kepemilikan teritorial."
Para ahli mengakui bahwa kepemilikan de fakto wilayah seperti yang
sedang disengketakan biasanya menentukan dalam kasus semacam ini.
Beijing telah memulai program pembangunan dan permukiman
yang sangat besar untuk secara tuntas dan sistematis membangun klaimnya
atas pulau-pulau utama dan terumbu karang di Laut Tiongkok Selatan.
Aquino mendukung peta kuno
Namun, pemerintah Filipina pimpinan Presiden Benigno Aquino III
dengan sangat tegas dan terbuka mendukung inisiatif peta kuno untuk
menguatkan posisinya.
Pada 11 September 2014, "Sebuah pameran 60 peta kuno yang diadakan
[di ibukota Filipina, Manila] menunjukkan bahwa Tiongkok tidak pernah
memiliki 'bukti sejarah kepemilikan' Beting Scarborough, salah satu dari
banyak fitur maritim yang disengketakan di Laut Filipina Barat,” surat kabar the
Philippines Inquirer melaporkan.
Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario menekankan pentingnya
bukti peta yang diberikan pemerintahnya dengan berpidato pada pembukaan
pameran itu. "Pameran ini memberikan argumen menyakinkan yang menentang
'klaim tak terbantahkan' Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan," katanya,
menurut laporan the
Inquirer .
Del Rosario "mengatakan bahwa peta menguatkan fakta bahwa
Scarborough, juga dikenal sebagai Bajo de Masinloc atau beting Panatag,
tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Tiongkok dan selalu menjadi
bagian dari Filipina," kata surat kabar itu.
"Semua peta, baik yang diterbitkan oleh Tiongkok atau negara lain,
secara konsisten menunjukkan bahwa provinsi paling selatan Tiongkok di
pulau Hainan tidak mengklaim fitur maritim lainnya, seperti Kepulauan
Spratly dan Scarborough," kata the Inquirer.
"Peta yang menunjukkan Filipina, di sisi lain, menunjukkan
Scarborough sebagai bagian dari negara itu, apakah itu bernama atau
tidak disebutkan namanya," katanya.
"Scarborough diambil alih oleh Tiongkok setelah ketegangan dengan
otoritas maritim Filipina yang dimulai pada bulan April 2012 saat
ditemukan bahwa nelayan Tiongkok menangkap ikan di beting itu," kata
surat kabar itu.
Peta-peta yang dipamerkan itu diposting di website Institut Urusan Maritim dan Kelautan.
Wilayah Beting Scarborough adalah "suatu daerah yang diyakini kaya
akan minyak dan gas alam serta sumber daya perikanan. Tiongkok menguasai
beting ini pada bulan Juni 2012 dan telah mencegah nelayan Filipina
mendekati wilayah bebatuan itu, yang merupakan daerah penangkapan ikan
yang kaya," tulis
Straits Times yang berbasis di Singapura, pada 11 September 2014.
"Kita harus menghormati fakta sejarah, bukan kebohongan historis," kata Carpio.
"Penyelenggara pameran berkata Beting Scarborough tidak pernah muncul
dalam peta tua Tiongkok yang mana pun. Tetapi pada berbagai peta kuno
yang dibuat oleh orang asing dan Filipina, dari sejak 1636, wilayah
bebatuan itu secara konsisten terbukti wilayah Filipina," kata laporan
itu.
Pada bulan Juni, Tiongkok meluncurkan peta resmi baru negara, yang
menunjukkan lebih jelas klaimnya terhadap Laut Tiongkok Selatan.
Charles W. Freeman, salah seorang ketua Yayasan Kebijakan AS Tiongkok
dan seorang pakar urusan Asia Tenggara mengatakan kepada Asia Pacific
Defense Forum [APDF] bahwa kasus sejarah dan kartografi yang dibuat oleh
Filipina itu tidak akan mempengaruhi Beijing, tetapi mungkin akan
menghasilkan pengerasan sikap kedua belah pihak.
"Pertikaian atas batas wilayah bukanlah hal baru. Sejarah adalah
peringatan akan peristiwa yang kebanyakan menyedihkan. Asia memiliki
surplus sejarah. Masa lalu tidak pernah berakhir. Ini hanya urusan yang
belum selesai," katanya.
"Perselisihan atas kepulauan berantakan dan terumbu yang didinamit di
wilayah ini adalah suatu contoh yang baik," kata Freeman. "Hal ini
didorong oleh semangat patriotik, dengan subteks nasionalisme sumber
daya."
Credit
APDForum