CB, Beijing – Perang
dagang antara Amerika Serikat dan Cina meningkat setelah kedua negara
menerapkan kenaikan tarif impor tahap kedua sebesar 25 persen untuk
jumlah impor sebesar US$16 miliar atau sekitar Rp234 triliun.
Ini terjadi di tengah proses pembicaraan pejabat level menengah kedua negara di Washington untuk mencari solusi soal perang dagang, yang dimulai pada awal Juli 2018 itu.
Pemerintah AS mengenakan sanksi ini untuk 279 produk impor asal Cina seperti semikonduktor, bahan kimia, plastik, sepeda motor, dan scooter listrik.
“Cina melakukan retaliasi dengan mengenakan kenaikan tarif serupa untuk sejumlah produk impor asal AS dengan jumlah yang sama,” begitu dilansir CNBC pada Kamis, 23 Agustus 2018 waktu setempat.
Ini terjadi di tengah proses pembicaraan pejabat level menengah kedua negara di Washington untuk mencari solusi soal perang dagang, yang dimulai pada awal Juli 2018 itu.
Pemerintah AS mengenakan sanksi ini untuk 279 produk impor asal Cina seperti semikonduktor, bahan kimia, plastik, sepeda motor, dan scooter listrik.
“Cina melakukan retaliasi dengan mengenakan kenaikan tarif serupa untuk sejumlah produk impor asal AS dengan jumlah yang sama,” begitu dilansir CNBC pada Kamis, 23 Agustus 2018 waktu setempat.
Cina Membalas
Cina mengenakan kenaikan tarif baru ini untuk 333 produk seperti batu bara, tembaga, bahan bakar minyak, baja, mobil, dan perlengkapan medis. Media resmi Cina, Xinhua, mengatakan penerapan tarif ini berlangsung bersamaan pada Kamis waktu setempat.
“Cina sangat menolak kenaikan tarif terbaru dari AS dan akan melawan balik,” begitu dilansir kementerian Perdagangan Cina dalam pernyataan di situs online. Kementerian ini juga menambahkan akan melaporkan tarif terbaru AS ini ke Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
Kenaikan tarif AS ini membuat sejumlah importir negara itu meningkatkan jumlah pesanan dari Cina sebelum tarif baru berlaku. Kenaikan tarif tahap pertama berlaku pada awal Juli 2018 untuk US$34 miliar atau sekitar Rp498 triliun.
Sejumlah pengunjung mengambil gambar seorang model yang berpose di mobil Audi R8 Spyder dalam acara Imported Auto Expo di Beijing, Cina, 24 September 2015. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Direktur Operasional untuk Asia di Flexport, Henry Ko, mengatakan kenaikan tarif impor tahap pertama meningkatkan tarif biaya angkut udara dan laut serta biaya gudang di AS. “Jika perang dagang ini terus berlangsung, harga-harga produk dari sejumlah industri akan naik,” kata Ko kepada CNBC.
AS Yakin Menang
Seperti dilansir Reuters, Trump telah mengeluarkan ancaman untuk mengenakan kenaikan tarif impor hingga 25 persen untuk sekitar US$500 miliar atau sekitar Rp7,300 triliun untuk impor produk dari Cina.
Kecuali, pemerintah Cina mau membeli lebih banyak produk dari AS untuk menutup defisit perdagangan sebanyak sekitar US$200 miliar dari saat ini sekitar US$375 miliar per tahun.
Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross, mengatakan,”Cina tidak akan menyerah dengan mudah begitu saja. Mereka tentu akan berusaha membalas,” kata Ross kepada CNBC. Namun, Ross mengaku yakin AS bakal unggul dalam perang dagang ini. “Pada akhirnya, kami punya lebih banyak peluru dibandingkan mereka. Mereka tahu itu. Kita punya ekonomi yang lebih kuat dari pada mereka, dan mereka juga tahu itu.
Menurut para ekonom, perang dagang yang mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp1,500 triliun bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga 0,5 persen. Pertumbuhan ekonomi Cina bakal tercukur sekitar 0,1 – 0,3 persen pada tahun ini dan lebih kecil dampaknya bagi AS. Pada 2019, dampak perang dagang ini bakal lebih terasa bagi kedua negara.
Credit tempo.co